Cari Blog Ini

Jumat, 19 Juni 2015

Hakikat Kerja Dalam Agama




HAKIKAT KERJA DALAM AGAMA
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)


Ada orang yang bekerja sekedar menjalankan perintah, mengerjakan tugas. Ada lagi yang bekerja hanya ABS (Asal Bapak Senang), menyenangkan atasannya. Ada pula yang bekerja cuma setengah hati, tanpa kualitas tanpa spiritualitas.
Ada orang bekerja dengan cara merugikan orang lain, berbuat curang, zhalim, hingga menipu. Pada tingkatan yang parah, bekerja dengan cara yang tidak halal, seperti mencuri, baik mencuri dalam pengertian yang sesungguhnya maupun mencuri secara “halus” atau kita kenal sebagai korupsi.
Banyak orang menganggap bahwa bekerja hanya sekedar mencari uang semata. Bekerja hanya untuk mencari penghidupan jasmaniah saja. Bekerja cuma agar bisa makan dan tidak sampai kelaparan. Mereka memisahkan urusan kerja dengan urusan ibadah. Mereka memisahkan antara urusan dunia dengan urusan akhirat. Bahwa kerja tak ada hubungannya dengan kehidupan rohaniah. Bahwa kerja terbebas dari nilai-nilai spiritual.

Hakikat Kerja
Secara etimologis, “kerja” berarti kegiatan melakukan sesuatu. Sebagai kata dasar, istilah kerja mengandung suatu proses dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan berkaitan dengan gerakan yang dilakukan manusia.  Menurut Abdul Aziz al-Qussy yang menulis buku diterjemahkan oleh Zakiah Daradjat dengan judul Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental,menjelaskan bahwa perbuatan atau gerak yang terjadi pada diri manusia terdiri dari dua jenis, yaitu pertama, perbuatan atau gerak yang dilakukan dengan sengaja yang didasari oleh akal pikiran, kedua, perbuatan atau gerak yang dilakukan secara spontan, seperti gerakan pada bayi. 
Kerja yang didasari oleh akal untuk mencapai tujuan tertentu biasanya diiringi proses melakukan tindakan atau pekerjaan secara sistematis dan beraturan. Sisi beraturan satu pekerjaan merupakan gambaran yang nyata bahwa setiap pekerjaan tersebut mengandung makna tertentu. Sementara kerja sisi yang kedua hanya merupakan gerak atau kerja yang terjadi tanpa dorongan atau proses berpikir.
Dalam Islam disebutkan “Tiadalah Kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56). Dari ayat ini jelas bahwa manusia diciptakan ke dunia tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Namun, tidak sedikit umat Islam yang menafsirkan ibadah di sini hanya ibadah mahdhah (vertikal) semata, seperti shalat, puasa, zakat, dzikir, atau membaca kitab suci. Padahal ibadah yang dimaksud mencakup pula ibadah ghairu-mahdhah (horisontal), seperti belajar, bertetangga, kegiatan sosial, dan tentunya bekerja.
Dalam Alkitab dinyatakan “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya” (Kolose 3:23-24). Dalam keyakinan Hindu pun, dalam Bhagavadgita III.14 menyatakan bahwa “yadnya berasal dari karma”.  Ini berarti bahwa dalam yadnya perlu adanya kerja, karena dalam yadnya menuntut adanya perbuatan. Tuhan menciptakan alam beserta isinya diciptakan dengan yadnya maka patutlah manusia pun melaksanakan yadnya untuk memelihara kehidupan didunia ini. Tanpa adanya yadnya maka perputaran roda kehidupan akan berhenti.
KERJA mendapat tempat dan perhatian khusus dalam agama-agama. Orang yang meyakini Tuhan akan melakukan kerja. Kerja dan amal shalih merupakan wujud iman seseorang. Bergerak dan berbuat sesuatu karena dorongan ilahiyah.
Antara ibadah vertikal dan ibadah horisontal terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Orang yang melakukan shalat atau puasa, harus tergerak untuk bekerja dan beramal kebajikan untuk kemaslahatan bersama. Sebaliknya, orang melakukan kerja harus diniatkan untuk beribadah dan dalam rangka menebarkan nilai-nilai rohaniah dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan diciptakannya manusia untuk beribadah (bekerja) sejalan dengan peran yang akan dijalankan manusia, yaitu sebagai khalifah di bumi.
Ketika banyak PNS yang keluyuran saat jam kerja atau pulang sebelum waktunya, reward yang tak berbanding lurus dengan kinerja, anggota dewan yang absen rapat, mereka belum memahami hakikat kerja. Ketika orang menghabiskan waktunya untuk sekedar ngobrol ngalor-ngidul, nongkrong atau kongkow, main game, main kartu, bahkan hanya duduk berdiam diri; ia sesungguhnya telah membuang-buang waktu dan mengingkari kerja.
Begitu banyak oknum di negeri ini yang sedikit bekerja tapi mengharap hasil atau imbalan yang banyak, bahkan lebih dari banyak. Mereka belum memberikan yang terbaik untuk negara, bahkan belum bekerja, tapi sudah menuntut berbagai fasilitas dan tunjangan. Dan ketika keserakahan mereka telah memuncak, tanpa malu dan tanpa ragu mereka menilep uang negara lewat korupsi.

