Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Juni 2025

Tri Hita Karana, Mendorong Hidup Dalam Keharmonisan

 

TRI HITA KARANA, MENDORONG HIDUP DALAM KEHARMONISAN

Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)

 

Akhir-akhir ini bencana alam sering sekali terjadi. Mulai dari banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan, hama tikus yang menyerang tanaman padi, perubahan iklim, hingga meningkatnya pemanasan global. Alam seolah-olah begitu murka dengan nafsu serakah manusia. Bencana alam seakan memberikan “alarm” bahwa perilaku manusia telah jauh melampaui batas.

Betapa tidak. Manusia begitu rakus mengeksploitasi alam. Mulai dari penebangan pohon, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perburuan satwa liar, alih fungsi lahan, dan sebagainya. Mereka tidak sekedar mengambil dari alam sesuai yang dibutuhkannya. Namun, mereka mengambil sebanyak mungkin demi memupuk pundi-pundi kekayaan.

Mereka tak peduli lagi terhadap dampak negatif akibat ulah keserakahan mereka. Mereka sengaja menutup mata atas kerusakan lingkungan, pencemaran air dan udara, musnahnya satwa langka, dan hancurnya tatanan ekosistem. Paham kapitalisme yang mereka usung hanya berorientasi kepada akumulasi modal. Mereka rela mengorbankan orang banyak demi kekayaan bagi segelintir orang.

Parahnya lagi, mereka memisahkan antara manusia, alam semesta, dan Tuhan.  



Tri Hita Karana

Setiap agama dan kepercayaan memiliki konsep yang mengatur hubungan antara manusia, alam semesta, dan Tuhan. Demikian halnya dengan agama Hindu, ada yang disebut dengan “Tri Hita Karana”, yaitu konsep hidup yang tangguh. Hidup yang tangguh (sejahtera) akan tercapai apabila terjadi hubungan yang harmonis antara Tuhan (pharayangan), manusia (pawongan), dan alam semesta (palemahan). Ini merupakan yadnya bagi setiap orang agar tercapai pelestarian dan keberlangsungan lingkungan.

Hal tersebut disampaikan Dr. Ni Nyoman Rahmawati, S.Ag., M.Si pada Sesi II Sekolah Lintas Iman (SLI) Certification in Interfaith Communication and Dialogue (C.ICD) – Kepemimpinan Ekoteologis Interreligius dalam Pembangunan SDGs yang diselenggarakan oleh Asosiasi Peneliti Studi Kalimantan (APSK).

Beliau juga menyampaikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, umat Hindu mempraktikkan ritual-ritual yang bertujuan membangun keselarasan dengan alam, di antaranya:

1.       Kain Poleng, kain berwarna hitam-putih yang disematkan di pohon-pohon sebagai simbol magis, kekuatan, dan pelestarian alam;

2.       Tawur Kesanga dalam upacara Bhuta Yadnya, bertujuan untuk menyucikan alam semesta, menjaga keseimbangan alam, dan menciptakan harmoni antara manusia dan lingkungan;

3.       Tumpek Wariga adalah hari di mana umat Hindu memberikan penghormatan kepada Desa Sangkara sebagai Dewa Tumbuh-Tumbuhan;

4.       Subak, sistem kuno di Bali yang menyatukan harmoni antara alam, komunitas, dan spiritualitas;

5.       Tumpek Kandang, pemujaan kepada Dewa Rare Anggon agar para hewan diberkati dengan kesehatan dan keselamatan.

Demikian halnya dengan perayaan Hari Raya Nyepi. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, Nyepi hadir sebagai momen istimewa untuk refleksi diri dan menjaga keseimbangan alam. Ia tidak hanya memiliki makna spiritual yang mendalam, tetapi juga memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan hidup, yaitu pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan kualitas udara, penghematan energi dan air, serta mendorong kesadarandan kepedulian terhadap lingkungan.

