KETIKA RUANG PUBLIK BERUBAH MENJADI RUANG
PRIVAT
Menurut Carr
(1992), ruang publik (public
space) adalah ruang milik bersama dan dapat diakses
seluruh masyarakat, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan
ritualnya, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan periodik. Semua masyarakat
memiliki hak untuk mengakses ruang publik, baik berupa fisik maupun visual,
karena ruang publik adalah ruang milik bersama yang digunakan untuk kepentingan
bersama.
Sedangkan Hakim (1993)
mengklasifiasikan ruang publik berdasarkan sifatnya, yaitu:
1.
Ruang publik tertutup, yaitu ruang
publik yang memiliki penutup fisik atau berada di dalam bangunan. Contoh ruang
publik tertutup adalah mall, museum, kantor pos dan sebagainya.
2. Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang tidak memiliki penutup
fisik atau berada di luar bangunan, juga dapat disebut sebagai ruang terbuka (open
space). Contoh ruang publik terbuka adalah taman, alun-alun dan pedestrian.
Hakim (1993) juga menyatakan bahwa
ruang terbuka adalah ruang yang dipergunakan oleh masyarakat yang dapat diakses
secara langsung maupun tidak, dalam kurun waktu terbatas maupun dalam kurun
waktu tertentu.
Pada
kenyataannya, ada beberapa ruang publik yang entah sengaja atau tidak, sadar
atau tidak berubah menjadi ruang privat (private space). Berikut ini
beberapa contohnya:
1. Masjid
Saya
pribadi memasukkan tempat ibadah sebagai ruang publik juga. Sebab, tempat
ibadah dapat dimasuki oleh siapa saja tanpa terkecuali. Contohnya masjid.
Siapapun boleh memasukinya kapan saja tanpa membedakan dia sunni atau syiah,
dia NU atau Muhammadiyah atau yang lainnya. Bahkan, orang non-Muslim pun
diperbolehkan masuk ke masjid (walaupun terkadang dengan syarat dan kondisi
tertentu).
Sekarang
tidak sedikit masjid yang dibuka hanya pada waktu-waktu shalat jamaah saja,
selain itu pintu gerbang masjid digembok sehingga orang tak bisa masuk. Salah
satu alasannya adalah perihal keamanan. Misalnya pernah terjadi pencurian kotak
amal, sound system, kipas angin, dan properti masjid lainnya.
Walaupun
menurut saya pribadi, alasan keamanan ini tidaklah tepat atau bahkan tidak
masuk akal. Bagaimana mungkin rumah Tuhan tidak aman. Mengapa pula kehilangan
suatu barang dijadikan alasan untuk mengunci masjid.
Lebih
aneh lagi, takmir masjid sengaja mengunci toilet (sekalipun di waktu shalat)
dengan alasan pernah ada orang Buang Air Besar (BAB) tidak disentor. Sering
terjadi baik warga setempat maupun musafir yang kecele ketika hendak mau
ke toilet karena dikunci. Gara-gara satu atau beberapa orang tapi mengalahkan
orang banyak.
Seharusnya
solusinya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat perihal kebersihan kamar
mandi, bukan dengan cara mengunci toilet. Buat apa membangun toilet kalau tidak
digunakan. Emang buat pajangan doang?!
Bukankah
masjid dibangun dengan dana orang banyak (dana ummat). Bukankah masjid dibangun
dengan tujuan sebagai tempat beribadah sekaligus bermanfaat bagi orang banyak.
Kecuali
jika masjid itu 100% dibangun dengan dana pribadi dan tanah milik pribadi.
Masih
ada cerita terkait masjid. Sekarang mulai ada fenomena sebuah masjid yang
dilabeli dengan ormas tertentu. Masjid (nama ormas), diberi logo ormasnya juga.
Hmmm… lama-lama saya juga bisa dong membangun masjid dengan nama saya sendiri
“masjid Trimanto” hahaha…..
Meskipun
tujuannya adalah untuk afirmasi bahwa masjid tersebut milik ormas A atau dikelola
oleh ormas A, tetap saja membawa kesan awal bahwa selain ormas A sebaiknya
tidak shalat di sana. Dengan kata lain, itu adalah masjid eksklusif.
2. Jalan
Ini
biasanya terjadi di areal perkampungan baik di perkotaan maupun perdesaan
ketika sedang ada acara resepsi pernikahan. Kita sering menjumpai ada tulisan
“Maaf, Jalan Ditutup” kemudian dikasih penghalang sehingga orang atau kendaraan
tak bisa lewat.
Selain
acara resepsi, yang membuat jalan ditutup adalah acara pengajian akbar,
pertunjukan kesenian, acara wisuda sekolah, dan sebagainya.
Beda
soal jika jalan ditutup karena sedang dalam perbaikan, hehe…
Sama
dengan masjid tadi, jalan juga milik umum, milik semuanya. Siapapun bisa lewat
tanpa terkecuali. Tidak ada seorang pun yang berhak melarang orang lain untuk
melewati jalan tertentu. Bahkan, menurut Ustadz H. Dwi Condro Triono, Ph.D,
seorang pakar ekonomi syariah mengatakan bahwa jalan tol juga merupakan ruang
publik, sehingga apabila jalan tol berbayar maka bertentangan dengan syariat
Islam.
Selain
masjid dan jalan, masih ada beberapa contoh lainnya yang perlu ditinjau ulang.
Misalnya, lapangan desa yang disewakan, toilet umum di ruang publik yang harus membayar,
menggunakan ruang publik yang membayar uang kebersihan/uang keamanan, dan
sebagainya.
Akhir
kata, jangan sampai meniru perihal privatisasi BUMN sehingga muncul privatisasi
ruang publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu komentar Anda!