KEDOKTERAN MODERN
MENDIDIK KITA
BERPIKIR DAN
BERSIKAP SEKULER
Oleh: Trimanto B.
Ngaderi
Kita semua tahu bahwa manusia terdiri dari dua unsur,
jasmani dan rohani, raga dan jiwa, jasad dan ruh, lahir dan batin. Unsur yang
satu kasat mata, bisa dilihat, bisa diraba; sedangkan yang lainnya tak kasat
mata, tak bisa dilihat, tak bisa diraba, namun bisa dirasakan kehadirannya dan
disadari keberadaannya.
Kedua unsur tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu
sama lain. keduanya saling berinteraksi, saling berkomunikasi, dan tidak dapat
dipisah-pisahkan. Kondisi fisik akan berpengaruh kepada kondisi kejiwaan,
demikian sebaliknya. Jika badan sakit, jiwa akan terpengaruh, jika jiwa yang
sakit, maka badan pun akan merasakannya. Sakit yang diderita jasmani, bisa jadi
disebabkan oleh jiwa yang sakit, pun jiwa yang tidak beres bisa jadi karena
jasad sedang tidak sehat.
Perlakuan Dunia Kedokteran
Secara umum, praktisi kedokteran memperlakukan pasiennya cenderung
sebagai objek semata, dalam arti ia hanya makhluk fisik semata. Sakit mereka
sering dihubungkan dengan turunnya sistem kekebalan, terserang bakteri-virus,
kelelahan, pola makan, dan sebaginya. Perhatian secara rohaniah nyaris tidak
ada.
Padahal bisa jadi sakit kepala yang diderita pasien
disebabkan oleh kondisi/peristiwa kejiwaan, seperti tertekan, kecewa, marah,
dan semacamnya. Bisa jadi sakit perut yang dirasakannya karena faktor
batin/emosi, seperti kecemasan, iri dengki, kesombongan, dll. Bisa jadi
gangguan jantung yang menderanya diakibatkan oleh nafsu serakah, gila
harta/jabatan, takut korupsinya terbongkar.
Pertanyaan yang biasa dilontarkan praktisi kedokteran ketika
memeriksa pasien seputar: apa yang sekarang dirasakan, berapa lama, bagaimana
pola makan, pola tidur, merokok tidak, dll. Diagnosa yang sering diterapkan
seperti pemeriksaan denyut nadi-jantung, tensi darah, cek lidah atau mata.
Jarang sekali menanyakan sedikit latar belakang pasien,
seperti pekerjaan, latar sosial-ekonomi, perilaku atau kebiasaan sehari-hari,
apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan, adakah masalah yang sedang dihadapi,
dan berbagai aspek yang berkaitan dengan ruhani atau spiritual; yang sangat
mungkin berkaitan dengan penyakit yang diderita.
Bahkan, jika pasien yang mengantri membludak, proses
pemeriksaan/pengobatan hanya berlangsung kurang dari 5 menit, atau malah hanya
2-3 menit saja. Ditanya sekilas, tensi darah, langsung dikasih resep/obatnya. Bisa
dibilang, kita datang bukan untuk periksa/berobat, tapi sekedar beli obat.
Pengobatan Holistik
Jika pasien diperlukan tak lebih sebagai objek atau makhluk
fisik semata, sebenarnya manusia tak ubahnya seperti benda-benda mati lainnya,
seperti tanah, batu, air, gunung, kayu dan sebagainya. Manusia seakan tak punya
jiwa, ruh, rasa, emosi. Manusia telah diabaikan aspek ruhaninya.
Jika mengendaki kesembuhan secara menyeluruh, sembuh
lahir-batin; bukan sekedar mengobati gejala atau rasa sakitnya saja. Sementara
penyakitnya itu sendirinya (akar) masih tetap ada. Maka, dikenallah sebuah
metode pengobatan, yaitu pengobatan holistik. Sebuah pengobatan yang
menggabungkan kedua aspek pada diri manusia, yaitu jasmani dan rohani.
Pengobatan holistik, selain melakukan diagnosa dan pemberian
obat, juga dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi batiniah pasien. Apa yang
sedang dirasakan, yang sedang dipikirkan, kondisi mental dan psikologis, sikap
dan perilakunya, latar belakang keluarga dan sosial-ekonomi, keyakinan,
harapan, dan masih banyak lagi.
Thibbun Nabawi
Thibbun Nabawi adalah kedokteran Islam yang bersumber dari ajaran
Nabi Muhammad saw dan sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Kedokteran Islam
memiliki tiga prinsip utama, yaitu:
a.
Obatnya berbahan alamiah (herbal)
Berasal dari tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki khasiat obat,
yang aman dikonsumsi dan tanpa efek samping, bahkan ketika diminum dalam
kondisi sehat sekalipun (untuk pencegahan).
b.
Keyakinan
Bahwa obat hanya sebagai sarana/perantara saja, sedangkan kesembuhan
datang dari Allah Yang Mahapenyembuh. Jadi tidak perlu fanatik terhadap dokter
atau obat tertentu, mereka hanya wasilah semata. Kesembuhan tidak harus
karena obatnya mahal atau ditangani oleh dokter atau rumah sakit ini itu.
Kesembuhan bisa datang dari obat yang sederhana dan murah. Faktor “jodoh” juga
sangat menentukan dalam mencari kesembuhan.
c.
Berbahan halal
Inilah
yang paling pokok dalam Islam. Selain cara berobatnya tidak melanggar aturan
agama, obat yang dikonsumsi pun bahannya harus halal. Tidak boleh mengandung
bahan babi atau sesuatu yang diharamkan oleh Allah.
Demikian semoga bermanfaat.