Cari Blog Ini

Kamis, 28 April 2016

Lima Prinsip Keyakinan Syiah Imamiyah



LIMA PRINSIP KEYAKINAN SYIAH IMAMIYAH
Oleh: Trimanto B. Ngaderi



Agama Syiah pertama kali dipelopori oleh Abdullah bin Saba, seorang Yahudi Yaman pada masa khalifah Utsman bin Affan ra. Agama ini pada awalnya berkembang di daerah Kufah dan Basrah (Iraq), terlebih sejak kematian Husain bin Ali bin Abi Thalib ra. Untuk perkembangan selanjutnya, agama ini diyakini oleh mayoritas penduduk Iran.

Walau mengaku sebagai Islam, namun ajaran Syiah sangat bertentangan dengan ajaran dan aqidah Islam, bahkan saking jauh tersesatnya, justru mereka sangat memusuhi Islam. Beberapa prinsip aqidah (keyakinan) yang mereka miliki, di antaranya:

1)      Al Imamah/Al Wilayah (Keimamahan/Kepemimpinan)
Mereka meyakini 12 imam/pemimpin dimulai dari Ali bin Abi Thalib ra hingga anak-keturuannya. Mereka memiliki kedudukan yang tinggi dan dianggap sebagai rukun kelima dari rukun Islam.
2)       Ishmah/Ma’shum (terjaga dari dosa dan kesalahan)
Para imam dianggap memiliki sifat ma’shum sebagaimana yang dimiliki para nabi. Mereka diyakini terjaga dari dosa dan kesalahan lahir maupun batin, dari lahir sampai meninggal.
3)      Al Ghaibah (Menghilang)
Meyakini bahwa imam ke-12 Muhammad bin Hasan Al Askari senantiasa akan bersembunyi (tidak menampakkan diri) hingga Allah mengizinkannya keluar.
4)      Ar Raj’ah (Kembali/Bangkit)
Meyakini bahwa Tuhan akan mengembalikan orang/sekelompok kaum yang telah mati ke dunia dalam wujud dan gambaran mereka seperti sedia kala.
5)      Al Bada’
Bahwa Allah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak tampak bagiNya. Mereka menganggap bahwa Allah memiliki sifat jahl (bodoh) dan nisyan (lupa)

Demikianlah, memang Syiah Imamiyah memiliki sikap ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap imam-imam mereka. Mereka dianggap memiliki sifat rububiyah (ketuhanan), yang mengetahui ilmu ghaib, dapat mengatur alam semesta, bahkan menganggap lebih tinggi daripada nabi dan rasul. Dalam beberapa hal, kesesatan mereka malah melebihi kaum Yahudi dan Nasrani.

Beberapa aliran atau istilah yang dinisbatkan kepada Syiah, seperti Ismailiyah, Qaramithah, Bathiniyah, dll.

Kedokteran Modern Mendidik Kita Berpikir dan Bersikap Sekuler



KEDOKTERAN MODERN MENDIDIK KITA
BERPIKIR DAN BERSIKAP SEKULER
Oleh: Trimanto B. Ngaderi


Kita semua tahu bahwa manusia terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani, raga dan jiwa, jasad dan ruh, lahir dan batin. Unsur yang satu kasat mata, bisa dilihat, bisa diraba; sedangkan yang lainnya tak kasat mata, tak bisa dilihat, tak bisa diraba, namun bisa dirasakan kehadirannya dan disadari keberadaannya. 

Kedua unsur tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. keduanya saling berinteraksi, saling berkomunikasi, dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Kondisi fisik akan berpengaruh kepada kondisi kejiwaan, demikian sebaliknya. Jika badan sakit, jiwa akan terpengaruh, jika jiwa yang sakit, maka badan pun akan merasakannya. Sakit yang diderita jasmani, bisa jadi disebabkan oleh jiwa yang sakit, pun jiwa yang tidak beres bisa jadi karena jasad sedang tidak sehat.

