Cari Blog Ini

Kamis, 17 November 2016

Puisi PKH: Siapa Bilang Aku Miskin



SIAPA BILANG AKU MISKIN
Oleh: Trimanto B. Ngaderi


Memang, rumahku terbuat dari bambu
Memang, rumahku masih berlantaikan tanah
Memang, kutidur beralaskan tikar pandan
Memang, istriku memasak berbahan bakar kayu

Namun,
Setiap waktu orang hilir-mudik bertamu ke rumahku
Ada perangkat desa, petugas sensus, pegawai dinsos, TKSK, pendamping PKH
Dan entah apa lagi

Mereka banyak bertanya
Meminta KPT-KK
Melihat rumah dan segala isinya
Bahkan memfotonya

Hingga di suatu hari
Tumpukan kartu-kartu memenuhi meja kusamku
Ada yang berwarna hijau, merah, ungu, dan biru
Entah apa namanya, dan entah apa pula kegunaannya

Menurut tetanggaku,
aku tergolong miskin, tidak mampu, pra-sejahtera, dan istilah lainnya
aku berhak mendapat bantuan katanya

padahal,
aku tak pernah merasa miskin
aku tak pernah merasa kekurangan
apalagi merasa kelaparan
apalagi merasa kehausan

aku sudah merasa cukup makan berlaukkan ikan asin dan sayur bening
aku sudah merasa cukup memakai beberapa lembar pakaian sederhana
aku merasa bersyukur bisa menyekolahkan anak walau sering nunggak bayar

ketika bantuan itu benar-benar datang
berbagai masalah pun berdiri menghadang
iri-dengki dari tetangga dan sanak-kadang
membuat hati dan pikiran kian tak tenang

sekali lagi aku bilang
sekali lagi kukatakan
lebih baik tanpa bantuan
sekali lagi kukatakan
aku miskin, siapa yang bilang

siapa bilang aku miskin
siapa bilang aku miskin

Selasa, 01 November 2016

Hari Santri: Memaknai Kembali Sistem Pendidikan Kita



HARI SANTRI: MEMAKNAI KEMBALI SISTEM PENDIDIKAN KITA
Oleh: Trimanto B. Ngaderi


Hari Santri memiliki makna tersendiri bagi pondok pesantren pada khususnya dan bagi lembaga pendidikan pada umumnya. Pondok pesantren yang merupakan bagian dari sistem pendidikan yang ada di Indonesia, memiliki peran khusus dan panjang dalam sejarah negeri ini. Sebelum Indonesia menganut sistem klasikal ala Barat (Belanda) yang dipelopori oleh Muhammadiyah, pondok pesantren telah lama eksis di Nusantara dan merupakan sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan.
Pesantren (pesantrian) berasal dari kata “santri” yang diberi awalan dan akhiran. Mengenai asal-usul shastri” yang berarti orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci; atau menurut istilah Sanskerta “cantrik” artinya orang yang selalu mengikuti guru.
kata santri, banyak sekali pendapat dari berbagai pakar baik dari dalam maupun luar negeri. Saya sendiri cenderung memilih bahwa santri berasal dari istilah bahasa India “
Pondok pesantren sepertinya mengadopsi sistem pendidikan dalam agama Hindu dengan ciri-ciri: 1) seluruh pelajarannya bersifat agama, 2) guru tidak mendapatkan gaji, 3) penghormatan yang besar terhadap guru, dan 4) letak pondok yang berada jauh dari keramaian.
Jauh sebelum kedatangan orang Eropa di Indonesia, pondok pesantren telah berkembang pesat di Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang bersifat kerakyatan karena bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, terutama rakyat kecil. orang yang sangat miskin sekalipun bisa mondok hanya dengan modal kemauan dan tekad yang kuat. Biaya mondok dan makan sehari-hari bisa diganti dengan cara mengabdi kepada guru, membantu pekerjaan sawah atau pekerjaan rumah sang kyai.
Pada zaman Belanda, pondok pesantren mengalami diskriminasi dan tak jarang dicurigai. Ketika diperlakukan buruk dan merasa terancam, pada zaman pergerakan kemerdekaan, pondok pesantren menjadi salah satu motor penggerak dalam melawan penjajah. Para santri keluar dari pondok dan mengangkat senjata untuk berperang melawan Belanda.
Selanjutnya, pada awal masa kemerdekaan, organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta mulai memperkenalkan sistem pendidikan modern yang bersifat klasikal yang menganut sistem pendidikan ala Barat (Belanda), dengan memasukkan pelajaran pengetahuan umum, selain pengetahuan agama. Reformasi di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan membawa perubahan besar terhadap perkembangan dan kemajuan cikal bakal negara Indonesia.
Ketika model pendidikan yang diperkenalkan Ahmad Dahlan mulai berkembang di Indonesia, pondok pesantren mulai terjadi kemunduran, banyak anak-anak yang mulai masuk ke sekolah-sekolah umum, terlebih yang bisa masuk sekolah tidak hanya dari kaum bangsawan/priyayi dan pejabat pemerintahan saja, rakyat kebanyakan dapat sekolah tanpa ada perbedaan. Pondok pesantren lebih terpinggirkan lagi pada masa Orde Baru, apalagi tak jarang pondok pesantren atau kyai-nya sering dicurigai oleh pemerintah sebagai penentang kebijakan negara.
Yang lebih disayangkan lagi, belum lama ini banyak pondok pesantren yang dituduh sebagai sarang teroris, sebuah fitnah yang tanpa ada alasan yang dapat dibuktikan. Pondok tersebut tak lebih sebagai kambing hitam dari sebuah upaya konspirasi global. Beberapa kyai dan santri menjadi sasaran penangkapan dan penculikan.
Kini, justru pondok pesantren mulai bangkit lagi. Di banyak tempat didirikan pondok pesantren baru. Sejalan dengan itu, minat orang untuk masuk pondok juga kian tinggi. Apalagi hampir semua pondok saat ini telah menggabungkan pelajaran pendidikan agama dan pendidikan umum. Pondok tetap eksis walau kini mulai bermunculan sekolah sistem fullday (sekolah Islam Terpadu) atau sekolah boarding school yang mengasramakan siswa mirip yang ada di pesantren. Boarding school ini sepertinya mengadopsi sistem pesantren. Atau di Barat disebut pula sekolah residensi.

Penutup
Bagaimana pun juga, pondok pesantren tetap menjadi pilihan para orang tua dalam menyekolahkan anak-anaknya. Selain mendapat pelajaran umum sebagaimana di sekolah lain, yang pokok dan terpenting di pesantren anak-anak dibekali dengan ilmu agama dan akhlak yang baik. Tujuan utamanya adalah selain anak menjadi cerdas, juga memiliki iman dan amal shalih. Kualitas lulusan pesantren juga tak kalah dengan sekolah umum, banyak di antara mereka yang meneruskan ke perguruan tinggi di luar negeri atau memiliki prestasi yang patut dibanggakan. Tak jarang, para pejabat dan orang besar, banyak yang berasal dari pesantren.
So, jangan pernah ragu untuk memasukkan anak ke pondok pesantren.