Cari Blog Ini

Minggu, 24 September 2017

7 Keutamaan Menjadi Pendamping PKH



TUJUH KEUTAMAAN MENJADI PENDAMPING PKH
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)


Menjadi pendamping PKH adalah sebuat anugerah, berkat, dan rizki yang sangat patut disyukuri dan diterima dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan. Apa sebab gerangan? Kita akan mendapat berbagai manfaat, kelebihan, dan keutamaan; yang (mungkin) jarang bisa kita temukan jika kita bekerja di tempat lain atau bekerja dengan fungsi dan peran yang berbeda.
Setidaknya ada tujuh keutamaan, berikut di antaranya:

1.      Kesempatan luas untuk terus belajar
Dalam bekerja, yang kita hadapi bukanlah benda, alat, mesin, hewan, tumbuhan, atau objek kerja lainnya. Tapi yang kita hadapi adalah MANUSIA, di mana setiap manusia itu unik dan dinamis. Masing-masing mereka memiliki latar belakang yang berbeda (asal-usul, pendidikan, pekerjaan, adat-istiadat, bahasa, agama, dll), cara berpikir yang berbeda, pemahaman yang berbeda, dan cara memandang dunia yang berbeda pula. 
Tidak mudah untuk menghadapi orang-orang. Tidak gampang untuk berkutat dengan dinamika manusia. Mereka adalah objek yang hidup, memiliki pikiran, perasaan, dan harapan. Kemajemukan dan perbedaan kepentingan tak jarang menimbulkan permasalahan dan konflik.
Inilah kesempatan emas bagi kita untuk belajar mengenal mereka, memahami mereka, dan menjadi bagian dari mereka. Bagaimana kita bisa berinteraksi dengan mereka, berkomunikasi dengan mereka, serta hidup membaur baik secara pribadi maupun secara profesional (terkait hubungan pekerjaan).

2.      Mendapatkan tambahan ilmu multidisipliner
Dalam menjalankan tugas kerja dan melakukan pembinaan terhadap peserta PKH, tidaklah cukup hanya mengandalkan ilmu yang kita miliki saja, bidang ilmu yang kita tekuni saat kuliah saja, atau satu keterampilan yang kita kuasai saja. Menghadapi manusia, terlebih mereka adalah kaum fakir-miskin dan termarjinalkan, membutuhkan penggabungan berbagai disiplin ilmu, yang diterapkan secara komprehensif dan sinergis. Kita butuh ilmu komunikasi untuk melakukan kontak dan menjalin relasi dengan mereka. Kita membutuhkan ilmu sosiologi untuk mempelajari masyarakat dan segala perubahannya. Untuk membantu permasalahan peserta PKH kita perlu ilmu psikologi. Untuk membangun hubungan baik dengan aparatur pemerintah dan pihak terkait dibutuhkan ilmu manajemen/kehumasan. Juga ketika hendak menghibur mereka dan memberi harapan masa depan, dibutuhkan ilmu agama. Sedang untuk mendidik masyarakat diperlukan ilmu kependidikan dan pengajaran. Dan seterusnya.

3.      Memperoleh rizki yang melimpah
Sebagaimana kita ketahui, rizki tidak harus selalu berbentuk materi (uang, harta benda), tapi bisa juga berbentuk immateri. Bertambahnya kenalan, saudara, ilmu, pengalaman, adalah rizki. Kita diberi masalah juga rizki. Kita bisa berbuat lebih kepada peserta PKH juga merupakan rizki. Kita mendapat penghormatan, penghargaan, dan kepatuhan dari mereka juga rizki yang mesti kita syukuri. Rizki immateri ini lebih menentramkan dan bersifat abadi.

