Cari Blog Ini

Selasa, 08 Desember 2015

Natal: Momen Memaknai Kembali Toleransi Beragama

NATAL: MOMEN MEMAKNAI KEMBALI TOLERANSI BERAGAMA


Hari ini umat Kristen di seluruh dunia merayakan kelahiran Yesus, Sang Juruselamat pembawa berita gembira. Ia lahir lebih kurang dua milenium yang lalu di Betlehem, Palestina, negeri yang ketika itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi dengan rajanya Herodes.

Kelahiran Yesus Sang Mesias telah lama ditunggu-tunggu oleh Bani Israil (orang Yahudi), sebagaimana telah dinubuatkan dalam Taurat, Kitab Daniel, maupun oleh perkataan Nabi Yahya (Yohanes Sang Pembaptis). Kelahirannya diharapkan dapat menyelematkan Bani Israil dari penjajahan Romawi dan mengajak mereka untuk kembali di jalan Tuhan.

Dalam kurun waktu kurang lebih lima abad setelah kelahirannya, ajaran Yesus telah menyebar ke berbagai penjuru dunia: kawasan Timur Tengah, Asia Barat, Afrika Utara dan negara-negara Eropa terutama di kawasan Mediterania.
Ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah, beliau tinggal dalam komunitas yang multietnik dan multiagama. Di sini ada suku-suku Yahudi, termasuk juga kaum Nasrani di dalamnya.

Untuk menjamin kelangsungan hidup yang damai dan harmonis, maka dibuatlah sebuah perjanjian yang disebut Piagam Madinah. Inti dari pernjanjian itu adalah agar tercipta kerukunan, saling hormat-menghormati, toleransi dan keamanan. Semua bersepakat untuk bahu-membahu dan bekerjasama untuk membangun dan memajukan Madinah.

Masing-masing pemeluk agama di Madinah diberi kebebasan penuh untuk menjalankan ibadah dan keyakinannya. Tidak boleh mengganggu, melakukan kekerasan, apalagi melakukan pemaksaan terhadap agama lain. Masing-masing mendapat perlindungan, rasa aman, termasuk tanah dan harta benda mereka. Sekalipun demikian, Rasul pun tak segan-segan memberikan hukuman dan sanksi yang tegas bagi kelompok yang melakukan pengkhianatan terhadap isi perjanjian tersebut.

Demikianlah Nabi saw telah memberikan contoh dan keteladanan kepada kita, bagaimana bersikap dan berinteraksi dengan pemeluk agama lain. Dalam Al Qur’an pun kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada siapapun yang berbeda agama dan mau mengembangkan sikap toleransi.

Demikian halnya pada masa setelah Rasul wafat, beberapa khalifah Islam memiliki dokter pribadi yang beragama Kristen atau Yahudi. Tidak sedikit pula para pegawai pemerintahan yang beragama Kristen. Khalifah Muawiyah memiliki dokter pribadi yang beragama Kristen Nestorian. Bahkan, ada seorang khalifah yang ketika itu sedang berseteru dengan saudaranya perihal kekuasaan, menyuruh dokter pribadinya yang beragama Kristen untuk meracun saudaranya itu. Tapi si Kristen menolak dengan alasan itu adalah perbuatan dosa besar dan ia masih takut kepada Allah. Sayang, saya lupa nama khalifah itu.

Toleransi Agama di Indonesia
Secara umum, selama ini kerukunan antarumat beragama di Indonesia cukup baik. Setiap agama yang diakui di Indonesia, dijamin kebebasannya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Semua mendapat hak yang sama dan perlindungan dari negara. Para pemeluk agama di Indonesia dapat hidup berdampingan dalam suasana yang rukun dan damai.

Namun, beberapa waktu belakangan ini, keharmonisan tersebut sempat terusik oleh beberapa peristiwa yang seharusnya tidak terjadi. Penyerangan tempat ibadah, penyegelan, kekerasan terhadap minoritas tertentu, konflik yang berbau SARA dan sebagainya. Ada pihak-pihak yang ingin turun tangan dan main hakim sendiri, padahal masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan tanpa kekerasan. Demikian halnya, semua konflik dan persoalan yang terjadi  akan lebih baik jika diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, karena pemerintahlah yang memiliki kewenangan penuh di negeri ini untuk mengurusi kehidupan umat beragama.

Apalagi ada yang sampai melakukan tindak terorisme dengan melakukan pengeboman ke sejumlah tempat ibadah yang justru menewaskan orang-orang yang tak berdosa. Agama mana pun tidak membolehkan umatnya melakukan pembunuhan, apalagi secara massal.