Kerja adalah Amanah
Ketika orang memandang kerja bukan sebagai amanah, tapi lebih kepada alat, kekuasaan, aji mumpung; maka sudah pasti ia akan memanfaatkan pekerjaan itu untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, untuk menumpuk kekayaan, atau memuaskan nafsu keserakahan. Bahkan, ia rela melakukan tindakan amoral dan melawan hukum demi mencapai tujuannya, seperti manipulasi, rekayasa, kolusi, markup, dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya.
Lain halnya yang memandang kerja sebagai amanah, ia akan melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan berdedikasi, penuh semangat dan antusias, produktif dan prestatif; serta yang amat vital adalah bahwa pekerjaannya itu nanti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan dengan semangat keimanan, lewat pekerjaannya ia akan berusaha memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada orang lain.
Sebagai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan, manusia harus melaksanakan tugas dan amanat kekhalifahannya dengan baik di muka bumi. Hidup tidak hanya dimaknai sebagai anugerah (kenikmatan), tetapi sebagai amanah yang menuntut tugas dan tanggung jawab.
Sekurang-kurangnya ada empat tingkatan pemahaman manusia dalam memaknai pekerjaannya. Pertama, orang yang bekerja untuk hidup (to live), bukan hidup untuk bekerja. Motif utama pekerjaannya adalah fisik-material, atau sekedar mencari sesuap nasi. Ini merupakan fenomena orang kebanyakan. Kedua, orang yang bekerja untuk memperbanyak pertemanan (to love), ia memaknai pekerjaannya tak sekedar mencari uang dan harta, tapi juga untuk memperbanyak pergaulan. Motif utamanya adalah silaturrahmi, relasi sosial, atau komunikasi antarsesama manusia (interhuman relations).
Ketiga, orang bekerja untuk belajar (to learn). Ia memaknai pekerjaannya sebagai sarana mencari ilmu, menambah wawasan, dan meningkatkan keterampilan. Motif utama tipe ketiga ini adalah intelektualisme. Terakhir, orang yang bekerja untuk berbagi kebahagiaan dan mewariskan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada orang lain (to leave legacy). Motif utamanya adalah spiritualisme (rohaniyah). Tipe yang keempat inilah orang yang oleh Nabi saw disebut sebagai khairu an-nas, orang yang paling besar manfaatnya bagi orang lain.
Menurut pengarang kitab Faydh al-Qadir, al-Manawi, manfaat tersebut bisa diberikan melalui ihsan, yaitu kemampuan kita berbagi kebaikan kepada orang lain baik melalui harta (bil al-mal) maupun kekuasan (bi al-jah) yang kita miliki. Sedangkan warisan kebaikan bisa berupa sesuatu yang manfaatnya duniawi (bantuan material) maupun sesuatu yang bernilai ukhrawi, seperti ilmu, ide, pemikiran, atau nasihat yang membawa manusia kepada kebaikan.

