Cari Blog Ini

Rabu, 31 Juli 2024

Malaysia Seri 7 Diusir Pedagang India

 

MALAYSIA SERI 7 DIUSIR PEDAGANG INDIA

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Mumpung pergi ke luar negeri, maunya sih ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Namun apalah daya. Kegiatannya amat sangat padat. Dimulai dari usai shalat Subuh, langsung sarapan pagi, kemudian dilanjutkan dengan agenda yang sudah terjadwal. Pulang sudah hampir tengah malam sekitar jam 10-11 malam.

Nyaris tak ada waktu tersisa. Ingin sekali jalan-jalan menikmati suasana malam di kota Kuala Lumpur, Malaka, dan Johor Bahru. Tahu sendirilah, sepanjang hari hingga malam berkegiatan dan menempuh perjalanan jauh via darat tentu sangatlah capek. Pinginnya cepat-cepat beristirahat (tidur). Jangankan jalan-jalan, terkadang mau mandi pun rasanya malas, walau badan kotor dan bau keringat.

 

Jalan-jalan Pagi

Walaupun usai shalat Subuh diminta langsung menuju tempat sarapan, suatu pagi aku menyempatkan diri jalan-jalan di sekitar hotel. Menikmati suasana jalan raya sembari melihat gedung-gedung pencakar langit dan orang-orang yang berlalu lalang.

Sepagi itu, toko-toko banyak yang masih tutup. Hanya ada beberapa warung makan yang sudah buka. Hingga aku menemukan sebuah toko kelontong kecil yang di depannya menjual surat kabar. Aku tertarik dan mendatangi tersebut. Penasaran juga dengan koran di Malaysia itu seperti apa. “Biar pun agak mahal, biarlah akan aku beli” batinku sembari melangkahkan kaki menuju tempat koran dipajang. Secara aku memang suka membaca.

Sekilas aku melihat koran dalam bahasa Melayu, Inggris, dan India. Aku makin penasaran dan memegang-megang koran tersebut untuk melihat apa isi beritanya.

Baru beberapa detik menyentuh koran, si pedagang yang berperawakan India keluar dari toko dan berkata, “Mau beli apa?” tanyanya terkesan ketus dan tanpa senyuman.

“Saya lihat-lihat dulu ya”, jawabku singkat.

“Kalau tidak beli, tidak boleh dipegang-pegang!” serunya dengan nada mengusir.

“Hah…???”

Spontan aku terkejut. Membelalakkan mata dan mulut terbuka. Hampir saja koran yang aku pegang terjatuh dari genggaman.

Tanpa berpikir panjang, aku meminta maaf dan bergegas pergi.

 

                                            sumber gambar https://titipku.com

Di Mana Customer Satisfaction?

Namanya pedagang, setahu saya akan berusaha bagaimana calon pelanggan mau membeli dagangan kita. Sebisa mungkin kita bersikap ramah, murah senyum, proaktif, dan melayani dengan sepenuh hati. Termasuk berusaha meyakinkan calon customer agar mengambil keputusan untuk membeli produk kita. Akan lebih baik lagi jika kita dapat membuat pelanggan kita merasa puas baik dengan produk yang ia beli maupun dengan pelayanan yang kita berikan, sehingga ia akan datang dan membeli lagi (repeat order).

Makanya, kalau punya karakter yang tidak ramah, susah tersenyum, dan tidak bisa melayani; sebaiknya lupakan untuk menjadi pedagang. Orang seperti ini cocoknya menjadi TNI, polisi, atau satpam, hehe…

Habis bukannya membuat orang tertarik dan mendekat, malah pergi ketakutan. Bahkan trauma.


(Tunggu seri berikutnya ya...)

Sabtu, 27 Juli 2024

Malaysia Seri 6 Pekerja Migran Asia Selatan

 MALAYSIA SERI 6 BURUH MIGRAN ASIA SELATAN

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Ketika turun dari pesawat dan masuk di Kuala Lumpur International Airport, aku terkejut melihat cukup banyak pekerja migran dari Asia Selatan yang bekerja di bandara tersibuk ke-14 di dunia ini. Asia Selatan di sini adalah India, Bangladesh, Sri Langka, dan Pakistan. Mereka kebanyakan menempati posisi satpam, petugas penjaga, petugas kebersihan, pelayan restoran atau toko, dan lain-lain.