Ditambahkan pula bahwa dalam Suku Dayak Salako, terdapat ritual adat Ngabayotn. Bertujuan untuk menyampaikan rasa syukur, terutama atas hasil panen padi di kalangan masyarakat Dayak. Ada pula Mamapas Lewu yang dijalankan masyarakat Dayak pemeluk agama Kaharingan sebagai sarana membersihkan wilayah dari berbagai sengketa, marabahaya, sial, dan wabah penyakit.  Ada lagi Manyanggar, sebuah upacara adat suku Dayak di Kalimantan Tengah untuk membuka lahan baru.

Membangun Sebuah Kesadaran

Konsep Tri Hita Karana selain membentuk hidup yang tangguh (sejahtera), juga membangun sebuah kesadaran (awarness), baik kesadaran personal maupun kesadaran kolektif untuk senantiasa menyatu dengan alam dan Tuhan. Satu-kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan.

Kesadaran inilah yang akan menjadi ruh setiap pemeluk agama Hindu dalam menjalani kehidupan di jagad raya ini. Kesadaran akan mewujud dalam bentuk sikap dan perbuatan dalam memanfaatkan dan melestarikan lingkungan. Mereka dituntun untuk menempuh dharma (jalan kebenaran) untuk menuju jagathita (kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan).  

Itulah intisari dari apa yang disebut sebagai Moksartam Jagathita Ya Ca Iti Dharma, yang merupakan tujuan tertinggi dalam agama Hindu.

*) Peserta Sekolah Lintas Iman (SLI)

Jumat, 06 Juni 2025

Jejak Cinta di Pulau Tiga Negara

 

JEJAK CINTA DI PULAU TIGA NEGARA

 

Aku menulis cerita ini di atas kapal laut KIRANA 3 milik PT Dharma Lautan Utama, dalam perjalanan dari Pelabuhan Panglima Raja, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah menuju Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.

*****

Waktu begitu cepat berlalu, sekencang lari kuda di padang gurun Gobi. Anakku nomor dua sudah lulus SMK. Ia ingin ikut adikku bekerja di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Aku sengaja mengantar anakku sampai ke lokasi tujuan. Itung-itung sekalian jalan-jalan, apalagi diriku memang belum pernah menginjakkan kaki di pulau yang dihuni tiga negara itu.

Biasanya kalau pergi jauh aku naik pesawat terbang. Kali ini aku memutuskan untuk naik kapal laut. Selain belum pernah naik kapal, tentu bisa menghemat biaya. Untuk Kelas Ekonomi, ongkos naik kapal hanya sekitar 12,5-15% dari ongkos pesawat.

Aku naik KM Lawit milik PT PELNI rute Tanjung Mas-Kumai dengan ongkos Rp 240.000,- dengan waktu tempuh sekitar 25 jam. Aku tiba di pelabuhan jam 20.30, check-in jam 24.00, dan kapal berangkat jam 03.00. Adapun fasilitas kapal di antaranya: tempat tidur, makan-minum dan snack ringan 3x, air panas gratis, dan mandi air hangat.

Ternyata naik kapal tidaklah senyaman dan seindah yang kita bayangkan. Kepalaku pusing dalam jangka waktu lama. Kalau berjalan sedikit sempoyongan, seakan-akan terasa mau jatuh. Tidak hanya aku saja, banyak yang merasakan hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh kapal yang bergoyang-goyang diterpa ombak, sekaligus suara desingan mesin yang menderu. Konon, sekitar bulan Agustus, ombak lebih besar lagi. Membuat kapal bergoncang lebih keras lagi.

 

Tiba di Tanah Borneo

Setelah menginap beberapa malam di Kecamatan Arut Selatan, tidak jauh dari Pangkalan Bun, ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat, aku melanjutkan perjalanan ke perkebunan kelapa sawit milik PT CARGILL di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Ditempuh dalam waktu sekitar 5 jam. Selama itu, pemandangan yang aku lihat mayoritas perkebunan kelapa sawit. Sesekali diselingi pemandangan rawa-rawa, perkebunan karet, hutan perawan, dan amat jarang menemukan desa atau perkampungan penduduk. Tidak melihat areal persawahan sebagaimana di Jawa.