Penutup
Sudah seyogyanya seorang yang mengaku beriman dan beragama untuk memahami hakihat bekerja secara baik dan komprehensif agar setiap hal yang dikerjakannya memiliki manfaat bagi dirinya sendiri, bagi orang lain, dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Bekerja adalah tugas suci dan mulia yang harus diemban oleh setiap manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah di bumi, dan menjadi perpanjangan “tangan” Tuhan dalam menegakkan kebenaran.

Rabu, 25 Februari 2015

Resensi novel “Bulan Nararya” karya Sinta Yudisia



NARARYA, BULANNYA PENDERITA SKIZOFRENIA
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)


Novel terbaru dari novelis perempuan Indonesia, Sinta Yudisia berjudul “Bulan Nararya” yang diterbitkan oleh Indiva Media Kreasi, termasuk novel dengan “nuansa” baru, berbeda dengan novel-novel Sinta Yudisia sebelumnya, bahkan berbeda dengan novel-novel yang menjadi ciri khas karya anggota Forum Lingkar Pena (FLP) lainnya.
Novel ini menceritakan seorang terapis bernama Nararya (dipanggil Rara), yang bekerja di sebuah pusat rehabilitasi mental, terutama untuk para penderita skizofrenia. Bagaimana suka-duka dalam merawat dan menghadapi klien (sebutan untuk pasien); bagaimana berinteraksi dan membangun hubungan dengan mereka termasuk dengan keluarganya; berusaha mencari tahu latar belakang mereka dan keluarga (mengapa bisa mengalami skizofrenia); termasuk meyakinkan pihak keluarga agar bisa menerima mereka kembali.

Tokoh lain dalam novel ini adalah Bu Sausan, pemilik pusat rehabilitasi, perempuan setengah baya yang tidak pernah menolak klien, generasi senior, patuh pada klien, dan kurang menyukai inovasi. Moza, teman kerja Rara sekaligus sahabat dekat. Pak Gatot dan Pak Taufiq, penjaga. Sedangkan para klien seperti Sania, Pak Bulan, dan Yudistira.
Walau seorang terapis skizofrenia, ternyata Rara juga memiliki masalah pribadi yang menyebabkan dia mengalami gangguan halusinasi. Tak jarang ia seperti melihat kelopak mawar dan ceceran darah di ruang kerjanya maupun di tempat lain. Ia juga mengalami kegagalan dalam berumah tangga. Drama cinta segitiga terjadi ketika Angga mantan suami Rara mencinta dan menikahi Moza. Selain itu, Rara pun mengagumi Yudistira, kliennya.
Diceritakan, bagaimana perjuangan Rara untuk meyakinkan Pak Robin, yang seorang pemabuk, agar mau menerima Sania putrinya. Dulunya, Sania adalah dari keluarga miskin, penuh tindak kekerasan, hanya sampai kelas 2 SD, ditemukan di terminal dengan kondisi mengenaskan oleh Dinsos saat razia. Juga meyakinkan Bu Weni, ibu Yudistira, kakak-kakak Yudistira (Srikandi, Ajani, Utari), serta Diana, istri Yudistira. Konflik semakin rumit ketika siapa kelak yang akan merawat Yudistira.
Yang tak kalah menarik dalam novel ini adalah perjuangan Rara dalam meyakinkan Bu Sausan dan klinik akan sebuah metode terapi yang dianjurkannya, yaitu metode transpersonal, yang tujuannya adalah agar klien tidak selalu tergantung pada farmakologi. Walau pada akhir cerita Bu Sausan mulai melunak dan bisa menerima gagasan Rara, tapi ide itu belum bisa diterapkan dalam waktu saat ini.
Novel ini ditulis dengan gaya dan pendekatan baru, yang berbeda dengan novel-novel Sinta sebelumnya atau FLP pada umumnya. Biasanya novel-novel FLP terkenal Islami atau kental nuansa dakwahnya. Sedangkan dalam novel ini, hampir tidak kita temui nama-nama Islam, ungkapan-ungkapan Islami, atribut atau simbol keagamaan, atau perilaku yang menggambarkan tingkat kesalehan tertentu.
Sekalipun demikian, bukan berarti novel ini tidak Islami, tetap ada nilai-nilai Islam di dalamnya, hanya digambarkan secara implisit atau tersirat saja. Contoh: nilai-nilai seperti panggilan untuk membantu sesama, menghargai orang lain, peduli kepada yang sedang menderita, kesabaran, toleran, keyakinan akan kesembuhan, dan lain-lain).
Adapun beberapa pesan yang dapat diambil pelajaran dari novel ini di antaranya: (1) teguh memegang prinsip atau ide yang diperjuangkan sampai terwujud; (2) penderita skizofrenia bukanlah orang yang tak berguna, dibuang, atau dijauhi; tapi harus dirawat layaknya manusia seutuhnya, agar bisa kembali pada kehidupan normal, kembali pada keluarganya; (3) yang punya masalah kehidupan tidak hanya klien saja, terapisnya pun bisa punya masalah, termasuk halusinasi yang dialami kliennya; (4) banyak hikmah dan pelajaran hidup yang bisa diambil dari para klien.
Beberapa hal yang bisa menjadi titik lemah dari novel ini adalah soal tema. Tidak semua orang menyukai tema tersebut, terlebih bercerita tentang “orang gila” yang secara umum masih dihindari banyak orang. Apa menariknya mengetahui hal-ihwal orang gila secara lebih mendalam. Termasuk istilah-istilah asing yang mungkin membuat kening pembaca berkerut. Dari segi jalan cerita maupun peristiwa-peristiwa “aneh” yang terjadi, terkadang pembaca merasa kesulitan untuk dapat menikmati cerita secara enak dan terang.
Akhirul kata, secara umum novel ini cukup kuat karena isi ceritanya merupakan apa yang sedang digeluti oleh penulisnya saat ini. (Surakarta; 24/02/2015 17:40:21)


