UT INOVATIF, MAHASISWA PUN HARUS KREATIF DAN PRESTATIF
Oleh: Trimanto*)
Seorang temanku,
sebut saja namanya Joko, berkata bahwa kalau cuma lulus SMA hidup tidak akan
maju. Ia menyatakan keinginannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Tapi
sejauh yang ia tahu, kuliah bagi karyawan hanya bisa di perguruan tinggi swasta
dengan mengambil kelas malam atau kelas Sabtu-Minggu. Itu pun dengan biaya yang
jauh dari jangkauan.
Ternyata ia
belum tahu kalau ada perguruan tinggi negeri dengan biaya terjangkau dan bisa
belajar secara mandiri. Bahkan, sekretariat atau kampusnya berada di setiap
ibukota provinsi dan beberapa perwakilan di luar negeri. Jarak dan lokasi tidak
menjadi hambatan, karena proses belajarnya bisa jarak jauh dan sekarang dengan
bantuan teknologi internet, semuanya bisa serba online. Syarat mendaftar tidak
ada batasan usia maupun nilai tertentu, dan dalam setahun dibuka dua kali
pendaftaran.
“Kok aku baru
tahu kalau ada Universitas Terbuka”, pekiknya penuh antusias usai mendengar penjelasanku.
Singkat cerita, ia memutuskan untuk mendaftarkan diri dan memintaku untuk
membantu mengantarkannya ke kampus Universitas Terbuka terdekat.
Dari cerita
singkat di atas, ternyata masih ada (mungkin masih banyak) orang yang belum
mengetahui tentang Universitas Terbuka (UT), walau ia tidak tinggal di daerah
terpencil.
Inovasi UT
UPBJJ UT Surakarta, Jl. Raya Solo-Tawangmangu KM 9,5 |
UT http://www.ut.ac.id melakukan langkah yang
kreatif dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di perguruan tinggi, yaitu
sistem belajar jarak jauh, dengan membuka Unit Pelayanan Belajar Jarak Jauh
(UPBJJ) di setiap ibukota provinsi dan perwakilan di luar negeri. Disebut
sistem belajar jarak jauh karena dalam proses belajarnya, si mahasiswa tidak
harus datang ke kampus baik dalam urusan administrasi maupun kegiatan belajar
itu sendiri. Semuanya bisa dilakukan secara jarak jauh baik via surat-menyurat
atau media online, seperti kegiatan registrasi, pembayaran SPP dan modul, ujian,
nilai ujian, dan lain-lain.
Inovasi yang
luar biasa tersebut ternyata memberi banyak kemudahan sekaligus solusi bagi
mereka yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, namun memiliki berbagai keterbatasan,
seperti biaya, jarak/lokasi, usia, atau waktu. Bahkan, ketika kita berada dalam
kondisi tertentu, UT memberikan kesempatan untuk mengambil cuti selama maksimal
empat kali masa registrasi (semester).
Inovasi lain
terkait dengan prasarana-sarana belajar mengajar banyak sekali. Mulai dari CD
interaktif sebagai pelengkap modul, bekerja sama dengan radio dan televisi
untuk siaran mata kuliah, maupun sarana yang bersifat online (tutorial, latihan
soal, diskusi, perpustakaan, dll).
Ke depan, UT
akan terus-menerus melakukan inovasi guna memberikan kemudahan-kemudahan bagi
mahasiswa dalam belajar dan memahami mata kuliah yang sedang diambil. Akhirnya
dikembalikan lagi kepada mahasiswa sendiri, apakah akan menggunakan berbagai
fasilitas yang telah disediakan UT tersebut atau tidak.
Maka layaklah
jika UT memiliki motto “Making Higher
Education Open to All”.
Mahasiswa Harus Kreatif
dan Prestatif
Kalau UT sudah
melakukan inovasi pendidikan sedemikian rupa, maka mahasiswa UT pun harus bisa
mengimbanginya dengan menjadi mahasiswa yang kreatif dan prestatif. Akan
menjadi suatu hal yang sia-sia tentunya berbagai inovasi yang telah dilakukan
UT tanpa direspons secara baik oleh mahasiswanya.
Dengan sistem
belajar yang mandiri dan harus bekerja untuk mencari nafkah; aku berpikir hal
itu bukanlah suatu halangan atau hambatan untuk maju dan sukses, tapi justru
menjadi pendorong agar aku menjadi mahasiswa yang berkualitas dan berprestasi. Wajar
jika orang yang kuliah di PTN/PTS konvensional bisa sukses dan berprestasi,
tapi akan luar biasa jika dalam
berbagai keterbatasan dan kondisi mahasiswa UT bisa juga sukses dan
berprestasi, atau bahkan malah melebihi yang kuliah di kampus konvensional.