Sewaktu masih di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, mayoritas jalan raya adalah beraspal. Namun, ketika memasuki Kalimantan Barat, jalan raya masih berupa tanah. Apabila kondisi panas, debu tanah beterbangan seperti kabut asap yang mengganggu pemandangan, bahkan membuat dedaunan kelapa sawit berwarna kuning bak daun layu karena menua. Sebaliknya, jika sedang hujan, jalan menjadi berlumpur dan banyak kubangan air. Tak jarang kendaraan mengalami kesulitan untuk lewat, bahkan beberapa truk sampai jatuh terguling.

Punya mobil mewah pun serasa percuma. Sesampainya di tujuan, seluruh bodi mobil akan kotor laksana seekor kerbau usai berendam di kubangan lumpur. Seperti tampak pada foto berikut ini.



Lokasi yang aku tuju adalah Belangiran Estate, kawasan perumahan karyawan perusahaan kelapa sawit. Fasilitas tempat tinggal karyawan dan keluarganya, termasuk listrik dan air. Ada pula fasilitas sekolah dasar, klinik, dan tempat ibadah. Mayoritas penghuninya berasal dari Pulau Jawa, ada pula yang dari Sumatera, NTT, dan daerah lainnya di Indonesia.

Baru sehari tinggal di sana, aku sudah tidak kerasan. Siang hari sunyi-sepi, orang-orang pada kerja. Mau keliling di sekitar estate isinya pohon kelapa sawit semua. Kalau mau ke perkampungan penduduk, jaraknya masih cukup jauh. Mau cari tempat tongkrongan seperti warung makan atau warung kopi tidak ada. Adanya warung kelontong kecil dengan barang dagangan seadanya ditambah sayur-sayuran. Sepi. Bosan.

Padahal, pada awalnya saya bisa tinggal di perkampungan penduduk terutama komunitas suku Dayak untuk bisa mengenal mereka secara lebih dekat. Mengenal keseharian mereka, mata pencaharian, adat-istiadat, tradisi, budaya, kepercayaan, dan hal-hal menarik lainnya.

Mau main HP, kartu XL tidak ada sinyal sama sekali. Yang ada hanya sinyal kartu Telkomsel. Sementara kartu perdana di sini termasuk barang langka dan mahal. Aku buka konter di Jawa, kartu perdana susah lakunya sampai kadaluwarsa.

Akhirnya, keesokan paginya saya minta pulang dan kembali ke Arut Selatan, Kalteng.

Wisata di Pangkalan Bun dan Sekitarnya

Selama di Arut Selatan, tempat-tempat yang saya kunjungi di antaranya: seputaran Tugu Pancasila, pasar tradisional Indrasari, Tebing Tinggi, Stadion Sampuraga, Desa Wisata Pasir Panjang, dan warung makan apung. Ada juga Istana Kuning, tapi belum sempat ke sana. Yang paling seru naik perahu sampan. Sekitar 30 menit dengan ongkos Rp 50.000,-.

Sebenarnya di sekitar Pelabuhan Kumai cukup banyak destinasi wisata, seperti Taman Nasional Orangutan, pantai-pantai, desa wisata, dll. Barangkali di lain waktu. I hope so.

Ketika perjalanan menuju Kendawangan kemarin, sempat mampir di Istana Kotawaringin Lama. Di sana ada makam Kiai Gede (Habib Abdul Qadir Assegaf), yang merupakan ulama penyebar agama Islam di pedalaman Kalimantan yang berasal dari Kerajaan Demak pada abad 16-17 M. Terdapat pula Masjid Kiai Gede yang semua bahan bangunannya terbuat dari kayu, terutama kayu ulin, yang masih tetap awet hingga saat ini. Menariknya, masjid ini tepat berada di pinggir sungai besar.



Pangkalan Bun sendiri termasuk kota yang cukup besar dan terkenal. Di sini ada Bandara Iskandar dan  Pelabuhan Panglima Raja. Dua moda transportasi utama ini digunakan oleh orang-orang dari Kalteng sendiri maupun dari Kalbar, terutama dari Ketapang.

Berburu Tanaman

Aku melihat di sini banyak sekali tanaman kadaka yang tumbuh secara liar di pohon-pohon, termasuk di pohon kelapa sawit. Amat sangat banyak. Melimpah-ruah. Kalau di Jawa harganya cukup mahal, bisa sampai ratusan ribu rupiah, di sini ibarat rumput yang tak berguna. Aku pun mencari yang masih kecil untuk dibawa pulang. Banyaklah.