Saya pribadi hidup di tengah-tengah kelurahan yang cukup banyak pemeluk Kristennya. Bahkan, tidak sedikit dari pelanggan saya juga beragama Kristen. Ada pendeta, penatua, suster, pegawai gereja, atau orang Kristen pada umumnya. Tak jarang saya berdiskusi dan berdialog dengan mereka tentang masalah agama. Secara umum, saya menemukan mereka pribadi yang baik, sopan, jujur, menepati janji, sangat kuat memegang keyakinan, tidak mau melakukan tindak kecurangan apalagi kejahatan. Kesan-kesan itulah yang membuatku hormat pada mereka.

Penutup
Tentu kita semua mengharapkan terciptanya kehidupan yang aman dan damai. Masing-masing dapat beribadah dengan tenang dan tanpa gangguan. Oleh karena itu, pada momen Natal kali ini, mari kita tingkatkan rasa persaudaraan, mari kita tumbuhkembangkan sikap toleransi. Sehubungan dengan itu, kita pun dilarang melakukan pemaksaan terhadap orang yang sudah beragama, dengan iming-iming tertentu: uang, jabatan, beasiswa, harta-benda dan lain-lain.
Akhir kata, jika kita telah bisa memahami dan menghayati Islam secara baik, tentu kita akan bisa memperlakukan setiap orang dengan baik dan penuh hormat. Bukanlah Islam berarti damai; menuntut para pemeluknya bisa hidup penuh cinta dan kasih di tengah-tengah umat manusia yang plural.

Mengapa Yesus Dilahirkan?

MENGAPA YESUS DILAHIRKAN?

Dalam waktu dekat, umat Nasrani akan merayakan kelahiran Yesus. Terlepas dari apakah Yesus benar-benar lahir tanggal 25 Desember atau tidak, kelahirannya sangat dinanti-nanti terutama oleh Bani Israil di Palestina waktu itu. Mereka telah lama mendambakan akan datangnya seorang mesias (juruselamat) yang akan membawa mereka kepada keselamatan dan kembali kepada Tuhan.


Menurut orang Nasrani, Yesus dianggap sebagai “gembala bagi domba-domba yang tersesat dari antara orang-orang Israel untuk hidup dalam kerajaan Tuhan”. Memang, kondisi Bani Israil pada waktu itu cukup memprihatinkan. Banyak yang telah jauh dari Yehowa (sebutan untuk Tuhan mereka), melakukan perbuatan dosa dan kezhaliman, permusuhan, jauh dari ajaran Taurat, tersesat pada jalan setan, dan tertindas di bawah  kekuasaan bangsa Romawi. Kelahiran Yesus diharapkan akan membawa perubahan besar bagi kehidupan orang-orang Israil sekaligus  menyelematkan mereka dari kehancuran. Dua nabi sebelumnya, yaitu Zakariya dan Yahya (Yohanes Pembaptis), belum mampu sepenuhnya membawa Bani Israil kembali ke jalan Tuhan. Bahkan, sebagian yang tak menyukainya, malah membunuh kedua nabi tersebut.

Menurut Mat. 2: 1; ketika Yesus dilahirkan, datanglah orang Majus dari timur (maksudnya orang Majusi dari Persia). Selain memiliki kepentingan pribadi, secara politik tentu orang-orang Majusi akan memberikan dukungan kepada lahirnya Yesus, sebab Romawi yang berkuasa atas Palestina telah lama menjadi musuh bebuyutannya. Mereka mengatakan akan mengikuti risalah yang dibawa Yesus, karena mereka telah melihat bintang (pertanda) kelahirannya di timur. Dalam bahasa Ibrani atau Aram, Yesus disebut Yesua atau Joshua, sehingga orang Romawi menyebutnya Yesus. Sedangkan orang Arab menyebutnya Isa. Nubuat tentang kelahirannya telah disebutkan dalam Taurat maupun melalui perkataan Nabi Yahya. Ia datang tidak untuk merubah Taurat, akan tetapi menggenapinya. Ia pun termasuk keturunan Bani Israil dari suku Lewi.

Saat masih bayi, Yesus sempat diungsikan ke Mesir, karena Herodes, raja Romawi waktu itu hendak membunuh setiap bayi yang lahir dari anak-anak Israil. Raja merasa takut jika kelak ada seseorang yang akan merebut kekuasaannya.