Aku sempat bertanya ke beberapa petugas. Sayang sekali, sebagian dari mereka malah belum bisa berbahasa Melayu. “Please in English” kata dia. Kalau aku diajak ngobrol pakai bahasa Inggris sih, It’s okay. By the way, kalau orang India atau Malaysia pada pinter bahasa Inggris, aku sih nggak heran. Secara keduanya dulu bekas koloni Inggris gitu loh!

Persoalannya, orang yang aku ajak bicara itu ternyata bahasa Inggris-nya pas-pasan. Aku coba ajak bicara dengan bahasa Inggris tetap nggak nyambung dech. “Ah! Mending tanya ke petugas orang Malaysia sajalah”, pikirku saat itu.



Mencapai 6,8%

Setelah beberapa hari berkeliling di negara Malaysia, ternyata populasi orang Asia Selatan (terutama India) cukup besar. Menurut Wikipedia, mencapai 6,8% (2022). Saya melihat mereka menjadi pelayan, sopir, karyawan, dll. Termasuk di jalanan, mereka terlihat banyak berlalu-lalang.

Sebagian mereka sudah menetap lama di Malaysia dan menjadi warga negara, karena menikah dengan orang pribumi atau memang lahir dan besar di sini. Sebagian lagi mereka berstatus sebagai pekerja migran dan hanya tinggal sementara sesuai dengan jangka waktu kontrak kerja.

Menurut salah satu sumber, konon orang pribumi tidak suka bekerja kasar (buruh). Mereka lebih suka bekerja di kantor atau menjadi pegawai pemerintah. Orang Jawa menyebutnya “mriyayi” atau cenderung ke pekerjaan halus. Itulah sebabnya, negara Malaysia senang mengimpor tenaga kerja dari Asia Selatan (terutama India) maupun sesama Asia Tenggara (terutama dari Indonesia dan Filipina).

Sumber yang sama juga mengatakan bahwa orang-orang Asia Selatan, secara status sosial menempati kelas ketiga alias “kasta terendah”. Kelas kedua adalah ketunan China sebagai kaum pedagang dan pebisnis. Sedangkan kelas pertama sudah barang tentu orang pribumi.

Banyak simbol dan ikon orang India di Malaysia. Kita dapat menemukan bangunan tempat-tempat ibadah mereka, komplek permakaman, termasuk destinasi wisata Batu Cave yang kita kunjungi juga adalah tempat ibadah mereka. Souvenir yang mereka jual pun berbau khas agama mereka, seperti patung, aksesoris, hiasan rumah, kerajinan, dan sebagainya.

Ngomong-ngomong, hebat ya Malaysia itu, untuk urusan tenaga kerja saja sampai mendatangkan pekerja dari luar negeri. Kalau Indonesia sih boro-boro mendatangkan pekerja asing, kita lebih suka mencari pekerjaan ke luar negeri. Menjadi pekerja migran (dulu disebut TKI/TKW) ke Hongkong, Taiwan, Arab Saudi atau negara Timur Tengah lainnya. Kalau sekarang banyak yang pergi ke Jepang dan Korea Selatan.

Maklumlah, Malaysia menduduki peringkat kedua di Asia Tenggara setelah Singapura.

Lalu, bagaimana dengan karakter orang-orang Asia Selatan?



Simak tulisanku di seri berikutnya dengan judul “Diusir oleh Pedagang India”

 

 

 

Jumat, 26 Juli 2024

Malaysia Seri 5 Toko Robot

 

MALAYSIA SERI 5 TOKO ROBOT

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Umumnya tempat-tempat wisata Di Indonesia dipenuhi oleh para pedagang kaki lima. Mereka menjajakan barang dagangan di kanan-kiri jalan, sehingga tak jarang mengganggu wisatawan yang sedang lewat atau berjalan kaki. Dan sudah kita maklumi Bersama bahwa harga di tempat wisata cukup mahal, bias 2-3x lipat dari harga normal.

Berbeda dengan di Malaysia.

Secara umum, destinasi wisata di sana nyaris tidak ada pedagang kaki lima-nya. Aku memang sempat menemukan beberapa pedagang kaki lima dan bisa dihitung dengan jari. Makanya, kalau kita jalan-jalan di tempat-tempat wisata akan merasa aman dan nyaman. Ditambah lagi jalannya yang lebar dan kondisi lingkungan sekitar yang bersih dan rapi.

