Cari Blog Ini

Selasa, 20 Agustus 2024

Malaysia Seri 9 Minim Reklame di Jalan-Jalan

 

MALAYSIA SERI 9 MINIM REKLAME DI JALAN-JALAN

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

 

Apabila kita berjalan-jalan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia, kita akan melihat reklame (papan iklan) di kanan-kiri jalan. Terlebih di tempat-tempat strategis seperti jalan protokol, jalan tol, perempatan jalan, jembatan, atau ruang publik lainnya. Seakan-akan jalanan penuh sesak dengan reklame. Bahkan, reklame yang ukurannya sangat besar terkadang menutupi gedung, rumah, atau ruang terbuka hijau.

Belum lagi kalau sedang musim Pilpres maupun Pilkada, kanan-kiri jalan tampak semrawut. Para Timses memasang atribut kampanye dalam berbagai bentuk. Ada yang berupa reklame, banner, umbul-umbul, stiker, pamflet, dan sebagainya. Mereka menempel pamflet atau stiker di tembok, tiang listrik/telepon, jembatan, bahkan di angkutan umum.


                                            Sumber gambar https://tripadvisor.co.id

Kota-Kota di Malaysia

Dalam pengamatan saya selama di Malaysia, terutama di Kuala Lumpur, Malaka, dan Johor Baru, saya jarang sekali menemukan media reklame di pinggir jalan. Kanan-kiri jalan tampak bersih dan rapi. Ada sih reklame di pinggir jalan, tapi jumlahnya sangat sedikit. Itupun penempatannya di lokasi yang tepat, sehingga tidak sampai mengganggu pemandangan.

Demikian halnya di jalan tol, nyaris tak ada reklame. Justru mata kita disuguhi oleh pemandangan kebun kelapa sawit di kanan-kiri jalan.

Apakah memang perusahaan-perusahaan di Malaysia tidak suka memasang iklan dengan media reklame, atau karena pemerintah menerapkan kebijakan yang sangat ketat terkait pemasangan iklan di jalan raya, entah itu terkait dengan perizinan atau besarnya biaya sewa/biaya pemasangan. Atau mereka lebih suka beriklan di media elektronik maupun media iklan. Saya tidak tahu persis.

Sudah papan reklame amat sedikit, jalanan di Malaysia juga jarang sekali terjadi kemacetan. Bahkan, volume sepeda motor di jalanan juga amat kecil. Orang Malaysia sepertinya kurang suka memakai sepeda motor, sehingga jarang kita menemukan sepeda motor berlalu-lalang di jalan. Apakah karena pengguna sepeda motor sedikit, sehingga di Malaysia sepeda motor diperbolehkan masuk di semua jalan tol yang ada di negara itu.

Bisa jadi benar apa kata para analis pemasaran bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat potensial di dunia. Selain memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, secara psikologis orang Indonesia memiliki gengsi yang tinggi dan suka dengan gaya hidup yang “wah”. Termasuk gampang tergoda dengan iklan. Thus, para perusahaan juga berani jor-joran dalam mengeluarkan anggaran periklanan.

(Seri berikutnya adalah Malaysia minim tiang listrik maupun tiang telepon)

Sabtu, 17 Agustus 2024

Malaysia Seri 8 Takmir Masjid Bergaji 7 Juta Rupiah

 

MALAYSIA SERI 8 TAKMIR MASJID BERGAJI 7 JUTA

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Salah satu agenda kami selama di Malaysia adalah mengunjungi ibukota pemerintahan negara ini, yaitu Putrajaya. Berada di sebelah selatan Kuala Lumpur, berjarak sekitar 36 KM (2 jam perjalanan). Kosa kata putra dan jaya sudah tidak asing lagi di Indonesia, sehingga kami cukup mudah untuk mengingatnya. Entah mengapa, di Malaysia banyak sekali nama-nama tempat atau gedung yang memakai kosa kata “putra”, “jaya”, termasuk kata “sentosa”.

