Cari Blog Ini

Senin, 09 Agustus 2021

Si Thinking vs Si Feeling

 Si THINKING VS SI FEELING


Salam sahabat semua di manapun berada 🌹

Semoga semua tetap SEHAT BAHAGIA DAMAI BERKELIMPAHAN BERKAH DAN SUKACITA SELALUπŸ’–πŸ’ž

Sudah lama saya ingin menulis tentang ini.

Alhamdulillah Tuhan menggerakkan tangan ini melalui pengalaman pribadi yg juga tidak mudah utk dilalui ☺️

Ada banyak teori ttg KEPRIBADIAN di muka bumi ini. Apalagi dalam ilmu Psikologi ngutek2 nya ga jauh dari Kepribadian ini. 

Kali ini saya ingin membahas ttg 2 Dikotomi besar dari 2 tipe KEPRIBADIAN.

yaitu FEELING ( MENGANDALKAN PERASAAN - Cara berpikirnya SUBYEKTIF ) dan THINKING ( MENGANDALKAN PIKIRAN / LOGIKA - Cara berpikir nya OBYEKTIF ).

Dari 2 kata ini tentu sahabat sudah bisa membayangkan bukan orangnya seperti apa ❓

Diatas sudah saya jelaskan ciri2 orang dengan kepribadian FEELING dan THINKING.

Kedua tipe kepribadian ini sebenarnya sangat bertolak belakang atau berada dalam kutub yg berseberangan. 

Bayangkan bila keduanya bertemu. Entah itu dalam bentuk pasangan suami istri, anak - ortu, ortu - anak, mitra kerja, atasan - bawahan.

Tanpa PEMAHAMAN atau KESADARAN akan adanya TIPOLOGI KEPRIBADIAN org yg di dekat kita saat ini, sudah dipastikan yg ada adalah KONFLIK, KETEGANGAN TERUS MENERUS .

Bahkan bisa jadi berakhir dgn perpecahan atau perpisahan. 

Mungkin sudah PAHAM akan ilmunya tapi BELUM MENYADARI bahwa Pasangan, anak , ortu, mitra kita itu ber REAKSI dgn pola reaksi orang FEELING atau THINKING tadi.

 Keduanya memiliki perbedaan alami dalam cara membuat keputusan dan mengalami emosi.

Bukan berarti orang FEELING ( Orientasi PERASAAN ) menjadi kurang mampu BERPIKIR.

Dan sebaliknya orang THINKING ( Orientasi PIKIRAN ) menjadi kurang mampu MERASA.

 PERBEDAAN mendasarnya  adalah dalam proses PERSEPSI dan PENGALAMAN yang muncul secara otomatis saat dipicu oleh suatu kejadian. Si FEELING dan si THINKING Akan mengekspresikan apa   mereka pikirkan dan rasakan dengan cara yg berbeda.   

Meskipun manusia pada umumnya sadar bahwa seseorang berbeda dalam cara mereka mengambil kesimpulan dan mengalami serta mengekspresikan emosi, tapi hanya sedikit yang memahami bahwa perbedaan dalam ekspresi diri ini  didorong oleh kerangka referensi persepsi dan pengalaman bawaan yang berbeda. 

Yang seringkali menjadi perhatian bahkan menjadi masalah adalah perbedaan mendasar dalam pengalaman emosi ketika konflik muncul. 

Si THINKING RESPONNYA  : 

* Memproses pikiran dan mengalami emosi secara obyektif berdasarkan fakta.

* Dasar pengambilan keputusan juga obyektif berdasarkan SEBAB AKIBAT

* Mencari penjelasan yg logis untuk apapun yg terjadi ketika konflik muncul 

* Memiliki konsistensi yg logis dan membumi dalam pikiran, tindakan dan emosi. 

* Secara otomatis  Menafsirkan apa pun yang diungkapkan atau dilakukan yang tidak_ masuk akal secara logis sebagai tidak valid.  


Si FEELING, RESPONNYA : 

 * Selalu mementingkan, Menghubungkan dan  memfasilitasi keharmonisan dalam hubungan manusia.

* Memiliki kepekaan alami terhadap isu-isu keadilan dan inklusi.