Selain mendapat penentangan dari pihak penguasa, Yesus juga mendapat penentangan dari kaumnya sendiri. Para rabi dan tetua Yahudi berusaha menghalang-halangi dakwahnya dan juga memfitnahnya. Hingga akhirnya penguasa Romawi memberi perintah untuk menangkap Yesus.
Tapi memang begitulah ciri dan watak Bani Israil sejak zaman dahulu. Mereka diberi kelebihan oleh Allah dengan nabi yang sangat banyak, tapi mereka selalu mendustakannya, bahkan sebagian mereka bunuh. Termasuk nabi pamu ngkas mereka, Yesus, juga akan mereka bunuh.

Sekalipun demikian, hanya dalam beberapa abad setelah kematiannya, ajaran Nasrani telah menyebar ke berbagai pelosok dunia. Mulai dari kawasan pantai di semenanjung Arabia, seperti Libanon, Suriah, Yaman,  Ethiopia, Mesir, daerah-daerah di kawasan Mediterania, seperti Iskandariyah, Siprus, Armenia, Konstantinopel hingga jauh ke negeri-negeri Eropa seperti Yunani, kawasan Balkan, Romawi Barat dan Eropa Barat. Juga menyebar ke arah timur seperti Irak, Asia Tengah, Persia dan India. Juga ke pedalaman Arab seperti Madinah, Thaif, suku suku Najran, dll. Dari semua itu, Nasrani lebih banyak menyebar ke dunia Eropa. Dampak positif penyebaran agama Nasrani ke berbagai belahan Eropa adalah Eropa mengalami pencerahan, setelah sekian lama berada pada zaman kegelapan.

Pada zaman Rasulullah, antara Kristen dan Islam bisa hidup berdampingan secara damai. Demikian pula pada masa Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, hingga Dinasti Turki Utsmani; Islam dan Kristen bisa hidup bersama bahu-membahu dalam membangun negara dan peradaban. Sebagian dari para khalifah atau pembesar kerajaan memiliki istri atau dokter pribadi yang beragama Nasrani. Ada pula pejabat pemerintahan, ahli arsitek, penerjemah, ilmuwan dll yang beragama Nasrani ketika itu.

Konflik Islam dan Kristen dimulai dengan terjadinya Perang Salib untuk memperebutkan dan mempertahankan tanah suci Yerusalem.

***
Banyak hal yang bisa kita teladani dari kehidupan Nabi Isa as; terutama ajaran tentang cinta-kasih dan menyayangi kaum yang lemah. Ia menganjurkan untuk berbuat kepada sesama. Ia menolong fakir-miskin, orang teraniaya, orang yang sedang menderita. Dan yang lebih utama adalah risalah beliau mengajak kepada manusia untuk menyembah Tuhan yang satu, Allah, bukan menyembah kepada dirinya.

Sangat patut disayangkan ketika para pengikutnya menganggap bahwa Yesus adalah Tuhan. Ditambah lagi, Injil kini tak lagi asli, telah banyak mengalami perubahan. Tokoh yang telah banyak berperan dalam hal ini adalah Saul (Paulus) dari Tarsus.
Wallahu’alam bish-shawab.

