HIKMAH AL QUR’AN DITURUNKAN SECARA
BERANGSUR-ANGSUR
Sebagaimana kita
ketahui bersama bahwa Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 23
tahun, 13 tahun di Mekkah (ayat Makiyah) dan 10 tahun di Madinah (ayat
Madaniyah). Berbeda dengan kitab-kitab Samawi lainnya yang diturunkan
sekaligus. Taurat diturunkan selama 6 hari, Zabur diturunkan selama 18 hari,
dan Injil diturunkan selama 13 hari. Ketiga sama-sama turun di bulan Ramadhan
(sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Baihaqi dalam kitab Asy-Syabi).
Sekalipun Al Qur’an
juga turun di bulan Ramadhan, namun ia tidak turun sekaligus, sebagaimana termaktub
dalam Q.S. Al Isra’:106. Tujuan Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur
adalah demi tetapnya Al Qur’an di dalam dada Rasulullah dan kaum muslimin saat
itu. Diturunkan ayat demi ayat, yang sebagian dengan sebagian lainnya saling
berhubungan. Diturunkan secara terpisah menurut peristiwa-peristiwanya agar
lebih mudah melekat ke dalam hati.
Lima Hikmah Al Qur’an
Diturunkan Secara Berangsur-angsur
1)
Pembaharuan wahyu menguatkan hati Nabi
Nabi telah menyebarkan dakwahnya
kepada seluruh manusia. Di antara mereka ada yang mengingkarinya, menentangnya,
memberikan ejekan dan celaan, termasuk tetap bangga dengan kemegahan dan
kebangsawanan mereka. Akan tetapi Rasulullah tetap teguh memegang kebenaran yang
disampaikan kepada mereka.
“Maka barangkali engkau (Muhammad) akan
mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya
mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).” Q.S. Al kahfi: 6.
2)
Memudahkan pemahaman dan hafalannya
Al Qur’an diturunkan kepada kaum
yang ummi, tidak bisa membaca dan menulis. Memorinya hanyalah terletak pada
hafalan, mereka tidak memiliki satu buku atau karangan sekalipun. Mereka hanya
menghafal dan memahaminya. Sehingga mereka tidak akan mungkin menghafal Al
Qur’an secara keseluruhan dalam satu masa.
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum
yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Q.S. Al Jumu’ah: 2.
3)
Sebagai mukjizat bagi Nabi
Orang-orang kafir
membangga-banggakan syair para penyair mereka, pidato para pembesar mereka, dan
mereka terkenal akan ketinggian sastra dan bahasa. Mereka bertanya tentang
mukjizat Al Qur’an sebagai kitab dari Allah dan bukan buatan manusia. Mereka
ingin menguji kerasulan Muhammad.
“Katakanlah! Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul
untuk membuat yang serupa (dengan) Alquran ini, mereka tidak akan dapat membuat
yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” Q.S. Al Isra’:88.
4)
Kesesuaian dengan situasi dan kondisi saat itu
dan periodisasi hukum
Manusia memiliki tabiat untuk tetap
pada kondisi awalnya dan Islam sebagai agama baru tidak secara langsung
memberikan perintah atau larangan kepada manusia. Al Qur’an mengajak kepada
hikmah yang terkandung di dalamnya, memberikan penyeimbangan terhadap cara-cara
dan adat-istiadat mereka yang bercampur dengan kerusakan dan kehinaan,
meletakkan dasar-dasar hukum sesuai dengan keadaan, satu demi satu, sehingga
benar-benar tertanam dalam diri mereka.
Al Qur’an pertama kali diturunkan
dengan topik dasar-dasar keimanan, menegakkan dalil-dalilnya dengan bukti-bukti
yang jelas sehingga jiwa orang-orang musyrik menjadi terbuka, serta mau
menyadari kesalahan mereka dengan menyembah berhala. Al Qur’an juga
pertama-tama memerintahkan manusia kepada kebaikan moral (akhlaqul karimah), meluruskan moral buruk mereka, melarang kepada
kekejian dan kemungkaran, serta menyucikan jiwa mereka.
Setelah akidah dan akhlak mereka
kuat, baru Al Qur’an membicarakan mengenai perbaikan sosial, yaitu menuju
masyarakat yang baik (ummatan wasathan).
Ayat tentang dasar hubungan kemasyarakatan diturunkan di Mekkah, tetapi
perincian hukumnya turun di Madinah. Hubungan kekeluargaan turun di Mekkah,
sedangkan penjelasan hak dan kewajiban suami-isteri, perceraian, kematian, dan
harta warisan dijelasakan dalam ayat-ayat Madaniyah. Asal larangan berzina
turun di Mekkah, dan ayat-ayat yang menyangkut batasan-batasannya diturunkan di
Madinah.
“Sesungguhnya awal-awal yang diturunkan
dari Al Quran adalah surat-surat dari Al Mufashshal (dari surat Qaaf – Al Nas),
sebab didalamnya ada penjelasan tentang surga dan neraka, sehingga ketika umat
islam telah kokoh diatas islam, maka turunlah perkara halal dan haram…”. (HR
Bukhari).
5)
Bukti yang kuat bahwa Al Qur’an diturunkan oleh
Allah
Apabila kitab ini adalah ciptaan
manusia atau perkataan seorang rasul yang diungkapkan dalam setiap peristiwa,
maka jelas akan terdapat keraguan dan pertentangan di dalamnya. Padahal Al
Qur’an memiliki makna yang berkaitan, memiliki gaya (ushlub) yang indah, memiliki susunan ayat dan surat yang saling
berkaitan satu dengan lainnya.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran
itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.” Q.S. An Nisa’: 82.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
Semoga kita dapat menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman dan tuntunan dalam
menjalani kehidupan di dunia, serta menjadi penerang dan syafaat kelak di yaumil qiyamah.
Referensi:
Drs. H.M. Shalahuddin Hamid, MA, Studi Ulumul Qur’an, Intimedia Cipta
Nusantara, Jakarta, 2002.