Aku sangat
prihatin jika melihat mahasiswa UT hanya asal kuliah, formalitas, sekedar mencari gelar, biar bisa naik pangkat
atau dapat tunjangan di tempat kerja kalau sudah S1, terpaksa di UT karena
tidak diterima di PTN idaman, dan lain-lain. Biasanya mereka hanya registrasi, baca
modul, dan ujian. Setelah ujian semua materi yang dibaca hilang lagi (lupa)
karena memang dia belajar niatnya agar bisa mengerjakan ujian.
Menurutku,
kuliah di UT tidak sekedar baca modul (menghafal) kemudian ujian, tapi kita
harus benar-benar memahami materi ajar yang ada di modul. Pemahaman dalam arti
mengerti materi, kemampuan merekam (internalisasi), kegunaan materi ajar dalam kehidupan
sehari-hari serta mampu menghubungkan materi ajar satu dengan materi ajar
lainnya secara integratif dan komprehensif.
Komunitas Forum Belajar Ilmu Komunikasi (FORBIK) UT Surakarta |
Untuk
memperkuat pemahaman tersebut, biasanya aku mengajak teman-teman untuk sering
berdiskusi lewat belajar kelompok. Dengan berdiskusi, akan dapat mengasah otak
dan kemampuan berpikir kita, kebiasaan berbicara dan mengeluarkan pendapat, adu
argumen dan sikap kritis, dan yang pasti ada proses take and give yaitu saling menerima dan memberi, sehingga bisa
memperkaya wawasan dan pemahaman kita akan suatu hal. Untuk kegiatan diskusi
online, UT telah menyediakan ruang khusus di http://www.ut.ac.id
Belajar (teori)
penting, tapi praktik jauh lebih penting. Dalam mempelajari ilmu komunikasi
terutama bidang jurnalistik, aku aplikasikan lewat praktik menulis. Aku rajin
menulis baik fiksi maupun nonfiksi, dan aku coba kirimkan ke media massa (surat
kabar, majalah). Juga rajin menulis di blog, forum internet, groups, notes
facebook, citizen journalism, dll. Termasuk kunjungan ke kantor surat kabar.
Untuk
mempraktikkan teori kehumasan, aku bergabung dengan banyak organisasi, baik
organisasi keagamaan, organisasi sosial, organisasi politik, atau komunitas
tertentu. Di tempat kerja, teori kehumasan dapat juga kita praktikkan, walau
dalam skala dan konteks yang berbeda. Dalam sosial media, groups, atau forum di
internet, kita pun bisa praktik menjadi humas.
Sedangkan dalam
bidang broadcasting (kepenyiaran),
aku biasanya praktik dengan tampil di panggung atau di acara tertentu, mencoba
merekam suatu event, membuat film atau iklan mini, juga kunjungan ke kantor
radio atau televisi.
Penutup
Pada akhir
tulisan ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada UT yang telah
melakukan berbagai inovasi di dunia pendidikan, sehingga dalam berbagai
keterbatasan dan kondisi yang saya miliki, saya bisa melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi. UT telah banyak memberi kemudahan-kemudahan kepada saya untuk
memahami bahan ajar untuk kemudian saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari,
baik di lingkungan tempat bekerja maupun di masyarakat luas pada umumnya. Dengan
kuliah di UT, saya bisa sambil bekerja untuk mencari nafkah sekaligus membiayai
kuliah saya sendiri.
Point yang tak kalah penting adalah seseorang dinilai bukan dari kampusnya, tapi dari kualitas pribadinya. Lulusan perguruan tinggi luar negeri sekalipun, kalau tidak berkualitas apalagi sekedar gaya-gayaan, ya jelas percuma kan?
Point yang tak kalah penting adalah seseorang dinilai bukan dari kampusnya, tapi dari kualitas pribadinya. Lulusan perguruan tinggi luar negeri sekalipun, kalau tidak berkualitas apalagi sekedar gaya-gayaan, ya jelas percuma kan?
Sebagai
ungkapan terakhir, saya ingin meneriakkan “UT, Gue Banget Gicu Loch!”
*) Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka
(Tulisan ini dibuat untuk
mengikuti lomba blog dari Univeristas Terbuka dalam rangka memperingati HUT
Universitas Terbuka ke-30. Tulisan adalah hasil karya sendiri dan TIDAK
merupakan jiplakan).