Selasa, 24 November 2015

Tips Agar Gigi dan Mulut Tetap Sehat



TIPS AGAR GIGI DAN MULUT TETAP SEHAT
Oleh: Trimanto B. Ngaderi


Gigi dan mulut adalah salah satu bagian penting dalam tubuh yang wajib kita jaga. Ketika kita tidak bisa menjaganya dengan baik, beberapa gangguan seputar gigi dan mulut pun bisa kita rasakan. Misalnya bau mulut tidak sedap, sariawan, hingga sakit gigi. 
Jika kita tidak ingin gangguan-gangguan tersebut, maka kita harus berusaha menjaga agar gigi dan mulut kita tetap sehat. Berikut ini beberapa cara mudah untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut kita:
1.      Rajin Menyikat Gigi
Ini adalah cara yang paling mudah dan sering kita lakukan. Sikatlah gigi minimal dua kali dalam sehari, setelah makan dan sebelum tidur.
2.      Ganti Sikat Gigi Secara Rutin
Gantilah sikat gigi kita setiap tiga atau empat bulan sekali. Hal ini berguna untuk menghindari kuman yang mungkin menempel di bulu sikat gigi.
3.      Hindari Merokok
Orang yang terlalu sering merokok, pastilah giginya akan tampak kecoklatan dan bau mulutnya tidak sedap.  
4.      Hindari Mengonsumsi Minuman Beralkohol
Minuman beralkohol berpengaruh buruk terhadap kesehatan gigi dan mulut.
5.      Perbanyak Konsumsi Buah dan Sayur
Hal ini akan membantu gigi dan mulut menjadi sehat dari dalam, sehingga akan terhindar dari gigi keropos, bau mulut, dan risiko penyakit gigi dan mulut lainnya.
6.      Manfaatkan Air Jeruk Nipis
Cobalah memakai air jeruk nipis ditambah sedikit garam untuk campuran menyikat gigi. Hal ini bertujuan untuk membuat gigi lebih putih dan bau mulut menjadi harum.
7.      Konsumsi Keju
Protein yang terkandung dalam keju sangat baik untuk mencegah pengikisan email gigi. Keju juga kaya akan kalsium yang membuat gigi lebih kuat.
8.      Pakailah Baking Soda
Untuk menghilangkan plak gigi akibat mengonsumsi kopi atau teh, pakailah baking soda dua kali dalam sebulan.
9.      Jaga Kesehatan Lidah
Agar napas tetap terjaga, sikatlah pula lidah kita tiap kali menyikat gigi. Lidah merupakan salah satu tempat berkembangnya bakteri yang menyebabkan napas tak segar.
10.  Atur Kadar Keasaman
Kadar keasaman akan memengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Makanan yang dapat memengaruhi kadar keasaman di antaranya cokelat, soda kopi, teh, bawang merah/putih, produk susu, tomat, jeruk, mint, serta makanan pedas dan berlemak. Dianjurkan jangan terlalu mengonsumsi jenis makanan tersebut.
11.  Manfaatkan Daun Sirih
Air daun sirih dapat digunakan sebagai obat kumur alami untuk kesehatan gigi dan mulut. Caranya: seduhlah beberapa lembar daun sirih dengan air panas, kemudian diamkan sampai hangat-hangat kuku. Pakailah untuk kumur 2-3 kali dalam sepekan ketika pagi dan malam hari.
12.  Perhatikan Makanan yang Dikonsumsi
Mengonsumsi stroberi diyakini dapat memutihkan gigi secara alami. Sedangkan untuk meminimalisir plak, bisa mengonsumsi apel, pir, wortel, atau seledri. Makanan ini akan memperbanyak produksi air liur yang baik bagi kebersihan gigi. (sumber: majalah Sakinah, ditulis ulang dengan bahasa sendiri).

Selanjutnya, agar gigi dan mulut kita lebih sehat dan aman, sebaiknya kita memakai Pasta Gigi Herbal (PGH) dari HPAI.
Pasta Gigi Herbal HPAI
PGH mengandung herbal: Miswak/Kayu Siwak, Daun Sirih, Daun Mint, dan Buah Pinang. PGH berupaya sedikit mungkin menggunakan bahan-bahan kimiawi dan memperbanyak bahan-bahan alami. Misalnya, untuk deterjen PGH menggunakan Sodium Lauryl Sarcosinate yang lebih aman, lembut, dan sedikit busa. Sedikitnya busa berarti PGH tidak memiliki abrasif (pengikisan) yang kuat, sehingga tetap memiliki daya bersih yang tinggi. Sedangkan pasta gigi lain menggunakan Sodium Lauryl Sulfate yang dapat menyebabkan ulser pada orang bermulut kering.
PGH juga tidak mengandung fluoride. Fluoride adalah zat yang dapat mempercepat kepikunan.
Oleh karena itu, mulai sekarang mari beralih ke Pasta Gigi Herbal (PGH) dari HPAI.
Persembahan dari “PONDOK HERBA ANDONG”,
alamat: Bandung RT 20/03, Beji, Andong, Boyolali 57384
HP. 0817-6041817 (WA), 0857-19856253.

Senin, 09 November 2015

Peluang Bisnis Herbal untuk Kesehatan dan Kecantikan


Bismillah...

Punya banyak kenalan, relasi, komunitas, pertemuan arisan, PKK, pengajian, organisasi, dll?

Yuk, kita potensialkan, jadikan setiap aktivitas kita lebih bermanfaat dan produktif.

Insya Allah HPAI siap berbagi peluang yang sangat luar biasa.