4.      Melatih kejujuran dan integritas
Bekerja di bidang pemerintahan dan sangat erat kaitannya dengan uang (bantuan), memberikan potensi dan peluang besar kepada kita untuk berbuat curang atau korupsi. Jika sudah ada kaitannya dengan uang, para setan dan iblis bekerja lebih giat dan bersemangat untuk menggoda manusia agar mau berbuat ketidakjujuran.
Banyak sekali celah dan pintu yang bisa digunakan untuk berbuat curang dan korup, baik secara nyata maupun tersembunyi, baik secara vulgar maupun halus. Karena didorong oleh nafsu untuk memiliki uang yang “lebih”, bisa jadi seorang pendamping meminta upeti kepada peserta PKH barang 50 atau 100 ribu tiap pencairan, atau berbagai cara lainnya yang tak perlu disebutkan di ini.
Memang tidak mudah untuk menjadi pendamping yang jujur dan berintegritas, apalagi godaan ada di depan mata dan begitu menggiurkan, ditambah lagi budaya di negara kita yang didominasi oleh mental korup dan culas. Hanya orang-orang yang mendapat petunjuk Tuhan-lah yang bisa menahan diri. Hanya orang-orang yang mendapat bimbingan dari malaikat-lah yang akan terselamatkan.

5.      Mendapat gaji ke-13
Banyak dari kita yang mengharap gaji ke-13 (berarti nama bulannya apa ya, setelah Desember), tapi sebenarnya kita sudah sering mendapatkannya. Mungkin saja ketika kita mengisi PK, kita pulang diberi bungkusan atau sekantong berisi snack, makanan, atau bahan mentah. Atau saat berkunjung ke rumah, kita diberi oleh-oleh sekedarnya atau sebagian hasil panen. Atau pula kita diundang ketika peserta PKH punya hajatan tertentu. Dan masih banyak lagi.
Sebenarnya, kita merasa tidak enak untuk menerima pemberian itu atau takut membebani mereka. Akan tetapi, di balik itu semua, bisa jadi Allah-lah yang menggerakkan hati mereka untuk melakukan pemberian itu. Atau lebih tinggi lagi, mungkin saja perbuatan itu didorong oleh kecintaan mereka terhadap kita.
Bagaimana pun juga, hal itu tetap patut kita syukuri. Sebab hubungan yang baik dan jalinan silaturrahmi yang erat akan melahirkan berbagai kecintaan dan keindahan yang pengejawantahannya bisa berbacam-macam: ucapan terima kasih, senyuman yang tulus, raut muka yang berseri-seri, penghargaan, penghormatan, juga dalam bentuk pemberian.

6.      Allah adalah tujuan hidupnya
Kenapa orang mudah kecewa, sakit hati, sedih, atau malah mudah putus asa? Mengapa orang menjadi malas bekerja, tidak bersemangat, tidak bertanggung jawab, atau sering lalai? Mengapa pula orang rela berbuat curang, memanipulasi atau korup?
Jawabannya adalah karena pekerjaannya atau hidupnya bukan untuk Tuhan. Karena ia belum memahami benar untuk apa hidup ini, apa tujuan hidup ini, dan ke mana setelah hidup nanti. Kita hidup belum tahu arah yang pasti, kita asal maju dan jalan. Sementara di perjalanan yang panjang nan melelahkan itu, banyak sekali tikungan atau perempatan yang memungkinkan kita untuk berbelok atau melenceng, sehingga kita tidak akan pernah sampai pada tujuan hakiki.
Kita bekerja masih sekedar menjalankan tugas. Kita bekerja masih sebatas yang penting selesai. Bahkan kita cenderung bekerja apa adanya, asal-asalan, tanpa kualitas apalagi profesional. Kita belum menganggap bahwa bekerja adalah pengabdian, bekerja adalah ibadah, dan lebih dalam lagi bekerja adalah sebuah panggilan jiwa.

7.      Sebagai jalan dalam “mencari” Tuhan
Pergaulan kita dengan orang-orang fakir-miskin, kaum mustadh’afin, masyarakat marjinal akan membuat hati kita tersentuh, peka, dan responsif. Hal tersebut membuat kita bisa merasakan apa yang sedang mereka rasakan, yang kita tunjukkan lewat sikap simpati dan empati. Lebih jauh lagi, spirit keimanan kita akan mendorong hati kita untuk memiliki sifat perhatian, pengertian, belas-kasih, dan ketulusan.
Tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah terbentang luas di semesta raya ini. Salah satu di antaranya terdapat pada fakir-miskin dan kaum dhua’fa. Sekiranya kita mampu merenungi dan menangkap pertanda itu, kita sudah berhasil “menemukan” Tuhan di sana.
Dan ketika kita sudah menyadari dengan penuh keyakinan akan keadilan, keseimbangan, dan kesempurnaan dalam penciptaan manusia dengan segala bentuk dan problematikanya, maka ketika itulah kita telah mengenal Tuhan secara lebih dekat.