Termasuk membawa juga bibit kecombrang (Sunda=honje), biji karet, jahe bangkok, singkong berdaun kecil-kecil dan panjang. Sayang sekali tidak menemukan tanaman anggrek liar.

Selain itu, aku juga berburu jamur yang tumbuh dari janjang buah kelapa sawit. Jamurnya sangat banyak, berada di bawah pohon kelapa sawit. Kalau rajin mncari dan mengumpulkan, bisa dijual di pasar dan harganya juga lumayan.

Saya juga untuk pertama kalinya mencicipi sayur daun pakis. Sewaktu di Jakarta dulu, setahuku yang suka mengonsumsi daun pakis adalah orang Sunda.

Biaya Hidup

Secara umum, biaya hidup di Kalimantan hampir 2x lipat dari di Jawa, meski di daerah terpencil sekalipun. Contohnya, sayur-sayuran di sini rata-rata Rp 5.000,- seikat. Lauk pauk, bumbu-bumbu dapur, snack juga demikian. Bahkan, gas subsidi 3 kg terkadang bisa mencapai Rp 40.000,-.

Biaya transportasi apalagi. Dari pelabuhan ke rumah adikku yang hanya berjarak 10 km, diminta ongkos Rp 75.000,-. Kemarin dari Kendawangan ke Pangkalan Bun diminta Rp 400.000,- (waktu tempuh sekitar 5 jam). Maklum, biar pun Pangkalan Bun termasuk kota besar, punya bandara dan pelabuhan, tapi belum memiliki angkutan umum.

Biaya makan pun demikian. Pertama, mencoba makan pakai ikan nila tanpa minum (membawa air putih sendiri) harganya Rp 40.000,-. Lalu, makan dengan ikan baung plus es jeruk tarifnya Rp 62.000,-. Es teh di pinggir-pinggir jalan rata-rata lima ribu.

Pun harga buah-buahan, jangan ditanya harganya. Pernah bertanya di kios pinggir jalan, jeruk Rp 60.000,- per kg, alpukat Rp70.000,- per kg.

Sebenanya tanah Kalimantan amat sangat luas. Kalimantan adalah pulau tebesar ketiga di dunia dan terbesar kedua di Indonesia. Masih banyak lahan yang menganggur alias belum dimanfaatkan, baik yang berupa hutan perawan, rawa-rawa, kebun kosong, dan lahan tidak produktif lainnya. Di sini lebih fokus ke tanaman perkebunan, terutama kelapa sawit. Tidak hanya perusahaan, perorangan lebih suka menanam kelapa sawit. Mungkin pertimbangannya lebih mudah dan murah biaya perawatannya dan hasilnya lumayan besar.

Itulah sekilas cerita perjalananku ke pulau tiga negara. Jejak langkah yang penuh cinta dan sukacita. Tulisan ini merupakan catatan pribadi dan bersifat subyektif semata. Apabila ada kesalahan maupun kekeliruan, semoga bisa dimaklumi.

Kapal Kirana III, 5-6 Juni 2025

Rabu, 04 Juni 2025

Penipuan Berkedok Agen Tiket Kapal Laut

 

PENIPUAN BERKEDOK AGEN TIKET KAPAL LAUT

 

Pada 31 Mei 2025 saya memesan tiket kapal laut Kirana3 rute Pelabuhan Panglima Raja Kumai ke Pelabuhan Tanjung Mas Semarang via aplikasi DLU Ferry milik PT Dharma Lautan Utama (DLU). Setelah melakukan pembayaran, saya mendapatkan pesan via WhatsApp mengenai kode booking.

Sesuai pengalaman saya selama ini ketika membeli tiket online baik kereta api maupun pesawat terbang selalu mendapat e-tiket yang dikirim via email. Sedangkan pada pemesanan tiket kali ini saya tidak mendapatkan e-tiket via email.