Peluang meraih sukses dunia akhirat dengan sesuatu yang halal. Peluang meraih hidup sehat penuh makna dengan konsep Thibbun Nabawi. Peluang menjadi Dokter Pribadi di rumah sendiri dengan mudah dan sederhana. Peluang bisnis yang halal dan barakah dengan konsep rumahan, mudah, murah, dan prospektif. Peluang bertemu saudara yang penuh semangat.

Anda Mau?
 
(Persembahan PT Herbal Penawar Alwahida Indonsia – HPAI)

Untuk bisa mendapatkan produk HPAI, kita bisa menjadi KONSUMEN Biasa atau AGEN. Yang pasti, dengan menjadi AGEN akan lebih banyak keuntungannya dibanding hanya sekedar menjadi KONSUMEN.

HPAI memberikan dua PELUANG yang bisa kita ambil selaku AGEN, yaitu:
1.      BISNIS
2.      ILMU

Dengan BISNIS, kita bisa menjadi usahawan Muslim layaknya Abdurrahman bin Auf atau Siti Khodijah abad 21. BISNIS HPAI yang bisa kita jalankan adalah: Agen Herba, Bisnis Jaringan, Halalmart HPAI.

Dengan ILMU, kita berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan mampu memaksimalkan potensi yang Allah anugerahkan kepada kita. ILMU yang bisa kita dapatkan antara lain: Kuliah Herba Thibbunnabawi (KHT), HPAI Business Coaching (HBC), Kepemimpinan, Pembinaan Karakter, dll.

Insya Allah dengan kita berada di komunitas Halal Network HPAI membuat diri kita menjadi (5-S): Selamat, Sehat, Smart, Sejahtera, dan banyak Saudara.

Untuk mendaftar menjadi Agen HPAI hanya Rp 30.000,- dengan fasilitas:
1)      Kartu Agen (Diskon)
2)      Buku Panduan Sukses
3)      Buku Katalog Produk
4)      Personal Web AVO (Agent Virtual Office)
5)      Free Konsultasi Bisnis dan Herbalis

Anda dan keluarga sudah menjadi AGEN HPAI?

Atau mau langsung punya Toko Herbal-Halalmart, bisa langsung menjadi Stokist. Hanya dengan modal Rp 5 juta, barang akan dikirim sampai tujuan di seluruh Indonesia tanpa ongkos kirim/GRATIS. Barang yang dibeli bisa sesuai pilihan sendiri berdasarkan yang ada di katalog produk. Ada garansi 3 (tiga) bulan, jika ada barang yang tidak laku bisa ditukar; bahkan jika tidak laku sama sekali bisa dikembalikan (syarat dan ketentuan berlaku).
Jika menjadi Stockist tidak harus ditunggu setiap hari seperti toko biasa, tapi bisa dipasarkan orang per orang (door to door) atau mencari agen (member) baru HPAI di daerah sana agar mereka yang membantu memasarkannya.

Info Member/Stockist: Trimanto (0817-6041817 WA / 0857-19856253)

Rabu, 15 Juli 2015

Puisi: Tuhan dan "Tuhan" Kita



Puisi
TUHAN DAN “TUHAN” KITA

Sekarang ini,
Baik Tuhan maupun “Tuhan” telah kian populer
namaNya amat sering disebut-sebut
peran sertanya dalam pembangunan (lokal, nasional, regional, internasional) dan akhirat makin diperhitungkan
dengan kalkulator, orang menghitung berapa potensi Tuhan sebagai faktor produksi
Ia sama sekali tidak konsumtif
Ia merupakan blunder dari mekanisme pasar
Tapi Ia juga dipuja-puji
Sebaliknya, tak jarang Ia juga dimaki-maki dan di-gerundeli
Orang minta di-keloni Tuhan bak babi buta atau kerbau tuli
Tapi orang juga ngambek, purik, bahkan minggat dariNya,
Meskipun terpaksa ketemu Dia juga di mana pun,
Dalam wajahNya yang mungkin sudah tidak mirip dengan yang dianggapnya semula

Tuhan menjadi psikiater, sekaligus kambing hitam
Bagi orang yang mengalami patah hati sosial, ekonomi, politik, dan budaya
Tuhan juga menjadi sepah, yang habis manis lantas dibuang
Orang baik-baikan sama Tuhan kalau lagi butuh
Dipuji wajahnya ganteng ketika orang mendapat rejeki
Tuhan dipanggil-panggil, di-rasani sambil petan, lobi, andok di warung bajigur, rapat redaksi, atau seminar kemiskinan di hotel bintang 6
Tuhan makin dicintai baik dengan cara menggandeng tanganNya maupun dengan membenciNya
Tuhan ‘diadakan’ dan ‘ditiadakan
Keduanya sama mesranya, sama sakralnya, sama khusyu’ dan fanatiknya