*) Pegiat Forum Lingkar Pena

Senin, 27 Oktober 2014

Cara Memilih Suplemen Makanan yang Tepat

CARA CERDAS DAN BIJAK MEMILIH SUPLEMEN MAKANAN
Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)


Kehidupan modern menuntut seseorang untuk beraktivitas secara padat dan kompleks. Kita dituntut untuk mengeluarkan energi lebih agar semua aktivitas dapat berjalan dengan baik dan tanpa hambatan. Oleh karena itu, diperlukan tubuh yang fit dan sehat sepanjang hari.
Nah, agar tubuh tetap bugar dan kuat, makan empat sehat lima sempurna saja belumlah cukup. Diperlukan makanan tambahan (food supplement) untuk mendukung makanan utama. Jika kita termasuk orang yang aktif dan dimanis, maka mengonsumsi makanan pokok saja tidaklah cukup. Suplemen makanan adalah suatu hal yang signifikan.
Permasalahannya adalah sekarang ini banyak sekali suplemen makanan yang berbedar di Indonesia, baik dari dalam maupun luar negeri, baik yang diolah secara tradisional maupun diolah secara modern. Saking banyaknya suplemen makanan dengan berbagai merk dan ragam variannya, seringkali kita menjadi bingung untuk memilih mana yang baik dan tepat untuk tubuh kita.
Suplemen yang baik dan tepat tidak ditentukan oleh harganya yang mahal, berasal dari luar negeri, bermerk terkenal, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang produk (product knowledge) mutlak diperlukan. Apa sebab? Tanpa pengetahuan produk yang memadai, kita bisa keliru dalam memilih suplemen makanan, alih-alih bisa membuat kita sehat dan bugar, bisa jadi malah merusak tubuh kita.
Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang produk supkemen makanan dan makanan kesehatan. Bisa tanya langsung kepada sales atau penjual, konsultasi ke bagian pelayanan pelanggan, membaca secara cermat buku panduan, atau bisa membuka website milik perusahaan dari produk tersebut.
Adapun secara umum, untuk mengetahui kualitas sebuah suplemen makanan, bisa dilihat dari beberapa kriteria berikut ini:

1.      Bahan Baku
Berasal dari bahan baku pilihan dengan kualitas terbaik di dunia.  Beberapa bahan baku alami dihasilkan dari sistem penanaman organik yang bebas pestisida, bebas pupuk kimia dan bukan dari hasil rekayasa genetika.
Setiap bahan baku harus memenuhi persyaratan meliputi kemurnian, potensi, kesegaran, keamanan dan kadar zat aktif yang diuji di laboratorium yang menyangkut analisa dan tes mikrobiologi. Untuk mendapatkan spesifikasi zat aktif dari bahan baku yang berkualitas tinggi, digunakan berbagai metode analisis ilmiah dengan teknologi tinggi supaya dipastikan bahwa kandungan tersebut terstandar dan memiliki efek terapi terhadap tubuh. Setidaknya terdapat 18 tahapan seleksi dan sortasi sebelum bahan baku itu dinyatakan layak pakai.

2.      Penelitian Ilmiah
 Beberapa komponen merupakan hasil penemuan terbaru dalam dunia makanan kesehatan dan telah dipatentkan karena terbukti memiliki khasiat yang nyata dan unggul dibanding bahan sejenis. Kombinasi berbagai komponen dalam satu produk telah diteliti manfaat dan sinergisitasnya pada berbagai lembaga di seluruh dunia.

3.      Manufaktur
Bahan baku diolah secara modern dan higienis. Fasilitas manufaktur dirancang secara khusus untuk memenuhi standar farmasi. Dengan peralatan yang terotomatisasi dan terkomputerisasi menggunakan teknologi mutakhir sehingga memenuhi standar internasional. Seluruh fasilitas dilindungi dengan sistem kontrol cuaca yang computerized. Demikian juga lingkungan pabrik semuanya dikontrol secara otomatis untuk menghindari cemaran fisik dan biologis. Setiap tahun semua fasilitas dan prosedur produksi dievaluasi.

4.      Pengawasan Kualitas  
Kualitas merupakan hal yang penting dan utama dari sebuah produk suplemen makanan. Oleh sebab itu, pengawasan yang ketat sejak dari bahan baku diterima, tes dan analisa bahan baku, tes sebelum, selama dan sesudah pembuatan, pengepakan hingga pengiriman.

5.      Keunggulan Produk
Beberapa bahan baku herbal yang dipakai telah menggunakan Technology of Standardized Herbal Extract (TSHE), yang menjamin bahwa kadar bahan aktif yang dipakai sama dengan kadar bahan aktif yang digunakan dalam penelitian dan uji klinis oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Juga adanya jaminan produk tersebut tidak mengandung ragi, bahan pengawet dan pewarna sintetis. Termasuk Jaminan Uang Kembali (Money Back Guarantee) apabila kandungan zat aktif tidak sesuai pada label yang tertera. Selain itu, sertifikat HALAL juga penting, terutama untuk konsumen yang beragama Islam.

Nah, salah satu produk suplemen makanan yang telah memenuhi lima kriteria tersebut di atas dalah Sea-Quill.


Sea Quill merupakan produk asli Amerika dan sudah dipasarkan di Indonesia sejak  tahun 1997 lalu dan telah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI.  Adapun kategori produknya berupa suplemen makanan untuk:


§  kehamilan dan menyusui,
§  pertumbuhan dan perkembangan anak,
§  pencernaan,
§  alergi saluran pernapasan, asma,
§  bau mulut,
§  diabetes,
§  gangguan tidur,
§  hipertensi,
§  jantung,
§  kulit dan kecantikan, 
§  mata,
§  seks, stamina, menopause, gangguan prostat,
§  radang tenggorokan,
§  osteoporosis, rematik dan sendi,
§  stres dan depresi
§  antipenuan,
§  batuk, influenza,
§  detoksifikasi,
§  hati dan empedu,
§  kegemukan,
§  kolesterol,
§  memori,
§  perokok,
§  penyakit menular seksual,
§  rambut,
§  saraf,
§  sinisutas,
§  tulang dan gigi,
§  dan lain-lain



Terakhir ya, untuk mendapatkan produk Sea-Quill tersebut tidaklah sulit didapat, kita bisa mendapatkannya di toko-toko seperti di Century, Guardian, K-24, Kimia Farma, Boston, Watson, dan beberapa tempat lainnya. Selain itu, kita juga bisa membelinya dengan cara online di http://sendnpay.com.