Akhirnya saya mencari akun Instagram  PT Dharma Lautan Utama (DLU) untuk mencari kontak yang bisa dihubungi, tapi tidak menemukannya. Saya hanya menemukan akun @agen.tiket.resmi.dluferry.id atas nama Hendra Supendi, HP 0859-3434-1199.

Saya menghubungi nomor tersebut dan menanyakan sebab saya tidak menerima e-tiket via email. Ia menjawab kalau sistem di aplikasi sedang mengalami gangguan dan akan dilakukan pengembalian dana. Dia meminta kepada saya bukti transfer, kode booking, dan KTP.

Kemudian dia memberi saya kode klaim 112010561709328777. Lalu dia menelepon saya dan memberikan panduan step by step: menyuruh saya untuk membuka BRIMO dan memasukkan kode tersebut di menu BRIVA. Setelah itu saya diminta untuk memasukkan PIN.

Sampai saat itu saya belum menyadari kalau sedang ditipu, karena dia memandu secara langsung tanpa mematikan telepon. Pada detik-detik terakhir ketika saya hampir saja menekan PIN, sekilas saya membaca tagihan pembayaran ke Shopee sebesar Rp3.964.000,-.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah. Saya tersadar kalau sedang tertipu. Hampir saja uang sebesar itu raib. Bukannya mendapat pengembalian uang, tapi malah nyaris kehilangan uang. Masih menjadi rejeki saya. Padahal, bagi pegawai sekelas saya, untuk bisa mengumpulkan uang sebesar itu butuh waktu yang cukup lama.



Pembuktian Kedua

Untuk lebih meyakinkan diri saya, saya pura-pura order tiket ke orang tersebut dengan menggunakan HP saya yang lain. Tentu saya menggunakan identitas diri (KTP) yang lain juga. Saya disuruh mengisi formulir pendaftaran dalam bentuk chat WhatsApp (teks).

Setelah mengisi formulir, saya diminta melakukan pembayaran via e-wallet (OVO) dengan nomor 0838-3161-8351 atau rekening BRI 0223-0100-1298-305 atas nama PT KIOSER TEKNOLOGI INDONESIA. Setelah saya konfirmasi ke PT KIOSER, mereka menyatakan tidak menjual tiket kapal laut tapi sebagai agen pulsa dan paket data.

Aneh juga, pembayaran tiket kok tidak ke nomor rekening perusahaan tapi ke rekening e-wallet. Ini semakin memperkuat bahwa akun Instagram maupun nomor WhatsApp tersebut di atas adalah fake alias scam.



*****

Melalui tulisan ini saya berharap agar pembaca lebih berhati-hati agar tidak menjadi sasaran penipuan. Saya berharap pula terutama kepada PT Dharma Lautan Utama (DLU) untuk dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang mengatasnamakan perusahaan untuk tujuan penipuan.

Semoga saya menjadi calon korban yang terakhir dan tidak ada lagi calon-calon korban berikutnya.

“Teknologi memang canggih, tapi modus penipuan pun semakin canggih”.



 

Jumat, 21 Februari 2025

Home-Sharing, Upaya Mengenalkan Belanja Sedekah ke Masyarakat Luas

 HOME-SHARING, UPAYA MENGENALKAN BELANJA SEDEKAH KE MASYARAKAT LUAS

 

Secara sederhana, home-sharing adalah dialog skala skecil yang diadakan di rumah-rumah untuk membahas suatu persoalan tertentu. Home-sharing dilakukan dengan tujuan, di antaranya untuk membahas suatu rencana atau kegiatan, ramah-tamah keluarga besar, diskusi ringan tentang permasalahan-permasalahan sosial, obrolan komunitas, termasuk juga sebagai sarana untuk pengenalan produk (product knowledge) dari perusahaan.

Home-sharing barangkali bisa disetarakan dengan ngariung (Sunda), Sarasehan (Jawa), atau ngerumpi (Betawi, gaul).