Kalau nyaris tidak ada pedagang kaki lima, lantas bagaimana kalau pingin jajan?

                                            Toko Robot di kawasan Red Square Malaka


Toko Tanpa Pelayan

Sebagai penggantinya, di tempat-tempat wisata disediakan “Toko Robot”, saya menyebutnya demikian. Toko yang menjual aneka minuman dan snack. Kita tidak perlu membeli atau menukar koin terlebih dahulu. Kita cukup memasukkan uang kertas Ringgit. Kemudian di layar, kita tinggal memilih produk yang kita inginkan. Barang yang kita beli akan keluar di bagian bawah, termasuk keluar pula uang kembalian jika yang kita masukkan bukan uang pas.

Toko Robot seperti itu tidak hanya ada di destinasi wisata saja, di tempat-tempat lain pun banyak aku jumpai, termasuk di masjid-masjid.

Di Indonesia, Toko Robot juga sudah ada di tempat-tempat seperti stasiun, mal, bandara, atau ruang publik lainnya. Cuma belum sebanyak di Malaysia. Dan setahuku, kita mesti menukar koin terlebih dahulu, tidak bisa langsung memasukkan uang kertas Rupiah. Dengan demikian, Malaysia sudah selangkah lebih maju dari kita.

Toko Robot memang sangat canggih. Kecerdasan buatan (artificial intelligence) memang telah memberi berbagai kemudahan kepada manusia. Akan tetapi, namanya juga teknologi tetap memiliki sisi kelemahan. Misalnya saja, bagaimana jika bagaimana jika barang yang kita beli tidak bisa keluar; bagaimana jika uang kembalian tidak bisa keluar; bagaimana kalau uang kertas yang kita masukkan tidak terbaca oleh sistem; dan sebagainya.

Dampak dari Digitalisasi

Digitalisasi dalam berbagai bidang kehidupan selain membawa dampak positif, tentu juga membawa efek negatif. Salah satunya adalah digantikannya pekerjaan manusia dengan mesin (robot). Kini tak ada lagi petugas pintu tol, petugas penjaga tiket, atau petugas-petugas lainnya yang berhubungan dengan pembayaran, karena pembayaran bisa dilakukan secara digital. Termasuk Toko Robot yang aku ceritakan di atas.

Lama-kelamaan, tenaga manusia tak dibutuhkan lagi karena semakin banyak jenis pekerjaan digantikan oleh mesin.

Tapi kita tak perlu khawatir. Di sisi lain, dengan adanya digitalisasi dalam berbagai bidang kehidupan juga membawa banyak peluang baru. Jenis-jenis pekerjaan baru bermunculan. Bahkan, jenis pekerjaan itu tak terikat oleh tempat dan waktu. Orang bisa bekerja di mana saja dan kapan saja. Orang bisa mendapatkan penghasilan hanya dengan duduk-duduk menghadap laptop atau memainkan handphone.

Kesimpulan

Dengan nyaris tak ada pedagang kaki lima di tempat-tempat wisata di Malaysia, berarti Malaysia termasuk “negara ramah wisatawan”. Aku benar-benar merasakan hal itu. Makanya, aku masih ingin pergi ke sana lagi lho, mengajak anak-isteri. Semoga.

 

(Simak seri Malaysia berikutnya ya!) …..

 

Rabu, 24 Juli 2024

Ketika Ruang Publik Berubah Menjadi Ruang Privat

 

KETIKA RUANG PUBLIK BERUBAH MENJADI RUANG PRIVAT

 

Menurut Carr (1992), ruang publik (public space) adalah ruang milik bersama dan dapat diakses seluruh masyarakat, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan periodik. Semua masyarakat memiliki hak untuk mengakses ruang publik, baik berupa fisik maupun visual, karena ruang publik adalah ruang milik bersama yang digunakan untuk kepentingan bersama.

Sedangkan Hakim (1993) mengklasifiasikan ruang publik berdasarkan sifatnya, yaitu:

1.       Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang memiliki penutup fisik atau berada di dalam bangunan. Contoh ruang publik tertutup adalah mall, museum, kantor pos dan sebagainya.

2.       Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang tidak memiliki penutup fisik atau berada di luar bangunan, juga dapat disebut sebagai ruang terbuka (open space). Contoh ruang publik terbuka adalah taman, alun-alun dan pedestrian.