Putrajaya hanyalah ibukota pemerintahan, sedangkan ibukota negara tetap Kuala Lumpur. Semua kantor pemerintahan berada di Putrajaya. Disediakan pula semacam apartemen untuk tempat tinggal para pegawai pemerintah dengan sistem sewa. Jadi, apabila ada pegawai yang tinggal di luar Putrajaya, tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk sampai di kantor. Selain itu, juga bertujuan untuk mengurangi volume kendaraan dan kemacetan. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan sistem angkutan umum yang terintegrasi.  



Masjid Putrajaya

Di Putrajaya, kami mengunjungi Putra Square yang merupakan pusat ibukota. Di kawasan ini terdapat Masjid Putra (di Jakarta setara dengan Istiqlal). Salah satu kawan kami sempat mampir ke masjid tersebut dan ngobrol dengan pengurus masjid (takmir).

Salah satu informasi yang kami dapatkan adalah bahwa dia mendapatkan gaji sebesar Rp 7 juta per bulan. Wow… jumlah yang lumayan besar (2x lipat lebih dari gaji saya sebagai pegawai pemerintah).

“Hebat sekali pemerintah Malaysia sampai menggaji takmir masjid sebesar itu”, pikir saya waktu itu. “Mereka benar-benar memberi perhatian yang serius terhadap kesejahteraan pengurus masjid”.

Apakah gaji sebesar itu hanya untuk tugas mengimami shalat wajib dan mengurusi berbagai kegiatan keagamaan di masjid itu, atau termasuk tugas dalam hal menjaga kebersihan dan kerapian masjid.

Pertanyaan berikutnya, apakah yang mendapat gaji itu hanya masjid milik pemerintah atau semua masjid yang ada di Malaysia. Atau apakah ini hanya berlaku di ibukota negara dan kota-kota besar saja, atau mencakup seluruh wilayah negara. Perlu digali lagi informasi detailnya. Sayang sekali, karena saya bukan yang ngobrol dengan dia.

Bahkan, ketika saya Googling, pada Ramadhan tahun kemarin, imam shalat Tarawih mendapat gaji sebesar Rp 19 juta. Amazing!

Kondisi di Indonesia

Secara umum, takmir masjid di Indonesia baik itu imam shalat, muadzin, maupun marbot tidak mendapat gaji secara khusus. Kecuali masjid-masjid yang berada di kota-kota besar, dan itupun masih terbatas pada masjid-masjid tertentu. Untuk daerah perdesaan, biasanya yang mendapat gaji adalah petugas kebersihan (marbot), itupun nilainya tak seberapa, sangat kecil.

Menurut saya, meskipun imam dan muadzin tidak digaji, minimal seorang petugas kebersihan mendapatkan gaji yang layak, syukur-syukur setara dengan UMR. Kalau hanya digaji sekedarnya, mereka pun bekerja sekedarnya. Misal, mereka hanya membersihkan masjid seminggu sekali, yaitu menjelang shalat Jum’at. Ditambah kalau ada acara-acara tertentu, seperti pengajian akbar atau shalat hari raya.

Wajar apabila kita menjumpai kebanyakan masjid di Indonesia terutama di toilet terlihat kotor dan bau. Jamaah setempat saja merasa tidak nyaman, apalagi musafir yang kebetulan singgah di masjid itu. Hal ini sangat kontras dengan ajaran Islam itu sendiri yang sangat mengutamakan kebersihan.

Kalau marbot digaji secara layak, ia diminta untuk membersihkan seluruh komplek masjid termasuk toilet secara rutin setiap hari. Tidak hanya satu atau dua kali dalam seminggu sebagaimana yang selama ini terjadi. Jika ia sudah menerima gaji yang layak tapi masih bekerja seenaknya, ya lebih baik digantikan dengan orang lain yang siap bekerja dengan penuh tanggung jawab.

(Masak, toilet masjid yang dipakai untuk beribadah menghadap Tuhan kalah dengan toilet di hotel yang super bersih, wangi, dan rapi).