So, lindungi kesehatan kita semua dengan Sea-Quill.

*) Penyuka food supplement berbahan herbal

Referensi:


Kamis, 16 Oktober 2014

Pentingnya Asuransi bagi Kehidupan



ASURANSI, JAMINAN HIDUP KINI DAN NANTI
Oleh Trimanto B. Ngaderi*)


Saat ini, setiap orang membutuhkan asuransi. Di zaman sekarang asuransi telah menjadi hal yang umum dan bahkan wajib dimiliki oleh siapapun. Semakin beragamnya kebutuhan hidup manusia dan semakin tingginya tingkat risiko yang dihadapi, mau tak mau mendorong manusia untuk bergabung di perusahaan asuransi.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Bab 9 Pasal 246, disebutkan bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Manusia hidup membutuhkan barang atau materi, kesehatan, keamanan jiwa, jaminan hidup di hari tua, juga investasi masa depan. Namun, manusia juga memiliki banyak risiko, seperti kerusakan atau kehilangan barang, sakit, kecelakaan, bencana alam, atau bahkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan akan asuransi sebagai jaminan dan perlindungan mutlak dan tak bisa ditawar-tawar lagi.
Ketidaktahuan dan kekurangpahaman sering disebut-sebut sebagai faktor rendahnya partisipasi masyarakat di Indonesia dalam berasuransi. Berbicara mengenai asuransi, kata-kata maupun istilah seperti premi, klaim, pertanggungan, benefit, kontribusi, langsung bermunculan. Bahkan, kata-kata seram seperti meninggal dunia, sakit, bencana, kecelakaan tak jarang membuat banyak orang (awam) menjadi segan bahkan apriori.
Padahal, asuransi merupakan perlindungan terhadap diri, keluarga, dan harta-benda kita bila suatu saat nanti terjadi musibah ataupun bencana. Memang, bencana bukan suatu hal yang kita inginkan atau harapkan; akan tetapi musibah atau kemalangan sering datang tiba-tiba dan tak bisa kita tolak. Nah, alangkah sebaiknya sebelum semua hal tersebut terjadi, kita “sedia payung sebelum hujan”, agar setidaknya kerugian yang kita derita tidak begitu besar dan diganti oleh perusahaan asuransi yang kita ikuti.
Pada saat ini, asuransi bukanlah sekedar perlindungan atau pertanggungan semata. Berbagai perusahaan asuransi nasional maupun internasional telah memasarkan produk “Unit Link”, yang bisa kita gunakan sebagai instrumen asuransi.
Salah satu contoh perusahaan asuransi berskala global yang memenuhi hal tersebut adalah Allianz (http://allianz.co.id ). Allianz mencoba memenuhi segala kebutuhan hidup
manusia dari berbagai macam aspekanya, mulai dari asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi properti, investasi, dll. Bahkan, Allianz tidak hanya menggarap konsumen perorangan, tapi juga UKM dan korporasi. Dan guna melayani masyarakat Muslim, Allianz pun menyediakan produk syariah. Allianz memiliki asuransi yang lengkap dengan berbagai fasilitas dan keunggulannya. Pokoknya, Allianz “ melayani dari A sampai Z” kebutuhan asuransi Anda.
Mengingat betapa pentingnya asuransi, Allianz membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan asuransi melalui saluran distribusi penjualannya, materi promosi dan penjualan, advertising, website, jejaring sosial, serta kegiatan marketing lainnya. Produk asuransi kesehatan Allianz diluncurkan perdana tahun 2000, dan akan terus dikembangkan untuk mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan pasar. Adapun keunggulan asuransi Allianz di antaranya: memiliki manfaat yang komprehensif, fasilitas pembiayaan rumah sakit melalui kartu kesehatan di jaringan mitra rumah sakit (cashless) maupun secara reimbursement, jaringan rumah sakit yang luas, dan call center 24 jam yang selalu siap melayani nasabah.