Hakim (1993) juga menyatakan bahwa ruang terbuka adalah ruang yang dipergunakan oleh masyarakat yang dapat diakses secara langsung maupun tidak, dalam kurun waktu terbatas maupun dalam kurun waktu tertentu.

                                    Sumber gambar https://kotalogy.com

Pada kenyataannya, ada beberapa ruang publik yang entah sengaja atau tidak, sadar atau tidak berubah menjadi ruang privat (private space). Berikut ini beberapa contohnya:

1.       Masjid

Saya pribadi memasukkan tempat ibadah sebagai ruang publik juga. Sebab, tempat ibadah dapat dimasuki oleh siapa saja tanpa terkecuali. Contohnya masjid. Siapapun boleh memasukinya kapan saja tanpa membedakan dia sunni atau syiah, dia NU atau Muhammadiyah atau yang lainnya. Bahkan, orang non-Muslim pun diperbolehkan masuk ke masjid (walaupun terkadang dengan syarat dan kondisi tertentu).

Sekarang tidak sedikit masjid yang dibuka hanya pada waktu-waktu shalat jamaah saja, selain itu pintu gerbang masjid digembok sehingga orang tak bisa masuk. Salah satu alasannya adalah perihal keamanan. Misalnya pernah terjadi pencurian kotak amal, sound system, kipas angin, dan properti masjid lainnya.

Walaupun menurut saya pribadi, alasan keamanan ini tidaklah tepat atau bahkan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin rumah Tuhan tidak aman. Mengapa pula kehilangan suatu barang dijadikan alasan untuk mengunci masjid.

Lebih aneh lagi, takmir masjid sengaja mengunci toilet (sekalipun di waktu shalat) dengan alasan pernah ada orang Buang Air Besar (BAB) tidak disentor. Sering terjadi baik warga setempat maupun musafir yang kecele ketika hendak mau ke toilet karena dikunci. Gara-gara satu atau beberapa orang tapi mengalahkan orang banyak.

Seharusnya solusinya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat perihal kebersihan kamar mandi, bukan dengan cara mengunci toilet. Buat apa membangun toilet kalau tidak digunakan. Emang buat pajangan doang?!

Bukankah masjid dibangun dengan dana orang banyak (dana ummat). Bukankah masjid dibangun dengan tujuan sebagai tempat beribadah sekaligus bermanfaat bagi orang banyak.

Kecuali jika masjid itu 100% dibangun dengan dana pribadi dan tanah milik pribadi.

Masih ada cerita terkait masjid. Sekarang mulai ada fenomena sebuah masjid yang dilabeli dengan ormas tertentu. Masjid (nama ormas), diberi logo ormasnya juga. Hmmm… lama-lama saya juga bisa dong membangun masjid dengan nama saya sendiri “masjid Trimanto” hahaha…..

Meskipun tujuannya adalah untuk afirmasi bahwa masjid tersebut milik ormas A atau dikelola oleh ormas A, tetap saja membawa kesan awal bahwa selain ormas A sebaiknya tidak shalat di sana. Dengan kata lain, itu adalah masjid eksklusif.

 

2.       Jalan

Ini biasanya terjadi di areal perkampungan baik di perkotaan maupun perdesaan ketika sedang ada acara resepsi pernikahan. Kita sering menjumpai ada tulisan “Maaf, Jalan Ditutup” kemudian dikasih penghalang sehingga orang atau kendaraan tak bisa lewat.

Selain acara resepsi, yang membuat jalan ditutup adalah acara pengajian akbar, pertunjukan kesenian, acara wisuda sekolah, dan sebagainya.

Beda soal jika jalan ditutup karena sedang dalam perbaikan, hehe…

Sama dengan masjid tadi, jalan juga milik umum, milik semuanya. Siapapun bisa lewat tanpa terkecuali. Tidak ada seorang pun yang berhak melarang orang lain untuk melewati jalan tertentu. Bahkan, menurut Ustadz H. Dwi Condro Triono, Ph.D, seorang pakar ekonomi syariah mengatakan bahwa jalan tol juga merupakan ruang publik, sehingga apabila jalan tol berbayar maka bertentangan dengan syariat Islam.

Selain masjid dan jalan, masih ada beberapa contoh lainnya yang perlu ditinjau ulang. Misalnya, lapangan desa yang disewakan, toilet umum di ruang publik yang harus membayar, menggunakan ruang publik yang membayar uang kebersihan/uang keamanan, dan sebagainya.