 

Nantikan cerita-cerita seru saya di seri berikutnya ya! See you again

Selasa, 13 Agustus 2024

Mari Bergabung di Tour Aksara 2025 Tujuan 3 Negara ASEAN

 Dalam rangka menyukseskan program pengembangan literasi sekolah secara berkelanjutan serta memberi mewujudkan praktik pembelajaran literasi internasional, Forum Indonesia Menulis menyelenggarakan program TourAksara Asia Tiga Negara Tahun 2025.

 


Program ini diselenggarakan dengan rangkaian kegiatan meliputi Tour Literasi di Malaysia: berkunjung ke tempat-tempat menarik dan informatif, sekolah Indonesia luar negeri, Universitas terbaik, dan beberapa tempat edukatif yang kaya informasi. Tour Literasi di Singapura: menyaksikan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan serta praktik-praktik disiplin yang wajib diduplikasi. Tour Literasi di Thailand: mengunjungi tempat-tempat yang kaya akan wawasan literasi sejarah dan budaya. Fasilitas dan Iuaran dari program ini direncanakan sebagai berikut:

 

A.  Fasilitas Peserta TourAksara  

1.    Mendapatkan pelatihan literasi pra TourAksara

2.    Kaos Ekslusif Program

3.    Tour ke 3 negara dengan fasilitas All in + belajar perkembangan literasi, ilmu pengetahuan

4.    Pelatihan pasca Tour

5.    Buku

6.    E-Sertifikat peserta TourAksara

7.    E-Sertifikat Penulis

 

B.  Fasilitas untuk Kepala Dinas, Kepala Sekolah, Ketua Yayasan, Ketua Komunitas, dll jika melibatkan minimal 40 peserta

1.    Gratis tour 3 negara

2.    Kaos ekslusif Program

3.    Free buku jika mengikuti praktik kepenulisan

4.    Uang tunai Rp 5.000.000

5.    Piagam penghargaan Anugerah Literasi Internasional Kategori Pejabat Publik


Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi di 0817-6041-817 (Konsultan Program).

Rabu, 31 Juli 2024

Malaysia Seri 7 Diusir Pedagang India

 

MALAYSIA SERI 7 DIUSIR PEDAGANG INDIA

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Mumpung pergi ke luar negeri, maunya sih ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Namun apalah daya. Kegiatannya amat sangat padat. Dimulai dari usai shalat Subuh, langsung sarapan pagi, kemudian dilanjutkan dengan agenda yang sudah terjadwal. Pulang sudah hampir tengah malam sekitar jam 10-11 malam.

Nyaris tak ada waktu tersisa. Ingin sekali jalan-jalan menikmati suasana malam di kota Kuala Lumpur, Malaka, dan Johor Bahru. Tahu sendirilah, sepanjang hari hingga malam berkegiatan dan menempuh perjalanan jauh via darat tentu sangatlah capek. Pinginnya cepat-cepat beristirahat (tidur). Jangankan jalan-jalan, terkadang mau mandi pun rasanya malas, walau badan kotor dan bau keringat.

 

Jalan-jalan Pagi

Walaupun usai shalat Subuh diminta langsung menuju tempat sarapan, suatu pagi aku menyempatkan diri jalan-jalan di sekitar hotel. Menikmati suasana jalan raya sembari melihat gedung-gedung pencakar langit dan orang-orang yang berlalu lalang.

Sepagi itu, toko-toko banyak yang masih tutup. Hanya ada beberapa warung makan yang sudah buka. Hingga aku menemukan sebuah toko kelontong kecil yang di depannya menjual surat kabar. Aku tertarik dan mendatangi tersebut. Penasaran juga dengan koran di Malaysia itu seperti apa. “Biar pun agak mahal, biarlah akan aku beli” batinku sembari melangkahkan kaki menuju tempat koran dipajang. Secara aku memang suka membaca.