*  Disetel ke nada komunikasi.  Jika sampai mengatakan sesuatu dengan TIDAK BAIK NADANYA, maka itu TIDAK BAIK.

*   Rentan untuk merasa bersalah atau buruk di luar REALITAS OBYEKTIF ketika konflik muncul. Atau diluar masalah itu sendiri

* Rentan untuk merasa terluka dan ditolak ketika ditanggapi dengan cara yang netral secara emosional atau blak-blakan.* 

Saat si THINKING dan FEELING Bersatu menjadi PASANGAN 

Penyebab kesulitan yang biasa bagi pasangan yang berbeda ini berasal dari perbedaan mendasar dalam cara mereka mengalami dan mengekspresikan emosi. 

Saat HARMONY terganggu, sebagian besar FEELING yang berorientasi pada perasaan merespon merasa buruk, seolah-olah mereka telah melakukan sesuatu yang salah.  Mengetahui bahwa mereka sebenarnya tidak melakukan sesuatu yang salah biasanya juga tidak membantu.  Bagaimanapun mereka tetap merasa buruk

Ketika perasaan ini dipicu, si FEELING mungkin segera meminta maaf, berharap untuk memulihkan keharmonisan dan menetralisir rasa bersalah yang mereka alami, atau mereka mungkin marah dengan pasangannya karena melakukan sesuatu yang menyebabkan mereka merasa seperti itu.

 Di lain sisi tidak satu pun dari respons ini masuk akal bagi si THINKING yang berorientasi pada pemikiran

Saat si FEELING bisa merasa bersalah dan buruk hanya karena seseorang tidak setuju dengan mereka❓;  Dan mengatakan  bahwa justru pihak lain yg  bersalah karena menyebabkan mereka merasa seperti itu ❓

 Dari perspektif THINKING, tanggapan2 ini tidak masuk akal secara logis dan oleh karena itu tidak valid.

Hal ini sama dengan kondisi bahwa di dunia ini ada orang2 KIDAL, BUKAN KIDAL atau AMBIDEXTROUS ( menggunakan kedua tangannya ), hal tersebut adalah wajar dan normal. 

Yaitu tentang CARA YG BERBEDA antara si FEELING dan THINKING   untuk mengalami dan mengekspresikan pikiran dan perasaannya.

TANTANGAN DALAM BERKOMUNIKASI

Intinya, dua orang yg berbeda secara alami ini harus aktif untuk memahami realitas yang sama. 

Si FEELING disarankan  mencari FAKTA atau DASAR ttg  bagaimana perasaan mereka tentang situasi tersebut.

 Sementara pasangannya yg THINKING berpikir mencari FAKTA atau DASAR mengapa mereka berpikir PERASAAN  pasangannya tidak masuk akal secara logis ❓  

Dengan begitu baru keduanya merasa dapat  memberikan tanggapan yg dibutuhkan pihak lain untuk merasa didengar. 

Tanpa niat yg tulus  atau KESADARAN, penjelasan yang diberikan masing2 pihak untuk membenarkan respons alami dan normal mereka sendiri, secara fakta membatalkan respons alami dan normal pasangan mereka.  

Masalah kecil dari luar dapat memicu pertengkaran emosional yang membuat kedua belah pihak babak belur secara psikologis, saling menyalahkan atas kerusakan yang terjadi, sementara masalah itu sendiri tetap tidak terselesaikan. 

Hal ini menjadi semakin parah saat penyelesaian konflik ketika pasangan juga berbeda dalam dikotomi ekstroversi-introversi.


BAGAIMANA PENYELESAIAN KONFLIK ❓

Faktanya,ketika suatu INFORMASI itu AKURAT, si THINKING dapat menerima keakuratannya. 

Sedangkan si FEELING  biasanya lebih ambivalen. Meskipun informasi tersebut memberikan validasi konkrit mengenai kepekaan dan reaktivitas emosional mereka. 

 INFORMASI tersebut bagi si FEELING tetap tidak memberikan mereka banyak kelegaan dari perasaan yang sudah  terpicu ketika konflik muncul.