Akhir kata, jangan sampai meniru perihal privatisasi BUMN sehingga muncul privatisasi ruang publik.

Senin, 22 Juli 2024

Malaysia Seri 4 Serumpun Tapi Tak Serupa

 

MALAYSIA SERI 4 SERUMPUN TAPI TAK SERUPA

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Berawal dari aku hendak mencari toilet ketika berada di Malaka River Cruise. Aku sudah beberapa saat lamanya menahan Buang Air Kecil (BAK). Tengok kanan-kiri, tengok sana-sini belum jua menemukan toilet.  Semakin lama semakin tak tertahan. Aku menjadi cemas dan panik. Duh, bagaimana ini?

Di tengah-tengah kegalauan yang mendera, tak sengaja mataku menatap sebuah bangunan bertuliskan “Tandas Awam”. Aku penasaran dan mencoba mendekat. Setelah melongok ke dalam, “Nah, ini dia!” seruku bergembira.



 *****

Konon, negara-negara di Asia Tenggara, terutama Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam disebut sebagai “negeri serumpun”. Dalam pengertian bahwa memiliki asal-usul yang sama atau nenek-moyang yang sama. Dengan demikian, mempunyai banyak persamaan dalam hal bahasa, adat-istiadat, budaya, dan sebagainya.

Di antara persamaan itu yang paling menonjol adalah perihal bahasa. Keempat negara tersebut secara umum menggunakan bahasa Melayu sehingga disebut juga rumpun Melayu. Jadi, apabila salah satu negara ingin bepergian ke tiga negara lainnya tidak akan mengalami kesulitan dalam hal komunikasi.

Selain kawasan Asia Tenggara disebut sebagai negeri serumpun, kawasan ini disebut pula sebagai “Nusantara”. Walapun kata Nusantara saat ini lebih berkonotasi kepada negara Indonesia, di masa lalu yang disebut Nusantara wilayahnya meliputi kawasan Asia Tenggara. Hal ini mengacu kepada wilayah kekuasaan Sriwijaya maupun Majapahit yang mencapai wilayah Thailand, Kamboja, dan hingga Filipina.



*****

Sekalipun termasuk rumpun Melayu, antara Indonesia dan Malaysia memiliki banyak perbedaan dalam hal bahasa, cara pengucapan kata, atau arti sebuah kata. Satu kata yang sama bisa memiliki makna yang berbeda antara di Indonesia dan di Malaysia. Di sisi lain, karena dulu pernah dijajah oleh Inggris, sedikit-banyak mempengaruhi bahasa di sana.

Termasuk cara orang Malaysia menulis atau mengucapkan bahasa serapan. Misalnya zone menjadi zon, immigration menjadi imigresyen, university menjadi universiti, capacity menjadi kapasiti, motorcycle menjadi motosikal, dan masih banyak lagi.

Sebagai perbandingan, rumpun bahasa Jawa pun beragam. Ada Jawa versi Mataram (Surakarta, Yogyakarta), Jawa ngapak (Jawa Tengah bagian barat), Jawa Pantura, Jawa ala Jawatimuran. Mereka memiliki aksen dan dialeknya masing-masing.

Begitulah, dalam perjalanan waktu dan tempat yang berbeda, sebuah bahasa dari induk yang sama akan mengalami perubahan, pergeseran, atau bahkan penyimpangan. Ibarat sebuah induk pohon, cabang dan ranting yang tumbuh tentu tidak akan sama persis dengan induknya. Ibarat sebuah sungai, kondisi di hilir tidak akan serupa lagi dengan di hulu.



Berikut beberapa contoh kata atau kalimat yang perlu kita ketahui apabila pergi ke Malaysia.

1.       Tandas awam = toilet umum;

2.       Perkhidmatan kecemasan = rumah sakit IGD;

3.       Jimat elektrik = hemat listrik;

4.       Cabutan bertuah = undian berhadiah;

5.       Laluan sehala = jalan searah;

6.       Agency nombor ramalan = toko lotere/judi;

7.       Penat beratur = capek mengantri;

8.       Getah = karet;

9.       Bus persiaran = bus pariwisata;

10.   Dan lain-lain

 

(Silakan ditunggu seri selanjutnya ya!)