Tuhan makin populer,
Namun karena itu, berlangsung di kalangan masyarakat manusia, maka popularitasNya bersifat manusiawi
Kadang agak hewani, terkadang bau-bau Ilahi
Manusia hanya sedikit lebih dari binatang
tapi ia menjadi istimewa karena seolah-olah kerasukan Tuhan
di satu pihak, ia merasa dialah sang Tuhan
di lain pihak, manusia saja yang terasa ada
dalam formulasi ke-ada-an yang nge-Tuhan jua
demikianlah, Tuhan bagaikan Cocacola, Cocacola bagaikan Tuhan
‘di mana saja’ dan ‘kapan saja’
Dengan pengakuan atau pengingkaran
Dengan namaNya maupun pseudo-asmaNya
Manusia mengepung Tuhan
Manusia mengepung yang disebut ketiadaan Tuhan
Atau,
Tuhan mengepung manusia
Tuhan mengepung lingkaran ketiadaan Tuhan dalam diri manusia
Asyik .....
Tuhan sendirian, namun mengepung miliaran manusia

Saudara, saudara!
Sepengetahuan orang banyak, Tuhan berdomisili di rumah agama
begitu banyak orang mengerumuni rumah itu
Baik untuk tempat pelarian maupun sebagai sumur dari teori kemajuan
Rumah tinggal Tuhan seperti gua Ali Baba – yang menyimpan harta karun misterius
Yang kini orang datang untuk menagih ‘hutang
Ayo Tuhan, katanya Kamu adil, mana keadilan sosial?
Katanya agamaMu merangsang kreativitas
Mengapa orang-orang lama mementingkan kejumudan dan orang-orang baru menyembah konsumsi?
Rumah Tuhan dianggap warisan tuan-tuan tanah kaya Eropa abad pertengahan atau haji-haji desa Jawa
Kini orang-orang berduyun-duyun menyelenggarakan ‘duel’ perhitungan baru, politis dan ekonomis
Tuhan merupakan oknum yang tersangkut amat serius dalam hal ini
Orang bertanya “Apakah Tuhan bersedia menjadi salah seorang menteri dalam kabinet pembangunan, inisiator industri, manajer perusahaan, pengiklan politik, misionaris Keluarga Berencana, legitimator tebu intensifikasi, hostes pariwisata Borobudur, memobolisasi buruh pabrik

Apakah Tuhan merupakan faktor produktif atau menjadi biang kebangkrutan pembangunan
Sama sekali tidak tergantung pada Tuhan, melainkan pada diri kita sendiri
Pada semua pejalan pembangunan dan pengubah sosial
Sejak sekian ribu juta tahun sebelum Masehi
Tuhan sudah menyediakan segala sesuatu yang kini merepotkan kita
Dengan segala pekerjaan internasional yang kita sebut pembangunan
Kini, ...
Ketika banyak hal di dalam yang disebut pembangunan itu, ternyata omong kosong
Tiba-tiba kita menggugat Tuhan, menuduhNya, membuangNya
Atau justru mengadu kepadaNya
Seakan-akan Ia adalah putra Pak Karto Semprul
Yang kita kejar-kejar supaya ikut gugur-gunung melaksanakan pembangunan
Kita mengembangkan peradaban yang cenderung makin keliru mengenaliNya
Keliru mengeksploitasi Tuhan untuk kepentingan monopoli ekonomi-politik
Keliru memahami Tuhan sebagai Bhatara Wisnu
Yang akan menitis lagi ke satu oknum di bumi setelah Sri Kresna – titisan ke-10

Kita kurang melihat Tuhan sebagai nilai yang merangsang cakrawala kreativitas manusia
Tuhan kita asosiasikan sebagai suatu kuantitas personal atau figur yang berada di luar diri kita – langit yang mewah dan elitis
Tuhan seperti seorang pemberi hadiah yang seolah-olah masih punya hutang anugerah kepada kita
Seolah-olah apa yang sudah dimiliki oleh manusia di dalam dirinya belum merupakan anugerah
Kita memanggil-manggil Tuhan sebagai sesuatu yang luks
Sehingga orang lain berputus asa
Menganggap Tuhan itu bikinan kita sendiri
Tuhan dianggap sebagai penghalang pembangunan