Perlakuan Dunia Kedokteran
Secara umum, praktisi kedokteran memperlakukan pasiennya cenderung sebagai objek semata, dalam arti ia hanya makhluk fisik semata. Sakit mereka sering dihubungkan dengan turunnya sistem kekebalan, terserang bakteri-virus, kelelahan, pola makan, dan sebaginya. Perhatian secara rohaniah nyaris tidak ada.
Padahal bisa jadi sakit kepala yang diderita pasien disebabkan oleh kondisi/peristiwa kejiwaan, seperti tertekan, kecewa, marah, dan semacamnya. Bisa jadi sakit perut yang dirasakannya karena faktor batin/emosi, seperti kecemasan, iri dengki, kesombongan, dll. Bisa jadi gangguan jantung yang menderanya diakibatkan oleh nafsu serakah, gila harta/jabatan, takut korupsinya terbongkar.

Pertanyaan yang biasa dilontarkan praktisi kedokteran ketika memeriksa pasien seputar: apa yang sekarang dirasakan, berapa lama, bagaimana pola makan, pola tidur, merokok tidak, dll. Diagnosa yang sering diterapkan seperti pemeriksaan denyut nadi-jantung, tensi darah, cek lidah atau mata.
Jarang sekali menanyakan sedikit latar belakang pasien, seperti pekerjaan, latar sosial-ekonomi, perilaku atau kebiasaan sehari-hari, apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan, adakah masalah yang sedang dihadapi, dan berbagai aspek yang berkaitan dengan ruhani atau spiritual; yang sangat mungkin berkaitan dengan penyakit yang diderita.

Bahkan, jika pasien yang mengantri membludak, proses pemeriksaan/pengobatan hanya berlangsung kurang dari 5 menit, atau malah hanya 2-3 menit saja. Ditanya sekilas, tensi darah, langsung dikasih resep/obatnya. Bisa dibilang, kita datang bukan untuk periksa/berobat, tapi sekedar beli obat.  

Pengobatan Holistik
Jika pasien diperlukan tak lebih sebagai objek atau makhluk fisik semata, sebenarnya manusia tak ubahnya seperti benda-benda mati lainnya, seperti tanah, batu, air, gunung, kayu dan sebagainya. Manusia seakan tak punya jiwa, ruh, rasa, emosi. Manusia telah diabaikan aspek ruhaninya. 

Jika mengendaki kesembuhan secara menyeluruh, sembuh lahir-batin; bukan sekedar mengobati gejala atau rasa sakitnya saja. Sementara penyakitnya itu sendirinya (akar) masih tetap ada. Maka, dikenallah sebuah metode pengobatan, yaitu pengobatan holistik. Sebuah pengobatan yang menggabungkan kedua aspek pada diri manusia, yaitu jasmani dan rohani. 

Pengobatan holistik, selain melakukan diagnosa dan pemberian obat, juga dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi batiniah pasien. Apa yang sedang dirasakan, yang sedang dipikirkan, kondisi mental dan psikologis, sikap dan perilakunya, latar belakang keluarga dan sosial-ekonomi, keyakinan, harapan, dan masih banyak lagi.

Thibbun Nabawi
Thibbun Nabawi adalah kedokteran Islam yang bersumber dari ajaran Nabi Muhammad saw dan sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Kedokteran Islam memiliki tiga prinsip utama, yaitu:

a.       Obatnya berbahan alamiah (herbal)
Berasal dari tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki khasiat obat, yang aman dikonsumsi dan tanpa efek samping, bahkan ketika diminum dalam kondisi sehat sekalipun (untuk pencegahan).

b.      Keyakinan
Bahwa obat hanya sebagai sarana/perantara saja, sedangkan kesembuhan datang dari Allah Yang Mahapenyembuh. Jadi tidak perlu fanatik terhadap dokter atau obat tertentu, mereka hanya wasilah semata. Kesembuhan tidak harus karena obatnya mahal atau ditangani oleh dokter atau rumah sakit ini itu. Kesembuhan bisa datang dari obat yang sederhana dan murah. Faktor “jodoh” juga sangat menentukan dalam mencari kesembuhan.

c.       Berbahan halal
Inilah yang paling pokok dalam Islam. Selain cara berobatnya tidak melanggar aturan agama, obat yang dikonsumsi pun bahannya harus halal. Tidak boleh mengandung bahan babi atau sesuatu yang diharamkan oleh Allah.

Demikian semoga bermanfaat.