Sabtu, 20 Juli 2024

Malaysia Seri 3 Negeri Kelapa Sawit

 

MALAYSIA SERI 3 NEGERI KELAPA SAWIT

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Aku cukup terkejut ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Awalnya aku mengira akan melihat kawasan perkotaan dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Justeru, di sekeliling bandara sejauh mata memandang, yang tampak adalah perkebunan kelapa sawit. Barangkali dulunya lokasi ini adalah bekas perkebunan kelapa sawit.

Dari bandara, perjalanan dilanjutkan menuju ke kota tua Malaka dengan kendaraan darat (bus). Perjalanan selama sekitar dua jam, pemandangan di kanan dan kiri jalan yang aku lihat adalah perkebunan kelapa sawit. Bahkan, nyaris tak menemukan perkampungan penduduk.

Meskipun terasa capek dan mengantuk, aku mencoba untuk menahannya. Aku tak ingin melewatkan kesempatan langka ini agar bisa melihat dengan cermat dan teliti suasana negeri jiran. Selama memandang dari balik jendela kaca, yang sedari tadi aku cari-cari adalah areal persawahan. Hingga mata ini sampai tak berkedip barang sedetik pun, aku tak menemukan yang aku cari hingga tiba di Malaka.

Demikian halnya ketika perjalanan berlanjut dari Malaka menuju Johor Bahru. Dua bola mata ini dimanjakan dengan pohon dari keluarga pinang-pinangan ini.

 

                                    sumber gambar https://voaindonesia.com

Dari Kuala Lumpur ke Perbatasan Thailand

Agak sedikit berbeda dengan jalur dari KLIA menuju Malaka hingga ke Johor Bahru. Dari Kuala Lumpur menuju Bukit Kayu Hitam Border di Negeri Kedah, yang merupakan perbatasan negara Malaysia dan Thailand, pemandangan yang aku lihat agak sedikit berbeda.

Perjalanan kami tempuh sekitar 6 jam. Sekalipun masih didominasi oleh pemandangan perkebunan kelapa sawit, terkadang aku melihat pula perkebunan karet (Malaysia=getah). Termasuk melihat beberapa perkampungan penduduk. Nah, ketika sampai di Negeri Penang, di sinilah aku baru melihat pemandangan areal persawahan, walau tak seluas areal persawahan di Pulau Jawa. Aku juga melihat beberapa tanaman lain seperti kelapa, nangka, jati, rambutan, pisang, dll.

Menurutku, mungkin karena Penang lokasinya di tepi pantai dengan dataran rendah yang rata, maka banyak yang menanam padi. Berbeda dengan wilayah Malaysia lainnya yang didominasi oleh dataran tinggi (bergunung-gunung, pegunungan) sehingga memang lebih cocok untuk tanaman perkebunan daripada tanaman padi dan palawija.

Penghasil Kelapa Sawit Terbesar Kedua di Dunia

Mayoritas tanah di negara Malaysia ditanami kelapa sawit, sehingga ia menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Sime Darby Plantation merupakan perusahaan kelapa sawit raksasa di Malaysia. Pada 2023, luas kebun kelapa sawit di Malaysia sebesar 5,67 hektar (Lembaga Minyak Sawit Malaysia). Yang lebih mengejutkan lagi adalah 23% perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah milik perusahaan Malaysia lho! (2022).

Itulah mengapa banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Gaji rata-rata PMI di kebun kelapa sawit berkisar antara 1.500 hingga 1.800 Ringgit atau setara 5 – 5,8 juta Rupiah. Mungkin cukup besar untuk ukuran di Indonesia (terutama di Jawa), namun biaya hidup di Malaysia ternyata lebih tinggi dibanding di Indonesia. Jika tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, gaji yang terlihat besar tidak akan ada sisanya alias tidak punya tabungan.

Aku sendiri pernah melihat perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera, tepatnya di wilayah Provinsi Jambi, saat perjalanan darat dari Jakarta menuju Sumatera Utara. Kalau di Pulau Jawa setahuku tidak ada perkebunan kelapa sawit, yang ada minyak goreng dari kelapa sawit, hehe…

*****

Perjalanan panjang dengan pemandangan yang didominasi oleh perkebunan kelapa sawit bisa jadi sebuah pengalaman yang mengasyikkan, sekaligus menjemukan.

 

(Sampai ketemu lagi di Malaysia Seri 4 ya...)