Demikian halnya yang telah sering dilakukan oleh komunitas Belanja Sedekah dari PT Shamaa Raya Indonesia (SRI) untuk mengenalkan produk-produknya ke masyarakat luas. Salah satunya adalah pada hari Rabu, 19 Februari 2025. Bertempat di rumah Ibu Jumiatun, Dukuh Kedunggerbong, Desa Munggur, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

Peserta yang berjumlah belasan orang itu berasal dari tiga desa, yaitu Desa Munggur sendiri, Desa Pakang, dan Desa Pranggong. Dihadiri langsung oleh Bapak Ferdi, selaku Project Manager dari Belanja Sedekah (BSNetwork), serta Bapak Trimanto, selaku Leader untuk area Kabupaten Boyolali dan sekitarnya.

Dalam sesi lebih kurang dua jam, Pak Ferdi menyampaikan apa itu Belanja Sedekah, filosofi, visi-misi, pengetahuan produk, keuntungan menjadi anggota, termasuk alur pendaftaran menjadi anggota. Karena bersifat home-sharing, beliau lebih banyak menyampaikan materi dengan gaya bercerita. Berbagi pengalaman dalam menjalankan usaha, cara menggunakan produk, maupun manfaat nyata dari setelah mengonsumsi produk, terutama healthcare.  

Para peserta tampak antusias menyimak cerita dari Pak Ferdi. Mereka tampak bersemangat untuk melihat dan memegang secara langsung produk-produk yang dipajang. Sebagian dari mereka juga aktif bertanya, sehingga terjadi komunikasi dialogis yang efektif dan demokratis. Terlebih saat peserta dibagikan segelas D Coconice untuk bisa mencicipi secara langsung produk Belanja Sedekah, sekaligus bisa mengetahui kelebihan produk ini dibanding produk lain yang sejenis.

Di akhir sesi, dua orang peserta menyatakan untuk bergabung menjadi member, yaitu Ibu Jumiatun selaku tuan rumah dan Ibu Ruwiyanti dari Dukuh Selang, Desa Pakang.




Penutup

Home-sharing adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk mengenalkan Belanja Sedekah ke masyarakat luas. Alasannya, dalam home-sharing, komunikasi yang terjalin bersifat kekeluargaan dan bisa menggunakan pendekatan yang lebih personal. Pertemuannya pun bersifat nonformal. Kegiatan seperti ini lebih cocok diterapkan kepada komunitas ibu-ibu, seperti PKK, kelompok arisan, paguyuban, jamaah majelis taklim, dan sebagainya.

Home-sharing tidak harus selalu diukur dengan adanya member yang bergabung, karena tujuan utamanya adalah sosialisasi (memperkenalkan), atau bahasa akademisnya penetrasi pasar (market penetration). Selain itu, home-sharing juga bisa digunakan untuk membangun kesadaran merek (brand awareness), dan Belanja Sedekah ini akan dikenal masyarakat sebagai apa (positioning).

Mari kita bersama-sama bergerak, menggalakkan home-sharing agar Belanja Sedekah bisa menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Insya Allah, biidznillah.

Salam gesit. Belanja kita, sedekah kita.

 

Trimanto (Leader Area Boyolali)

Senin, 17 Februari 2025

9 DOKUMEN PERSYARATAN PENGUKURAN PEMECAHAN/PEMISAHAN/PENGGABUNGAN SERTIFIKAT

 9 DOKUMEN PERSYARATAN PENGUKURAN PEMECAHAN/PEMISAHAN/PENGGABUNGAN SERTIFIKAT

 

Berikut data-data yang perlu Anda siapkan untuk mengurus Pemecahan Sertifikat, yaitu sebagai berikut:

1)      Surat permohonan;

2)      Surat kuasa;

3)      Fotokopi KTP-KK para pihak (dilegalisir);

4)      Sertifikat HAT (asli);

5)      Surat pernyataan batas dan luas tanah;

6)      Sketsa pemecahan/pemisahan/penggabungan dengan rincian luas masing-masing (ditandatangani para pihak);

7)      Surat pernyataan penguasaan secara fisik;

8)      Foto patok batas bidang tanah;

9)      Surat pernyataan pelepasan hak untuk jalan;

 





Sumber:

Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali 2025


13 DOKUMEN PERSYARATAN PERALIHAN HAK (TURUN WARIS)

 

13 DOKUMEN PERSYARATAN PERALIHAN HAK (TURUN WARIS)

 