Akhir kata, jangan pernah menyesal karena telah menjadi pendamping PKH. Ini bukanlah sebuah kebetulan, tapi telah menjadi skenario Tuhan (tertulis di dalam Lauhul Mahfudz) bahwa kita ditakdirkan untuk menjadi “perpanjangan tangan” Tuhan untuk membantu sesama manusia dan menyelamatkan manusia menuju jalanNya.

*) Pendamping PKH Kec. Simo, Boyolali



Pembinaan Peserta PKH Dengan Pendekatan komunikasi Persuasif

PEMBINAAN PESERTA PKH DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKASI PERSUASIF
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)


Selain memperoleh bantuan berupa uang tunai, peserta PKH juga mendapatkan pembinaan rutin lewat pertemuan kelompok. Ditinjau dari tujuan program PKH yaitu menjadikan keluarga sejahtera. Pengertian keluarga sejahtera di sini tidak sekedar meningkat secara ekonomi, seperti memiliki usaha sendiri, penghasilan yang bertambah, rumah menjadi semakin bagus dan semacamnya. Tapi juga dalam pengertian luas, sepertinya adanya perubahan sikap dan perilaku, kebiasaan sehari-hari, tambah pengetahuan dan wawasan, memiliki ketrampilan tertentu, dan lain-lain.

Untuk mewujudkan tujuan PKH dalam pengertian luas tersebut, pendamping PKH setidaknya memiliki kemampuan dalam hal komunikasi persuasif. Istilah persuasi bersumber dari perkataan Latin, persuasio, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu.

Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi yang dilakukan secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang dapat digugah.

Dari beberapa definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, tampak bahwa persuasi merupakan proses komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku seseorang, baik secara verbal maupun nonverbal.

Komponen-komponen dalam persuasi meliputi bentuk dari proses komunikasi yang dapat menimbulkan perubahan, dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar, dilakukan secara verbal maupun nonverbal.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam komunikasi persuasi meliputi kejelasan tujuan, memikirkan secara cermat orang-orang yang dihadapi, serta memilih strategi yang tepat, dengan penjelasan sebagai berikut:

1)      Kejelasan tujuan
Pendamping harus tahu terlebih dahulu tujuan yang hendak dicapai dalam pembinaan kelompok. Dengan adanya kejelasan tujuan, pendamping akan mudah dalam menyusun konsep, materi, maupun strategi yang akan dipakai.

2)      Audience oriented
Yaitu mempertimbangkan secara cermat orang-orang yang dihadapi. Hal ini penting, karena kita mesti paham betul siapa audiens kita, pekerjaan, kebiasaan, nilai yang dianut. Selain itu, sebisa mungkin KSM diperlakukan sebagai subyek bukan obyek komunikasi. Maka, metode dialog, tanya-jawab, atau sarasehan. 

3)      Strategi yang tepat
Strategi yang dipilih harus sesuai dengan situasi dan kondisi KSM. Bagi orang desa atau orang miskin, tidak perlu memakai teori yang rumit atau bahasa yang muluk-muluk. Pakaialah pendekatan terhadap hal-hal yang sangat dekat dengan kehidupan mereka, seperti strategi person to person, kekeluargaan, problem solving, dan seterunya.

Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Kita harus cermat menyampaikan gagasan-gagasan kita dengan simpel dan bahasa yang mudah dimengerti agar pesan kita sampai dengan baik. Ide-ide yang bisa kita sampaikan di antaranya tentang kerja keras, keuletan, kemandirian, dan harapan perubahan hidup.

Persuasi yang dilakukan secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang dapat digugah. Kita bisa menunjukkan simpati kita terhadap kesusahan mereka, kesulitan mereka. Sedangkan empati, sebisa mungkin kita pun merasakan penderitaan mereka, kegetiran mereka. 

