MALAYSIA SERI 8 TAKMIR
MASJID BERGAJI 7 JUTA
Oleh:
Trimanto B. Ngaderi
Salah satu
agenda kami selama di Malaysia adalah mengunjungi ibukota pemerintahan negara
ini, yaitu Putrajaya. Berada di sebelah selatan Kuala Lumpur, berjarak sekitar
36 KM (2 jam perjalanan). Kosa kata putra dan jaya sudah tidak asing lagi di
Indonesia, sehingga kami cukup mudah untuk mengingatnya. Entah mengapa, di
Malaysia banyak sekali nama-nama tempat atau gedung yang memakai kosa kata “putra”,
“jaya”, termasuk kata “sentosa”.
Putrajaya hanyalah
ibukota pemerintahan, sedangkan ibukota negara tetap Kuala Lumpur. Semua kantor
pemerintahan berada di Putrajaya. Disediakan pula semacam apartemen untuk
tempat tinggal para pegawai pemerintah dengan sistem sewa. Jadi, apabila ada
pegawai yang tinggal di luar Putrajaya, tidak perlu menempuh perjalanan jauh
untuk sampai di kantor. Selain itu, juga bertujuan untuk mengurangi volume
kendaraan dan kemacetan. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan sistem
angkutan umum yang terintegrasi.
Masjid Putrajaya
Di Putrajaya,
kami mengunjungi Putra Square yang merupakan pusat ibukota. Di kawasan ini
terdapat Masjid Putra (di Jakarta setara dengan Istiqlal). Salah satu kawan
kami sempat mampir ke masjid tersebut dan ngobrol dengan pengurus masjid
(takmir).
Salah satu
informasi yang kami dapatkan adalah bahwa dia mendapatkan gaji sebesar Rp 7
juta per bulan. Wow… jumlah yang lumayan besar (2x lipat lebih dari gaji saya
sebagai pegawai pemerintah).
“Hebat
sekali pemerintah Malaysia sampai menggaji takmir masjid sebesar itu”, pikir
saya waktu itu. “Mereka benar-benar memberi perhatian yang serius terhadap
kesejahteraan pengurus masjid”.
Apakah gaji
sebesar itu hanya untuk tugas mengimami shalat wajib dan mengurusi berbagai
kegiatan keagamaan di masjid itu, atau termasuk tugas dalam hal menjaga
kebersihan dan kerapian masjid.
Pertanyaan berikutnya,
apakah yang mendapat gaji itu hanya masjid milik pemerintah atau semua masjid
yang ada di Malaysia. Atau apakah ini hanya berlaku di ibukota negara dan
kota-kota besar saja, atau mencakup seluruh wilayah negara. Perlu digali lagi
informasi detailnya. Sayang sekali, karena saya bukan yang ngobrol dengan dia.
Bahkan,
ketika saya Googling, pada Ramadhan tahun kemarin, imam shalat Tarawih mendapat
gaji sebesar Rp 19 juta. Amazing!
Kondisi di Indonesia
Secara umum,
takmir masjid di Indonesia baik itu imam shalat, muadzin, maupun marbot tidak
mendapat gaji secara khusus. Kecuali masjid-masjid yang berada di kota-kota
besar, dan itupun masih terbatas pada masjid-masjid tertentu. Untuk daerah
perdesaan, biasanya yang mendapat gaji adalah petugas kebersihan (marbot),
itupun nilainya tak seberapa, sangat kecil.
Menurut saya,
meskipun imam dan muadzin tidak digaji, minimal seorang petugas kebersihan
mendapatkan gaji yang layak, syukur-syukur setara dengan UMR. Kalau hanya
digaji sekedarnya, mereka pun bekerja sekedarnya. Misal, mereka hanya membersihkan
masjid seminggu sekali, yaitu menjelang shalat Jum’at. Ditambah kalau ada acara-acara
tertentu, seperti pengajian akbar atau shalat hari raya.
Wajar apabila
kita menjumpai kebanyakan masjid di Indonesia terutama di toilet terlihat kotor
dan bau. Jamaah setempat saja merasa tidak nyaman, apalagi musafir yang
kebetulan singgah di masjid itu. Hal ini sangat kontras dengan ajaran Islam itu
sendiri yang sangat mengutamakan kebersihan.
Kalau marbot
digaji secara layak, ia diminta untuk membersihkan seluruh komplek masjid
termasuk toilet secara rutin setiap hari. Tidak hanya satu atau dua kali dalam
seminggu sebagaimana yang selama ini terjadi. Jika ia sudah menerima gaji yang
layak tapi masih bekerja seenaknya, ya lebih baik digantikan dengan orang lain
yang siap bekerja dengan penuh tanggung jawab.
(Masak,
toilet masjid yang dipakai untuk beribadah menghadap Tuhan kalah dengan toilet
di hotel yang super bersih, wangi, dan rapi).
Nantikan cerita-cerita
seru saya di seri berikutnya ya! See you again
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu komentar Anda!