Berikut data-data yang perlu Anda siapkan untuk mengurus Turun Waris, yaitu sebagai berikut:

1)      Surat permohonan;

2)      Sertifikat HAT (asli);

3)      Surat kuasa;

4)      Fotokopi KTP penerima kuasa;

5)      Surat keterangan warisan;

6)      Akta peralihan hak (asli);

7)      Fotokopi KTP-KK para pihak;

8)      Fotokopi SPPT;

9)      Surat setoran BPHTB/SSPD;

10)   Surat setoran PPH;

11)   Surat pernyataan penguasaan fisik;

12)   Fotokopi KTP para saksi;

 








Sumber:

Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali 2025

 

Kamis, 19 September 2024

Malaysia Seri 13 Ibukota Pemerintahan Putrajaya

 

MALAYSIA SERI 13 IBUKOTA PEMERINTAHAN PUTRAJAYA

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

 

Selama di Malaysia, kami menyempatkan diri berkunjung ke Putrajaya, ibukota pemerintahan negara Malaysia. Disebut ibukota pemerintahan karena ibukota negara Malaysia masih tetap di Kuala Lumpur. Putrajaya berada di sebelah selatan Kuala Lumpur, berjarak 35 km atau perjalanan dengan mobil pribadi sekitar 1 jam (setara dengan jarak Jakarta ke Cibinong).

Menurut pengamatan saya, secaraumum kondisi Putrajaya bersih, rapi, dan menggunakan konsep green city. Kotanya hijau dan sejuk, bahkan menjadi Kota Terhijau di seluruh dunia. Termasuk terdapat beberapa danau, sungai, dan saluran air. Beberapa kali Putrajaya mendapatkan penghargaan sebagai kota terbersih di Asia Tenggara.

Banyak tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi, mulai dari taman, jembatan, tempat ibadah, dan bangunan arsitektur. Saya sebutkan beberapa di antaranya: Masjid Putrajaya, Masjid Tuanku Mizan Zainal Abidin, Putrajaya Wetlands Park, Jembatan Putrajaya, IOI City Mall, Taman Botani, Taman Saujana Hijau, Danau Putrajaya, Moroccan Pavilliun Putrajaya, Seri Perdana, Jembatan Seri Wawasan, dan lain-lain.



Terdapat gedung-gedung pemerintahan yang terpadu dan terintegrasi.

Para pegawai pemerintah diwajibkan untuk tinggal di apartemen-apartemen yang telah disediakan dengan sistem sewa. Ada yang bilang biaya sewanya cukup mahal. Menurutku, biarpun mahal tapi kan tidak capek di perjalanan dan tidak terjebak kemacetan, terlebih jika tempat tinggalnya lumayan jauh dari kantor. Jadi, ke kantor tinggal berjalan kaki, bersepeda, atau naik angkutan umum.



Sekilas Sejarah Putrajaya

Putrajaya dibangun pada 19 Oktober 1995. Kata “Putra” mengambil nama dari Perdana Menteri Malaysia pertama yaitu Tunku Abdul Rahman Putra. Dulu, Putrajaya merupakan sebuah desa yang bernama Prang Besar, yang luasnya 46 km2 termasuk wilayah Negeri Selangor dan merupakan bekas perkebunan kelapa sawit.

Ibukota pemerintahan Putrajaya merupakan salah satu ambisi dari PM Mahathir Mohammad, setelah Menara Petronas dan Kuala Lumpur International Airport (KLIA). Walau masa jabatannya diwarnai oleh beragam kontroversi, strategi pembangunan yang diterapkan oleh Mahathir mampu mendorong Malaysia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia di era 1990-an. Diyakini pula bahwa tidak ada seorang politikus di dunia ini yang meninggalkan jejak sebesar yang dilakukan Mahathir di Malaysia.



Pada awalnya, para pegawai enggan untuk berpindah kantor ke Putrajaya. Alasannya, daerahnya sepi dan masih banyak hutan dan perkebunan kelapa sawit. Tapi setelah pemerintah berjanji akan memberikan insentif, akhirnya mereka bersedia untuk pindah.