Merubah Sikap dan Perilaku
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai, mempunyai daya pendorong atau motivasi, relatif menetap, mengandung aspek evaluatif, dan sikap timbul dari hasil pengalaman.

Karakteristik sikap adalah memiliki objek, memiliki arah, derajat, dan intensitas, dapat dipelajari, dan bersifat stabil serta tahan lama.

Ada tiga komponen sikap, yakni komponen kognitif, afektif, dan konatif atau psikomotor. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan tentang objek, ide dan konsep. Komponen afektif berkaitan dengan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku.

Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, yakni pengaruh faal, kepribadian, dan faktor eksternal. Pengaruh faal berkaitan dengan aspek biologis seseorang, sedangkan faktor kepribadian menyangkut perpaduan antara mental dan neural. Pengaruh eksternal berkaitan dengan faktor lingkungan, baik berupa situasi, pengalaman maupun hambatan untuk terbentuknya sikap.

Sikap merupakan aspek yang sangat strategis dalam kajian persuasi. Konsep sikap sangat bermanfaat bagi persuader dalam memprediksi sikap persuadee sehingga ia dapat melakukan komunikasinya secara efektif.

Merubah sikap dan perilaku KSM adalah pekerjaan terberat pendamping. Misalnya merubah dari malas menjadi rajin, dari jorok menjadi bersih, dari minder menjadi pemberani dan seterusnya. Terkait dengan hal ini, akan dibahas secara khusus dalam tulisan berikutnya.

*) Pendamping Kec. Simo

Selasa, 12 September 2017

Falsafah Buah Durian

FALSAFAH BUAH DURIAN
Oleh: Trimanto B. Ngaderi


Tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia ini tiadalah yang sia-sia. Bahkan setiap hal atau benda, memiliki makna atau falsafahnya tersendiri; asalkan manusia bisa merenungkan atau mengambil hikmah di balik yang kasat mata. Demikian halnya dengan buah durian, banyak sekali pelajaran atau makna hidup yang bisa kita ambil, untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut beberapa makna yang bisa kita petik dari buah durian:

1.      Lebih mengutamakan isi daripada kulit (kualitas daripada penampilan)
Secara lahiriyah, bentuk durian tidaklah menarik. Ia adalah buah yang seluruh bagiannya berduri. Untuk memegang atau membawanya kita agak sulit. Tapi di dalamnya terdapat lapisan yang manis dan lezat, yang disukai banyak orang, walau dengan harganya yang sangat mahal sekalipun.
Intisari: makanya jangan meremehkan penampilan luar jika di dalamnya berkualitas.

2.      Selalu mengutamakan momentum yang tepat
Buah durian jika belum cukup tua atau bahkan masih muda, tentu akan sulit sekali untuk dibelah. Kita akan kesusahan dan kelelahan untuk mengupasnya. Sekalipun bisa, kita membutuhkan energi dan kekuatan ekstra. Namun jika sudah matang, amat mudah kita membelahnya, bahkan terkadang sudah retak sendiri.
Intisari: bahwa hidup adalah berproses, ada masanya untuk kita mengalami kesuksesan, menikmati hasilnya, saling memahami dan menerima, dll.

3.      Kenikmatan hidup itu lebih sedikit daripada penderitaan
Setelah buah durian terkupas, coba pisahkan antara lapisan durian yang bisa dimakan dengan biji durian plus kulitnya, lalu timbang. Lebih berat mana? Mungkin lapisan duriannya bobotnya hanya 10% saja. Dan tentu kita tidak bisa membeli durian hanya lapisannya yang enak saja, harus satu buah secara utuh.
Intisari: hidup adalah satu paket, suka-duka, sedih-gembira, bahagia-sengsara, dst. Dan biasanya yang senangnya itu persentasenya lebih sedikit.
Demikian semoga bermanfaat. Dan monggo yang petani atau punya lahan, yuk menanam pohon durian.