Sekilas aku melihat koran dalam bahasa Melayu, Inggris, dan India. Aku makin penasaran dan memegang-megang koran tersebut untuk melihat apa isi beritanya.

Baru beberapa detik menyentuh koran, si pedagang yang berperawakan India keluar dari toko dan berkata, “Mau beli apa?” tanyanya terkesan ketus dan tanpa senyuman.

“Saya lihat-lihat dulu ya”, jawabku singkat.

“Kalau tidak beli, tidak boleh dipegang-pegang!” serunya dengan nada mengusir.

“Hah…???”

Spontan aku terkejut. Membelalakkan mata dan mulut terbuka. Hampir saja koran yang aku pegang terjatuh dari genggaman.

Tanpa berpikir panjang, aku meminta maaf dan bergegas pergi.

 

                                            sumber gambar https://titipku.com

Di Mana Customer Satisfaction?

Namanya pedagang, setahu saya akan berusaha bagaimana calon pelanggan mau membeli dagangan kita. Sebisa mungkin kita bersikap ramah, murah senyum, proaktif, dan melayani dengan sepenuh hati. Termasuk berusaha meyakinkan calon customer agar mengambil keputusan untuk membeli produk kita. Akan lebih baik lagi jika kita dapat membuat pelanggan kita merasa puas baik dengan produk yang ia beli maupun dengan pelayanan yang kita berikan, sehingga ia akan datang dan membeli lagi (repeat order).

Makanya, kalau punya karakter yang tidak ramah, susah tersenyum, dan tidak bisa melayani; sebaiknya lupakan untuk menjadi pedagang. Orang seperti ini cocoknya menjadi TNI, polisi, atau satpam, hehe…

Habis bukannya membuat orang tertarik dan mendekat, malah pergi ketakutan. Bahkan trauma.


(Tunggu seri berikutnya ya...)

Sabtu, 27 Juli 2024

Malaysia Seri 6 Pekerja Migran Asia Selatan

 MALAYSIA SERI 6 BURUH MIGRAN ASIA SELATAN

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Ketika turun dari pesawat dan masuk di Kuala Lumpur International Airport, aku terkejut melihat cukup banyak pekerja migran dari Asia Selatan yang bekerja di bandara tersibuk ke-14 di dunia ini. Asia Selatan di sini adalah India, Bangladesh, Sri Langka, dan Pakistan. Mereka kebanyakan menempati posisi satpam, petugas penjaga, petugas kebersihan, pelayan restoran atau toko, dan lain-lain.

Aku sempat bertanya ke beberapa petugas. Sayang sekali, sebagian dari mereka malah belum bisa berbahasa Melayu. “Please in English” kata dia. Kalau aku diajak ngobrol pakai bahasa Inggris sih, It’s okay. By the way, kalau orang India atau Malaysia pada pinter bahasa Inggris, aku sih nggak heran. Secara keduanya dulu bekas koloni Inggris gitu loh!

Persoalannya, orang yang aku ajak bicara itu ternyata bahasa Inggris-nya pas-pasan. Aku coba ajak bicara dengan bahasa Inggris tetap nggak nyambung dech. “Ah! Mending tanya ke petugas orang Malaysia sajalah”, pikirku saat itu.



Mencapai 6,8%

Setelah beberapa hari berkeliling di negara Malaysia, ternyata populasi orang Asia Selatan (terutama India) cukup besar. Menurut Wikipedia, mencapai 6,8% (2022). Saya melihat mereka menjadi pelayan, sopir, karyawan, dll. Termasuk di jalanan, mereka terlihat banyak berlalu-lalang.

Sebagian mereka sudah menetap lama di Malaysia dan menjadi warga negara, karena menikah dengan orang pribumi atau memang lahir dan besar di sini. Sebagian lagi mereka berstatus sebagai pekerja migran dan hanya tinggal sementara sesuai dengan jangka waktu kontrak kerja.