 

 

Minggu, 14 Juli 2024

Malaysia Seri 2 Gara-Gara Lupa Membawa Ringgit

 MALAYSIA SERI 2 GARA-GARA LUPA BAWA RINGGIT

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Membawa uang memang penting, terutama di saat sedang bepergian. Apalagi ketika sedang berada di negara lain. Jangan sampai lupa membawa uang yang sesuai dengan mata uang negara setempat. Tentu tidak ada gunanya jika yang kita bawa itu uang Rupiah, meskipun kita membawa dalam jumlah yang banyak. Kecuali, memang ada beberapa toko yang mau menerima pembayaran dengan uang Rupiah (sudah barang tentu dengan nilai kurs yang lebih rendah).

Bagaimana jadinya kalau kita benar-benar lupa membawa mata uang asing?

Hal ini terjadi pada teman saya. Ketika sedang di sebuah Rest Area dalam perjalanan menuju Thailand dan ia hendak membeli bakpao, ternyata ia lupa membawa uang Ringgit. Secara dia memang lagi pingin banget makan bakpao, ia memberanikan diri mendatangi toko, siapa tahu penjualnya mau menerima uang Rupiah.

“Eh niatnya mau beli, malah dikasih”, ujarnya terlihat sumringah sekembali dari toko tersebut.

Sejurus kemudian, ia membuka kotak berisi beberapa buah bakpao.

“Enak juga ya…”, gumamnya sedikit nyengir (ya iyalah, gretong gicu loch!)

Dia pun menawari saya. Saya ambil satu dan memakannya. Bener juga, enak, hehe….. 😊

 

Hal tersebut dialami pula oleh teman saya yang lain. Ketika hendak membeli air mineral di dekat St. Paul Melaka, dia memberikan uang MYR50. Sedangkan harga 2 botol air mineral sebesar MYR2,5. Karena penjual sedang tidak punya uang kembalian, penjual itu memberikan air mineral tadi secara cuma-cuma.

Cerita Serupa

Sebelum peristiwa ini, kejadian serupa juga terjadi di sebuah masjid di Singapura sepulang dari Global Universal Studio. Takmir masjid membagi-bagikan snack berupa krupuk. Saya termasuk yang mendapat bagian.

Nah, ada salah satu peserta Tour Aksara 2024 yang mendengar perihal bagi-bagi krupuk tadi. Lalu ia menemui takmir, barangkali masih ada stok krupuk yang akan disedekahkan. Namun, apa hendak dikata, semua krupuk telah habis dibagikan. Kecuali krupuk yang berada di etalase, namun harus membeli seharga SGD2.

Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bak malaikat dari surga, si takmir tadi memberi peserta tersebut uang SGD2 untuk membeli snack yang ada di etalase dan menaruh uangnya di tempat yang telah disediakan. Hmmm… kalau sudah jodoh takkan ke mana, eh maksudnya rejeki, hehe…

Sebagai informasi tambahan, snack yang dijual seharga SGD2 itu adalah kripik singkong, cuma dalam ukuran kecil. Setara ukuran plastik ¼ kg. Kalau di Jawa tempatku, snack seperti itu harganya hanya 5 ribu, itupun susah lakunya. Di Singapura harganya SGD2 = Rp 24.000,-.

 

Hikmah Cerita

Ini hanya pendapat saya pribadi lho ya. Orang-orang Malaysia dan Melayu pada umumnya adalah penganut agama Islam. Menurut iman yang diyakininya, bersedekah adalah sebuah amal yang mulia, terlebih memberi kepada orang yang sedang dalam perjalanan (musafir). Apalagi jika mereka adalah seorang pedagang, dengan bersedekah tentu akan berdampak positif terhadap bisnisnya. Usahanya akan mendapatkan keuntungan dan menuai keberkahan.

Terlepas dari faktor agama, secara universal, perihal memberi adalah sebuah kebaikan bagi manusia terhadap sesama. Memberi adalah fitrah tanpa memandang agama dan kepercayaan, ras, suku, warna kulit, adat-istiadat, dan sebagainya.

 

*****

Apakah kedua peristiwa di atas adalah sebuah kebetulan (coincidence)?

Menurut saya pribadi, tidak ada peristiwa kebetulan di dunia ini. Segalanya telah ada dalam perencanaan Tuhan. Bahkan, bisa jadi kita juga telah merencanakannya jauh hari sebelum itu.

 

Sampai ketemu di Seri 3 ya!