Di satu pihak,
Orang mengeksploitir nilai Tuhan untuk menindas
Di pihak lain,’orang meratuadilkan Tuhan
Sehingga mereka tak bekerja keras untuk memperjuangkan dirinya

(diambil dari buku “Sedang Tuhan pun Cemburu” karya Emha Ainun Nadjib subjudul Petruk, Agama, dan Perubahan Sosial)




Jumat, 19 Juni 2015

Hakikat Kerja Dalam Agama




HAKIKAT KERJA DALAM AGAMA
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)


Ada orang yang bekerja sekedar menjalankan perintah, mengerjakan tugas. Ada lagi yang bekerja hanya ABS (Asal Bapak Senang), menyenangkan atasannya. Ada pula yang bekerja cuma setengah hati, tanpa kualitas tanpa spiritualitas.
Ada orang bekerja dengan cara merugikan orang lain, berbuat curang, zhalim, hingga menipu. Pada tingkatan yang parah, bekerja dengan cara yang tidak halal, seperti mencuri, baik mencuri dalam pengertian yang sesungguhnya maupun mencuri secara “halus” atau kita kenal sebagai korupsi.
Banyak orang menganggap bahwa bekerja hanya sekedar mencari uang semata. Bekerja hanya untuk mencari penghidupan jasmaniah saja. Bekerja cuma agar bisa makan dan tidak sampai kelaparan. Mereka memisahkan urusan kerja dengan urusan ibadah. Mereka memisahkan antara urusan dunia dengan urusan akhirat. Bahwa kerja tak ada hubungannya dengan kehidupan rohaniah. Bahwa kerja terbebas dari nilai-nilai spiritual.

Hakikat Kerja
Secara etimologis, “kerja” berarti kegiatan melakukan sesuatu. Sebagai kata dasar, istilah kerja mengandung suatu proses dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan berkaitan dengan gerakan yang dilakukan manusia.  Menurut Abdul Aziz al-Qussy yang menulis buku diterjemahkan oleh Zakiah Daradjat dengan judul Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental,menjelaskan bahwa perbuatan atau gerak yang terjadi pada diri manusia terdiri dari dua jenis, yaitu pertama, perbuatan atau gerak yang dilakukan dengan sengaja yang didasari oleh akal pikiran, kedua, perbuatan atau gerak yang dilakukan secara spontan, seperti gerakan pada bayi. 
Kerja yang didasari oleh akal untuk mencapai tujuan tertentu biasanya diiringi proses melakukan tindakan atau pekerjaan secara sistematis dan beraturan. Sisi beraturan satu pekerjaan merupakan gambaran yang nyata bahwa setiap pekerjaan tersebut mengandung makna tertentu. Sementara kerja sisi yang kedua hanya merupakan gerak atau kerja yang terjadi tanpa dorongan atau proses berpikir.
Dalam Islam disebutkan “Tiadalah Kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56). Dari ayat ini jelas bahwa manusia diciptakan ke dunia tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Namun, tidak sedikit umat Islam yang menafsirkan ibadah di sini hanya ibadah mahdhah (vertikal) semata, seperti shalat, puasa, zakat, dzikir, atau membaca kitab suci. Padahal ibadah yang dimaksud mencakup pula ibadah ghairu-mahdhah (horisontal), seperti belajar, bertetangga, kegiatan sosial, dan tentunya bekerja.
Dalam Alkitab dinyatakan “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya” (Kolose 3:23-24). Dalam keyakinan Hindu pun, dalam Bhagavadgita III.14 menyatakan bahwa “yadnya berasal dari karma”.  Ini berarti bahwa dalam yadnya perlu adanya kerja, karena dalam yadnya menuntut adanya perbuatan. Tuhan menciptakan alam beserta isinya diciptakan dengan yadnya maka patutlah manusia pun melaksanakan yadnya untuk memelihara kehidupan didunia ini. Tanpa adanya yadnya maka perputaran roda kehidupan akan berhenti.
KERJA mendapat tempat dan perhatian khusus dalam agama-agama. Orang yang meyakini Tuhan akan melakukan kerja. Kerja dan amal shalih merupakan wujud iman seseorang. Bergerak dan berbuat sesuatu karena dorongan ilahiyah.
Antara ibadah vertikal dan ibadah horisontal terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Orang yang melakukan shalat atau puasa, harus tergerak untuk bekerja dan beramal kebajikan untuk kemaslahatan bersama. Sebaliknya, orang melakukan kerja harus diniatkan untuk beribadah dan dalam rangka menebarkan nilai-nilai rohaniah dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan diciptakannya manusia untuk beribadah (bekerja) sejalan dengan peran yang akan dijalankan manusia, yaitu sebagai khalifah di bumi.
Ketika banyak PNS yang keluyuran saat jam kerja atau pulang sebelum waktunya, reward yang tak berbanding lurus dengan kinerja, anggota dewan yang absen rapat, mereka belum memahami hakikat kerja. Ketika orang menghabiskan waktunya untuk sekedar ngobrol ngalor-ngidul, nongkrong atau kongkow, main game, main kartu, bahkan hanya duduk berdiam diri; ia sesungguhnya telah membuang-buang waktu dan mengingkari kerja.
Begitu banyak oknum di negeri ini yang sedikit bekerja tapi mengharap hasil atau imbalan yang banyak, bahkan lebih dari banyak. Mereka belum memberikan yang terbaik untuk negara, bahkan belum bekerja, tapi sudah menuntut berbagai fasilitas dan tunjangan. Dan ketika keserakahan mereka telah memuncak, tanpa malu dan tanpa ragu mereka menilep uang negara lewat korupsi.

