Cari Blog Ini

Rabu, 01 Oktober 2014

Kisah Inspiratif



MBAH LOSO, KISAH SI PENJUAL GARAM SEPANJANG HAYAT

Panggilannya Mbah Loso. Lelaki sepuh yang sudah berumur lebih dari 80 tahun ini masih tampak sehat dan kuat. Allah swt mengkaruniakan kepadanya umur yang panjang dan juga kesehatan. Anak-cucunya sangat banyak. Bahkan, cucunya sudah banyak yang menikah (punya buyut/cicit).
Profesinya selain bertani adalah penjual garam. Makanya, orang desanya menjulukinya “Mbah Loso si Bakul Uyah” atau sering disingkat “Mbah Uyah”. Tidak seperti pedagang lain yang menjual beberapa atau banyak barang dagangan, Mbah Loso hanya menjual garam saja. Sepekan sekali (menurut hari pasaran Jawa), ia pergi ke pasar tingkat kecamatan,  sekitar dua kilometer dari rumahnya dengan mengendarai sepeda onthel kunonya. Ia mengayuh sepeda dengan penuh semangat dan membawa beban yang cukup berat tentunya. Selain di pasar, ia juga sehari-hari berjualan di rumah sederhananya.
Tempat kulakan garamnya cukup jauh. Ia naik bis untuk belanja barang dagangannya. Berarti ia masih kuat untuk bepergian jauh, termasuk berdesak-desakan di bis. Maklum, di desa bis masih jarang, jadi sering penuhnya, dan kadang sudah tidak mau menaikkan penumpang lagi karena sudah overload.
Banyak orang bertanya, kenapa hanya menjual garam saja, berapa sih untungnya? Pertanyaan lain, mengapa masih menjual garam, padahal ia sudah sangat tua, apalagi anak-cucunya kebanyakan sudah hidup sukses? Sebuah pertanyaan yang tidak saja mengusik para tetangga dan masyarakat sekitar, tapi juga bagi anak-cucunya sendiri.
Menurut cerita Mbah Loso yang dituturkan kepada penulis, garam telah menjadi bagian dari seluruh hidupnya. Ia menjual garam bukan terpaksa karena tidak ada kerjaan lain. Ia menekuni pekerjaan itu dengan sepenuh hati, sepenuh jiwanya. Ia menjalani profesinya dengan penuh ketekunan, kesabaran, dan istiqamah.
Beratnya beban garam ketika kulakan, bau asin, hingga untung yang kecil, tak membuat Mbah Loso bergeming. Semangat untuk mencari rizki yang halal, menafkahi keluarga besarnya, serta itikad untuk melayani orang lain (pembeli) secara layak; semuanya telah membuatnya setia kepada garam.
Walaupun pengetahuan agamanya pas-pasan, ia sangat menyakini bahwa dalam berdagang tidak boleh menipu, curang, mengurangi timbangan, mengatakan barang yang jelek disebut baik, mengingkari janji. Termasuk pula harus sabar menghadapi berbagai karakter pembeli. Jika ada pembeli yang cerewet, banyak maunya, menawar habis; kata dia kita tidak boleh marah. Tetap layani pembeli dengan baik dan memperlakukannya dengan baik pula.
“Rejeki sudah ada yang ngatur”, katanya dengan mantap. Keyakinannya itu benar-benar terbukti. Anak-cucunya rata-rata hidup sukses dan bahagia. Sedangkan dia sendiri juga sudah menunaikan rukun Islam kelima.
Walau hanya menjual garam, asal dijalani dengan benar dan sungguh, rejeki akan datang dengan mudah. Selain itu, keyakinan bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan hambaNya. Jangan lupa ibadah dijaga secara istiqamah, termasuk amalan-amalan sunnah, mudah-mudahan rejeki yang didapat akan barakah, demikian imbuhnya.
Terakhir, dan ini yang terpenting, menjual garam tidak hanya menjual semata. Akan tetapi, garam memiliki makna filosofi yang sangat tinggi. Garam adalah kebutuhan pokok manusia, terutama dalam hal masakan. Tidak ada masakan yang tidak membutuhkan bumbu garam. Dan bisa kita bayangkan, entah bagaimana rasanya jika suatu masakan tidak ada garamnya.
Menurut Mbah Loso, demikian halnya dalam hidup, kita harus bisa berguna (bermanfaat) bagi siapa saja, tanpa terkecuali. Hidup tanpa membawa manfaat bagi orang lain adalah hidup yang sia-sia katanya. Jadilah seperti garam, yang bermanfaat bagi semua masakan. Pungkasnya mengakhiri perbincangan kami.

Trimanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu komentar Anda!