Jika mereka menerima pernyataan bahwa ada perbedaan alami antara FEELING DAN THINKING  dan itu NORMAL dalam RESPON yg masing2 keluarkan. Keduanya harus mau mengakui bahwa pasangan mereka : 

 Tidak dapat secara pengalaman terkoneksi dengan bagaimana perasaan dari masing2 mereka ketika konflik itu  muncul 

Oleh karena itu

*si FEELING tidak perlu merasa bersalah atau merasa BURUK atas komentar apapun dari si THINKING..

_*  Ketidaksetaraan yang melekat pada perbedaan dalam mengalami emosi.  Sehingga si FEELING mengalami kesulitan besar untuk menerima fakta apapun yg diberikan oleh si THINKING. 

Pasangannya yang THINKING sebaiknya mampu memberikan penjelasan logis untuk tanggapan berbasis perasaan pasangan mereka yg FEELING. 

Si THINKING sebaiknya mampu melunakkan RESPON mereka secara umum dan menjadi lebih perhatian dan akomodatif ketika konflik muncul. 

Perubahan ini telah membantu banyak pasangan yang merasakan kebencian yang secara otomatis mereka alami selama konflik._ 


JEDA WAKTU DIPERLUKAN 

Adanya pertengkaran yg  eksplosif atau meledak seringkali dihadapi oleh  pasangan yang THINKING dan FEELING ini. Sehingga penting bagi mereka utk menentukan JEDA WAKTU atas pertengkaran ini. 

Sehingga kepatuhan terhadap aturan JEDA WAKTU adalah kebutuhan mutlak sampai mereka mampu mengganti proses penyelesaian konflik destruktif mereka dengan cara yang lebih sehat.  

Si FEELING biasanya mengalami kesulitan untuk mematuhi aturan JEDA waktu ini. Dan membutuhkan waktu yg lebih lama untuk melepaskan EMOSI mereka sampai  pasangan mereka ( THINKING ) bersedia mengakui PERASAAN mereka.

Jika sebuah masalah menjadi bermuatan emosional dan kasar, kemungkinan resolusi menjadi tidak berarti lagi.  

Tingkat tekanan psikis ( gangguan diri ) yang dialami beberapa orang begitu ekstrim sehingga upaya pasangannya untuk menarik diri dapat memicu perilaku putus asa, bahkan kekerasan untuk mencegah pasangannya keluar.  

HARUS ditemukan cara untuk menahan emosi ini jika mereka berharap untuk mengganti proses PERTENGKARAN destruktif mereka dengan yang lebih sehat.

JEDA WAKTU diperlukan untuk : 

 *Setuju dalam waktu mendatang untuk berkumpul kembali dan mencoba lagi, sebelum janji konseling berikutnya.

*Tunggu sampai sesi konseling berikutnya untuk mengatasi masalah tersebut.

*Hubungi konselor untuk melihat apakah tanggal yang lebih awal dapat dijadwalkan untuk bertemu.

*JEDA waktu hampir selalu diminta oleh pasangan yang THINKING dan dibenci oleh pasangan yang FEELING. 


SARAN BAGI SI THINKING

Berusahalah untuk memahami dan mengakomodasi area sensitif pasangan 

Anda BISA mencoba membantu mereka memahami mengapa mereka tidak boleh MERASA seperti itu. 


SARAN BAGI SI FEELING

Gunakan konstruksi berbasis logika saat menjelaskan mengapa anda kesal. 

Contoh: “Meskipun Anda tidak mengerti mengapa saya marah ketika Anda mengatakan itu, faktanya tetap bahwa setiap kali Anda mengatakan itu, saya marah. Mengingat respons saya yang dapat diprediksi, mengapa Anda terus mengatakan itu? "

Begitu masing2 pasangan menyadari bahwa perbedaan alami sedang terjadi, dan bahwa tidak ada yang secara sengaja merespons cara mereka melakukannya untuk mendapatkan caranya sendiri, keduanya akan mampu mengakomodasi dan berkompromi di area yang sebelumnya tidak mungkin..


SALAM SAYANG SELALU

❤️πŸ§‘πŸ’›πŸ’šπŸ’™πŸ’šπŸ’œπŸ€Ž

Shinta Rakhmat Psikolog