Kerja adalah Amanah
Ketika orang memandang kerja bukan sebagai amanah, tapi lebih kepada alat, kekuasaan, aji mumpung; maka sudah pasti ia akan memanfaatkan pekerjaan itu untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, untuk menumpuk kekayaan, atau memuaskan nafsu keserakahan. Bahkan, ia rela melakukan tindakan amoral dan melawan hukum demi mencapai tujuannya, seperti manipulasi, rekayasa, kolusi, markup, dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya.
Lain halnya yang memandang kerja sebagai amanah, ia akan melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan berdedikasi, penuh semangat dan antusias, produktif dan prestatif; serta yang amat vital adalah bahwa pekerjaannya itu nanti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan dengan semangat keimanan, lewat pekerjaannya ia akan berusaha memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada orang lain.
Sebagai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan, manusia harus melaksanakan tugas dan amanat kekhalifahannya dengan baik di muka bumi. Hidup tidak hanya dimaknai sebagai anugerah (kenikmatan), tetapi sebagai amanah yang menuntut tugas dan tanggung jawab.
Sekurang-kurangnya ada empat tingkatan pemahaman manusia dalam memaknai pekerjaannya. Pertama, orang yang bekerja untuk hidup (to live), bukan hidup untuk bekerja. Motif utama pekerjaannya adalah fisik-material, atau sekedar mencari sesuap nasi. Ini merupakan fenomena orang kebanyakan. Kedua, orang yang bekerja untuk memperbanyak pertemanan (to love), ia memaknai pekerjaannya tak sekedar mencari uang dan harta, tapi juga untuk memperbanyak pergaulan. Motif utamanya adalah silaturrahmi, relasi sosial, atau komunikasi antarsesama manusia (interhuman relations).
Ketiga, orang bekerja untuk belajar (to learn). Ia memaknai pekerjaannya sebagai sarana mencari ilmu, menambah wawasan, dan meningkatkan keterampilan. Motif utama tipe ketiga ini adalah intelektualisme. Terakhir, orang yang bekerja untuk berbagi kebahagiaan dan mewariskan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada orang lain (to leave legacy). Motif utamanya adalah spiritualisme (rohaniyah). Tipe yang keempat inilah orang yang oleh Nabi saw disebut sebagai khairu an-nas, orang yang paling besar manfaatnya bagi orang lain.
Menurut pengarang kitab Faydh al-Qadir, al-Manawi, manfaat tersebut bisa diberikan melalui ihsan, yaitu kemampuan kita berbagi kebaikan kepada orang lain baik melalui harta (bil al-mal) maupun kekuasan (bi al-jah) yang kita miliki. Sedangkan warisan kebaikan bisa berupa sesuatu yang manfaatnya duniawi (bantuan material) maupun sesuatu yang bernilai ukhrawi, seperti ilmu, ide, pemikiran, atau nasihat yang membawa manusia kepada kebaikan.

Penutup
Sudah seyogyanya seorang yang mengaku beriman dan beragama untuk memahami hakihat bekerja secara baik dan komprehensif agar setiap hal yang dikerjakannya memiliki manfaat bagi dirinya sendiri, bagi orang lain, dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Bekerja adalah tugas suci dan mulia yang harus diemban oleh setiap manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah di bumi, dan menjadi perpanjangan “tangan” Tuhan dalam menegakkan kebenaran.