Cari Blog Ini

Sabtu, 19 Oktober 2013

QURBAN DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL



Opini
QURBAN DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)

Qurban adalah salah satu perintah Allah swt kepada hamba-Nya dengan cara menyembelih hewan qurban untuk dibagikan kepada kaum dhuafa dan fakir-miskin. Sejarah perintah qurban dapat kita baca dalam Q.S. Ash-Shaffat [37]: 102-107. Penyembelihan hewan qurban dilaksanakan setelah shalat Idul Adha (hari nahar) hingga tiga hari setelahnya (hari tasyrik).
Qurban sendiri hukumnya adalah sunnah muakkadah (utama) bagi orang-orang yang mampu melaksanakannya. Melaksanakan qurban merupakan buah kesadaran iman seseorang sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah swt sekaligus sebagai bentuk ketaatan dan ketundukan seorang hamba kepada Tuhannya. Inilah wujud dari kesalehan pribadi seorang hamba kepada Penciptanya. Selain itu, juga sebagai wujud kesalehan sosial yaitu kesediaan berbagi kepada mereka yang hidup dalam kekurangan dan kemiskinan.
Akan tetapi, benarkah ibadah qurban hanya sebatas ungkapan rasa syukur dan tindak ketaatan kepada Sang Pencipta dan tindak solidaritas sosial sesama Muslim semata? Tidakkah ibadah qurban juga bermakna dan bermanfaat bagi mereka yang berbeda etnis dan bangsa, bahkan berbeda agama dan paham keagamaan?

Reinterpretasi Kesalehan
Kesalehan adalah suatu tindakan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, serta dilakukan atas kesadaran ketundukan pada ajaran Tuhan. Tindakan saleh (sering disebut dalam kosa kata “amal saleh”) merupakan hasil keberimanan atau produk dari iman (percaya kepada Tuhan) seseorang yang dilakukan secara sadar (Abdul Munir Mulkan; 2005:7).
Secara otentik, kesalehan berarti ketaatan dan ketundukan terhadap hal-hal yang menjadi perintah Tuhan. Orang yang melaksanakan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat fitrah, dan berbagai ibadah mahdhah lainnya disebut sebagai orang yang saleh. Sedangkan kosa-kata “amal saleh” sendiri masih dimaknai secara sempit dan terbatas ruang, seperti berdzikir, bersedekah, menengok orang sakit, takziah; dan perbuatan baik lainnya yang masih dilakukan kepada orang yang seagama atau yang satu etnis/bangsa.
Di satu sisi, ia adalah orang yang sangat patuh terhadap Tuhan dan tidak pernah lalai akan perintah-perintahNya; tapi di sisi lain, ia belum (tidak) memiliki kepekaan sosial terhadap berbagai kesulitan dan penderitaan orang lain, terlebih kepada yang berbeda agama dan paham keagamaan. Ritual ibadah qurban yang berfungsi sosial pun masih dimaknai hanya sekedar pembersihan diri dan harta benda.
Padahal, orang yang saleh adalah orang yang menyadari sepenuhnya bahwa dirinya diciptakan ke dunia ini adalah sebagai khalifah fil ardh (pengelola/penguasa bumi) untuk memberikan rahmatal lil a’alamin (rahmat bagi seluruh semesta). Seluruh semesta di sini adalah semua manusia, baik yang seagama maupun yang tidak seagama dan berbeda paham keagamaan.
Sedangkan esensi qurban sendiri tidak sekedar menyembelih hewan dan membagikannya kepada fakir-miskin, tapi kesediaan setiap pemeluk agama dalam keseharian hidup untuk mau mengorbankan diri dan hartanya-mengorbankan pikiran dan tenaganya demi kemaslahatan umat manusia, terlebih kepada mereka yang menderita dan tertindas tanpa memandang etnis dan agama. Inilah tingkat kesalehan yang berakar pada misi kenabian profetik Muhammad saw dalam masyarakat multikultural Madinah.
Qurban sendiri bisa dijadikan sebagai media dakwah dalam arti yang luas. Qurban tidak hanya sebatas kesalehan simbolik tanpa memiliki makna kemaslahatan bagi kesejahteraan dan perdamaian. Ketika mereka yang tidak seagama dan tidak sebangsa juga bisa menikmati pembagian daging qurban, diharapkan akan menimbulkan rasa simpati dan menghilangkan kebencian dan permusuhan dari mereka. Dari sinilah akan tercipta kehidupan multikultural yang damai, saling pengertian dan hormat-menghormati.
Ketika sesama umat Islam sendiri masih sering terjadi pertikaian dan konflik, maka ibadah qurban dalam rangkaian ibadah haji bisa dijadikan momen untuk menjalin kembali ukhuwah Islamiyyah yang selama ini sering terkoyak akibat perbedaan prinsip dan paham keagamaan; sekaligus sebagai simbol bahwa umat Islam pun mau dan mampu membina hubungan baik kepada seluruh umat manusia tanpa pandang bulu.