Menurut salah satu sumber, konon orang pribumi tidak suka bekerja kasar (buruh). Mereka lebih suka bekerja di kantor atau menjadi pegawai pemerintah. Orang Jawa menyebutnya “mriyayi” atau cenderung ke pekerjaan halus. Itulah sebabnya, negara Malaysia senang mengimpor tenaga kerja dari Asia Selatan (terutama India) maupun sesama Asia Tenggara (terutama dari Indonesia dan Filipina).

Sumber yang sama juga mengatakan bahwa orang-orang Asia Selatan, secara status sosial menempati kelas ketiga alias “kasta terendah”. Kelas kedua adalah ketunan China sebagai kaum pedagang dan pebisnis. Sedangkan kelas pertama sudah barang tentu orang pribumi.

Banyak simbol dan ikon orang India di Malaysia. Kita dapat menemukan bangunan tempat-tempat ibadah mereka, komplek permakaman, termasuk destinasi wisata Batu Cave yang kita kunjungi juga adalah tempat ibadah mereka. Souvenir yang mereka jual pun berbau khas agama mereka, seperti patung, aksesoris, hiasan rumah, kerajinan, dan sebagainya.

Ngomong-ngomong, hebat ya Malaysia itu, untuk urusan tenaga kerja saja sampai mendatangkan pekerja dari luar negeri. Kalau Indonesia sih boro-boro mendatangkan pekerja asing, kita lebih suka mencari pekerjaan ke luar negeri. Menjadi pekerja migran (dulu disebut TKI/TKW) ke Hongkong, Taiwan, Arab Saudi atau negara Timur Tengah lainnya. Kalau sekarang banyak yang pergi ke Jepang dan Korea Selatan.

Maklumlah, Malaysia menduduki peringkat kedua di Asia Tenggara setelah Singapura.

Lalu, bagaimana dengan karakter orang-orang Asia Selatan?



Simak tulisanku di seri berikutnya dengan judul “Diusir oleh Pedagang India”

 

 

 

Jumat, 26 Juli 2024

Malaysia Seri 5 Toko Robot

 

MALAYSIA SERI 5 TOKO ROBOT

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Umumnya tempat-tempat wisata Di Indonesia dipenuhi oleh para pedagang kaki lima. Mereka menjajakan barang dagangan di kanan-kiri jalan, sehingga tak jarang mengganggu wisatawan yang sedang lewat atau berjalan kaki. Dan sudah kita maklumi Bersama bahwa harga di tempat wisata cukup mahal, bias 2-3x lipat dari harga normal.

Berbeda dengan di Malaysia.

Secara umum, destinasi wisata di sana nyaris tidak ada pedagang kaki lima-nya. Aku memang sempat menemukan beberapa pedagang kaki lima dan bisa dihitung dengan jari. Makanya, kalau kita jalan-jalan di tempat-tempat wisata akan merasa aman dan nyaman. Ditambah lagi jalannya yang lebar dan kondisi lingkungan sekitar yang bersih dan rapi.

Kalau nyaris tidak ada pedagang kaki lima, lantas bagaimana kalau pingin jajan?

                                            Toko Robot di kawasan Red Square Malaka


Toko Tanpa Pelayan

Sebagai penggantinya, di tempat-tempat wisata disediakan “Toko Robot”, saya menyebutnya demikian. Toko yang menjual aneka minuman dan snack. Kita tidak perlu membeli atau menukar koin terlebih dahulu. Kita cukup memasukkan uang kertas Ringgit. Kemudian di layar, kita tinggal memilih produk yang kita inginkan. Barang yang kita beli akan keluar di bagian bawah, termasuk keluar pula uang kembalian jika yang kita masukkan bukan uang pas.

Toko Robot seperti itu tidak hanya ada di destinasi wisata saja, di tempat-tempat lain pun banyak aku jumpai, termasuk di masjid-masjid.

Di Indonesia, Toko Robot juga sudah ada di tempat-tempat seperti stasiun, mal, bandara, atau ruang publik lainnya. Cuma belum sebanyak di Malaysia. Dan setahuku, kita mesti menukar koin terlebih dahulu, tidak bisa langsung memasukkan uang kertas Rupiah. Dengan demikian, Malaysia sudah selangkah lebih maju dari kita.