Jumat, 13 Januari 2017

Puisi: Ratapan untuk Turki Utsmani



RATAPAN UNTUK TURKI UTSMANI
Oleh: Ahmad Syauqi


Kini, lagu-lagu pengantin berbalik menjadi ratapan
Aku meratap di tengah-tengah lencana kegembiraan
Kau dikafankan di malam pengantin dengan pakaiannya
Dan engkau sirna tatkala pagi akan segera menjelang

Mimbar-mimbar dan tempat adzan bergerak-gerak untukmu
Sedangkan kerajaan-kerajaan meratap menangisi kepergianmu
India, Walhah dan Mesir demikian bersedih ditinggalkanmu
Menangis dengan air mata yang deras untuk kepergianmu

Syam, Iraq dan Persia semua pada bertanya-tanya
Adakah khilafah dihilangkan oleh orang-orang dari muka bumi?
Wahai alangkah malang, orang-orang yang merdeka dikubur hidup
Dibunuh tanpa melakukan kesalahan dan kejahatan

*****
Shalat menangis, dan inilah fitnah yang keji bagi syariah yang ingin disirnakan dengan cara yang keji
Khuza’balah memberi fatwa dan mengatakan ini adalah kesesatan
Dan dia datang dengan membawa kekafiran di sebuah negeri
Sesungguhnya orang yang memiliki pemahaman

Telah menciptakan ahli fiqih sebagai tentara dan senjata
Kutinggalkan ia laksana orang yang kehilangan ibunya
Sehingga tidak ada pilihan baginya, kecuali memuja bayanganmu
Dia telah tertipu oleh ketaatan manusia dan negara
Kelompok besar itu telah menggoda hawa nafsunya

*****
Kemuliaan telah tergelincir dalam kebinasaan
Kini tak ada harap keabadian mengirinya kepergiannya
Dia dicabut tanpa ada pembelaan dari tentara Muslimin
Mereka tidak lagi membiarkan kaum Muslimin wujud

Mereka hancurkan itu dari kelompok besar manusia yang lalai
Kutatap diriku, dan kulihat bangsaku ternyata tak kudapati
Sebagaimana kebodohan menjadi penyakit yang menghancurkan bangsa-bangsa
Jika seseorang yang kejam menawan sebuah majelis
Jadilah orang-orang merdeka sebagaimana budak-budak jelata


Kamis, 17 November 2016

Puisi PKH: Siapa Bilang Aku Miskin



SIAPA BILANG AKU MISKIN
Oleh: Trimanto B. Ngaderi


Memang, rumahku terbuat dari bambu
Memang, rumahku masih berlantaikan tanah
Memang, kutidur beralaskan tikar pandan
Memang, istriku memasak berbahan bakar kayu

Namun,
Setiap waktu orang hilir-mudik bertamu ke rumahku
Ada perangkat desa, petugas sensus, pegawai dinsos, TKSK, pendamping PKH
Dan entah apa lagi

Mereka banyak bertanya
Meminta KPT-KK
Melihat rumah dan segala isinya
Bahkan memfotonya

Hingga di suatu hari
Tumpukan kartu-kartu memenuhi meja kusamku
Ada yang berwarna hijau, merah, ungu, dan biru
Entah apa namanya, dan entah apa pula kegunaannya

Menurut tetanggaku,
aku tergolong miskin, tidak mampu, pra-sejahtera, dan istilah lainnya
aku berhak mendapat bantuan katanya

padahal,
aku tak pernah merasa miskin
aku tak pernah merasa kekurangan
apalagi merasa kelaparan
apalagi merasa kehausan

aku sudah merasa cukup makan berlaukkan ikan asin dan sayur bening
aku sudah merasa cukup memakai beberapa lembar pakaian sederhana
aku merasa bersyukur bisa menyekolahkan anak walau sering nunggak bayar

ketika bantuan itu benar-benar datang
berbagai masalah pun berdiri menghadang
iri-dengki dari tetangga dan sanak-kadang
membuat hati dan pikiran kian tak tenang

sekali lagi aku bilang
sekali lagi kukatakan
lebih baik tanpa bantuan
sekali lagi kukatakan
aku miskin, siapa yang bilang

siapa bilang aku miskin
siapa bilang aku miskin