Perintah untuk Semua Agama
Sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al Hajj [22): 34 bahwa perintah qurban tidak hanya untuk umat Islam saja, tapi juga telah disyariatkan kepada tiap-tiap umat terdahulu. Kita bisa membaca pengorbanan yang dilakukan oleh Qabil dan Habil putra Adam as dalam semua kitab suci agama samawi, pengorbanan Nabi Musa dan Isa untuk umatnya yaitu Bani Israil. Termasuk pengorbanan Nabi Muhammad saw yang kemudian terangkum dalam rangkaian ibadah haji.
Dengan demikian, ibadah qurban tidak hanya sebatas amal saleh untuk mencari pahala dan jalan menuju surga, tapi sebuah upaya menuju kesalehan universal (kemanusiaan), sebagai landasan rahmatal lil a’lamin. Di sinilah terjadi perubahan dari ibadah yang berfokus teosentris menuju antroposentris.
Semangat qurban pun diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran akan adanya “the other”. Bahwa di sekeliling kita ada orang atau komunitas lain yang berbeda etnis dan bangsa, yang berbeda agama dan paham keagamaan; di mana mereka harus merasa aman dan selamat berada di tengah-tengah kita. Inilah esensi dari kata “Islam” itu sendiri yaitu mampu membawa keselamatan dan kedamaian.
Jika ibadah qurban merupakan wujud kepedulian dan cinta-kasih terhadap mereka yang lemah dan miskin, maka orang-orang yang berqurban seyogyanya memiliki spirit untuk peduli dan mencintai sesama manusia dan diwujudkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.  Inilah esensi dari apa yang disebut sebagai kesalehan multikultural.

*) Penulis lepas, bergiat di Forum Lingkar Pena


Jumat, 11 Oktober 2013

POLA PIKIR DAN POLA LAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA SUMBER



POLA PIKIR DAN POLA LAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA SUMBER
Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Kesehatan adalah modal dasar kehidupan. Kesehatan adalah dambaan setiap orang. Kesehatan mencakup kesehatan tubuh (diri) dan kesehatan lingkungan.  
Untuk meraih lingkungan yang bersih dan sehat, penduduk di Desa Sumber, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah telah memiliki kesadaran akan pentingnya membangun sanitasi yang layak dan ramah lingkungan. Seiring dengan peningkatan taraf ekonomi dan perkembangan pembangunan di Desa Sumber pada umumnya, mereka telah memiliki sumur sendiri beserta WC dan kamar mandinya.
Pola pikir dan pola laku penduduk telah mengalami transformasi pada satu dasawarsa ini. Ketika dulu mereka terbiasa mandi atau mencuci di sungai, mengambil air ke mata air atau sendang, atau memakai sumur beramai-ramai; sekarang keinginan untuk memiliki air bersih dan milik sendiri adalah sebuah keharusan tiap warga. 
 Gambar 1. Sendang yang dulu dipakai warga sebelum punya sumur sendiri

Perubahan pola pikir dan pola laku tersebut didukung oleh beberapa faktor, yaitu:
1.    Kesadaran iman  
Yaitu perintah agama untuk selalu menjaga kebersihan, sebab “kebersihan adalah sebagian dari iman”.
2.    Memiliki budaya hidup bersih
Seperti kebiasaan menyapu halaman, membuat saluran pembuangan air, menguras kulah dan bak, kerja bakti membersihkan selokan, membakar sampah anorganik.
3.    Peningkatan taraf ekonomi 
 Gambar 2. Salah satu sumur warga (ada kamar mandi, WC dan saluran pembuangan)

4.    Sosialisasi pemerintah tentang pentingnya kebersihan
5.    Program pembangunan dari pemerintah
Biasanya dalam bentuk bantuan dana untuk membuat bak penampungan air yang bisa dipakai untuk umum dan disalurkan ke rumah-rumah penduduk.


 Gambar 3. Salah satu bak air untuk umum yang disalurkan ke rumah-rumah penduduk

Penutup
Secara umum, perubahan pola pikir dan pola laku yang terjadi pada masyarakat Desa Sumber terkait system sanitasi dan pengelolaan air bersih adalah modal utama bagi sebuah pembangunan. Masyarakat yang sadar akan arti pentingnya air bersih akan berupaya mewujudkan lingkungan yang sehat dan terjaga. Jika pola pikir konstruktif tersebut terus terpelihara, maka akan menghasilkan pola laku hidup sehat. Gabungan dari pola pikir dan pola laku sehat akan terwujud sebuah budaya bersih yang menjadi kebiasaan sehari-hari. 

(Untuk mengetahui lebih jauh dan cek kebenaran artikel ini, bisa langsung hub Kepala Desa Sumber, Bapak Sajidan 0823 2980 2283)