Toko Robot memang sangat canggih. Kecerdasan buatan (artificial intelligence) memang telah memberi berbagai kemudahan kepada manusia. Akan tetapi, namanya juga teknologi tetap memiliki sisi kelemahan. Misalnya saja, bagaimana jika bagaimana jika barang yang kita beli tidak bisa keluar; bagaimana jika uang kembalian tidak bisa keluar; bagaimana kalau uang kertas yang kita masukkan tidak terbaca oleh sistem; dan sebagainya.

Dampak dari Digitalisasi

Digitalisasi dalam berbagai bidang kehidupan selain membawa dampak positif, tentu juga membawa efek negatif. Salah satunya adalah digantikannya pekerjaan manusia dengan mesin (robot). Kini tak ada lagi petugas pintu tol, petugas penjaga tiket, atau petugas-petugas lainnya yang berhubungan dengan pembayaran, karena pembayaran bisa dilakukan secara digital. Termasuk Toko Robot yang aku ceritakan di atas.

Lama-kelamaan, tenaga manusia tak dibutuhkan lagi karena semakin banyak jenis pekerjaan digantikan oleh mesin.

Tapi kita tak perlu khawatir. Di sisi lain, dengan adanya digitalisasi dalam berbagai bidang kehidupan juga membawa banyak peluang baru. Jenis-jenis pekerjaan baru bermunculan. Bahkan, jenis pekerjaan itu tak terikat oleh tempat dan waktu. Orang bisa bekerja di mana saja dan kapan saja. Orang bisa mendapatkan penghasilan hanya dengan duduk-duduk menghadap laptop atau memainkan handphone.

Kesimpulan

Dengan nyaris tak ada pedagang kaki lima di tempat-tempat wisata di Malaysia, berarti Malaysia termasuk “negara ramah wisatawan”. Aku benar-benar merasakan hal itu. Makanya, aku masih ingin pergi ke sana lagi lho, mengajak anak-isteri. Semoga.

 

(Simak seri Malaysia berikutnya ya!) …..

 

Rabu, 24 Juli 2024

Ketika Ruang Publik Berubah Menjadi Ruang Privat

 

KETIKA RUANG PUBLIK BERUBAH MENJADI RUANG PRIVAT

 

Menurut Carr (1992), ruang publik (public space) adalah ruang milik bersama dan dapat diakses seluruh masyarakat, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan periodik. Semua masyarakat memiliki hak untuk mengakses ruang publik, baik berupa fisik maupun visual, karena ruang publik adalah ruang milik bersama yang digunakan untuk kepentingan bersama.

Sedangkan Hakim (1993) mengklasifiasikan ruang publik berdasarkan sifatnya, yaitu:

1.       Ruang publik tertutup, yaitu ruang publik yang memiliki penutup fisik atau berada di dalam bangunan. Contoh ruang publik tertutup adalah mall, museum, kantor pos dan sebagainya.

2.       Ruang publik terbuka, yaitu ruang publik yang tidak memiliki penutup fisik atau berada di luar bangunan, juga dapat disebut sebagai ruang terbuka (open space). Contoh ruang publik terbuka adalah taman, alun-alun dan pedestrian.

Hakim (1993) juga menyatakan bahwa ruang terbuka adalah ruang yang dipergunakan oleh masyarakat yang dapat diakses secara langsung maupun tidak, dalam kurun waktu terbatas maupun dalam kurun waktu tertentu.

                                    Sumber gambar https://kotalogy.com

Pada kenyataannya, ada beberapa ruang publik yang entah sengaja atau tidak, sadar atau tidak berubah menjadi ruang privat (private space). Berikut ini beberapa contohnya:

1.       Masjid

Saya pribadi memasukkan tempat ibadah sebagai ruang publik juga. Sebab, tempat ibadah dapat dimasuki oleh siapa saja tanpa terkecuali. Contohnya masjid. Siapapun boleh memasukinya kapan saja tanpa membedakan dia sunni atau syiah, dia NU atau Muhammadiyah atau yang lainnya. Bahkan, orang non-Muslim pun diperbolehkan masuk ke masjid (walaupun terkadang dengan syarat dan kondisi tertentu).

Sekarang tidak sedikit masjid yang dibuka hanya pada waktu-waktu shalat jamaah saja, selain itu pintu gerbang masjid digembok sehingga orang tak bisa masuk. Salah satu alasannya adalah perihal keamanan. Misalnya pernah terjadi pencurian kotak amal, sound system, kipas angin, dan properti masjid lainnya.

Walaupun menurut saya pribadi, alasan keamanan ini tidaklah tepat atau bahkan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin rumah Tuhan tidak aman. Mengapa pula kehilangan suatu barang dijadikan alasan untuk mengunci masjid.

Lebih aneh lagi, takmir masjid sengaja mengunci toilet (sekalipun di waktu shalat) dengan alasan pernah ada orang Buang Air Besar (BAB) tidak disentor. Sering terjadi baik warga setempat maupun musafir yang kecele ketika hendak mau ke toilet karena dikunci. Gara-gara satu atau beberapa orang tapi mengalahkan orang banyak.

Seharusnya solusinya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat perihal kebersihan kamar mandi, bukan dengan cara mengunci toilet. Buat apa membangun toilet kalau tidak digunakan. Emang buat pajangan doang?!

Bukankah masjid dibangun dengan dana orang banyak (dana ummat). Bukankah masjid dibangun dengan tujuan sebagai tempat beribadah sekaligus bermanfaat bagi orang banyak.

Kecuali jika masjid itu 100% dibangun dengan dana pribadi dan tanah milik pribadi.

Masih ada cerita terkait masjid. Sekarang mulai ada fenomena sebuah masjid yang dilabeli dengan ormas tertentu. Masjid (nama ormas), diberi logo ormasnya juga. Hmmm… lama-lama saya juga bisa dong membangun masjid dengan nama saya sendiri “masjid Trimanto” hahaha…..

Meskipun tujuannya adalah untuk afirmasi bahwa masjid tersebut milik ormas A atau dikelola oleh ormas A, tetap saja membawa kesan awal bahwa selain ormas A sebaiknya tidak shalat di sana. Dengan kata lain, itu adalah masjid eksklusif.

 

2.       Jalan

Ini biasanya terjadi di areal perkampungan baik di perkotaan maupun perdesaan ketika sedang ada acara resepsi pernikahan. Kita sering menjumpai ada tulisan “Maaf, Jalan Ditutup” kemudian dikasih penghalang sehingga orang atau kendaraan tak bisa lewat.

Selain acara resepsi, yang membuat jalan ditutup adalah acara pengajian akbar, pertunjukan kesenian, acara wisuda sekolah, dan sebagainya.

Beda soal jika jalan ditutup karena sedang dalam perbaikan, hehe…

Sama dengan masjid tadi, jalan juga milik umum, milik semuanya. Siapapun bisa lewat tanpa terkecuali. Tidak ada seorang pun yang berhak melarang orang lain untuk melewati jalan tertentu. Bahkan, menurut Ustadz H. Dwi Condro Triono, Ph.D, seorang pakar ekonomi syariah mengatakan bahwa jalan tol juga merupakan ruang publik, sehingga apabila jalan tol berbayar maka bertentangan dengan syariat Islam.

Selain masjid dan jalan, masih ada beberapa contoh lainnya yang perlu ditinjau ulang. Misalnya, lapangan desa yang disewakan, toilet umum di ruang publik yang harus membayar, menggunakan ruang publik yang membayar uang kebersihan/uang keamanan, dan sebagainya.

Akhir kata, jangan sampai meniru perihal privatisasi BUMN sehingga muncul privatisasi ruang publik.