Pentingnya Asuransi Bagiku
Walau saat ini aku masih muda dan tidak sakit, tapi aku menganggap asuransi sangat penting bagiku. Meningkatnya biaya kesehatan seperti biaya dokter, perawatan RS, obat-obatan dan lain sebagainya dari tahun ke tahun mendorongku untuk bergabung di asuransi. Belum lagi aku yang setiap hari naik motor di jalanan padat, kemungkinan risiko kecelakaan maupun kematian juga menghadang di depan mata. Juga kebutuhan hidup di masa depan yang semakin banyak dan kompleks, seperti perumahan, pendidikan anak-anak, rekreasi, kecukupan finansial, jaminan hari tua; semuanya merupakan hal yang sudah tidak bisa ditawar lagi untuk tidak bergabung dengan asuransi.
Walaupun sudah bergabung di asuransi, memang hingga kini aku belum merasakan manfaat dari asuransi itu sendiri, sebab aku belum pernah sakit (berat) atau mengalami kecelakaan atau bencana. Tapi setidaknya aku sudah merasa aman dan memiliki jaminan, jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu terhadap diriku. Aku tak perlu khawatir jika aku sakit dan mahalnya biaya berobat, aku tak perlu cemas jika harta-benda atau propertiku terjadi musibah, dan aku tak perlu takut jika harus mengalami kecelakaan atau bahkan meninggal-keluargaku akan menderita.
So, jangan ragu-ragu lagi untuk bergabung di perusahaan asuransi. Dan adalah pilihan terbaik jika Anda menjatuhkan pilihan pada Allianz (http://allianz.co.id ).

*) member dari salah satu perusahaan asuransi (no. polis 3131604153)



Rabu, 01 Oktober 2014

Kisah Inspiratif



MBAH LOSO, KISAH SI PENJUAL GARAM SEPANJANG HAYAT

Panggilannya Mbah Loso. Lelaki sepuh yang sudah berumur lebih dari 80 tahun ini masih tampak sehat dan kuat. Allah swt mengkaruniakan kepadanya umur yang panjang dan juga kesehatan. Anak-cucunya sangat banyak. Bahkan, cucunya sudah banyak yang menikah (punya buyut/cicit).
Profesinya selain bertani adalah penjual garam. Makanya, orang desanya menjulukinya “Mbah Loso si Bakul Uyah” atau sering disingkat “Mbah Uyah”. Tidak seperti pedagang lain yang menjual beberapa atau banyak barang dagangan, Mbah Loso hanya menjual garam saja. Sepekan sekali (menurut hari pasaran Jawa), ia pergi ke pasar tingkat kecamatan,  sekitar dua kilometer dari rumahnya dengan mengendarai sepeda onthel kunonya. Ia mengayuh sepeda dengan penuh semangat dan membawa beban yang cukup berat tentunya. Selain di pasar, ia juga sehari-hari berjualan di rumah sederhananya.
Tempat kulakan garamnya cukup jauh. Ia naik bis untuk belanja barang dagangannya. Berarti ia masih kuat untuk bepergian jauh, termasuk berdesak-desakan di bis. Maklum, di desa bis masih jarang, jadi sering penuhnya, dan kadang sudah tidak mau menaikkan penumpang lagi karena sudah overload.
Banyak orang bertanya, kenapa hanya menjual garam saja, berapa sih untungnya? Pertanyaan lain, mengapa masih menjual garam, padahal ia sudah sangat tua, apalagi anak-cucunya kebanyakan sudah hidup sukses? Sebuah pertanyaan yang tidak saja mengusik para tetangga dan masyarakat sekitar, tapi juga bagi anak-cucunya sendiri.
Menurut cerita Mbah Loso yang dituturkan kepada penulis, garam telah menjadi bagian dari seluruh hidupnya. Ia menjual garam bukan terpaksa karena tidak ada kerjaan lain. Ia menekuni pekerjaan itu dengan sepenuh hati, sepenuh jiwanya. Ia menjalani profesinya dengan penuh ketekunan, kesabaran, dan istiqamah.
Beratnya beban garam ketika kulakan, bau asin, hingga untung yang kecil, tak membuat Mbah Loso bergeming. Semangat untuk mencari rizki yang halal, menafkahi keluarga besarnya, serta itikad untuk melayani orang lain (pembeli) secara layak; semuanya telah membuatnya setia kepada garam.
Walaupun pengetahuan agamanya pas-pasan, ia sangat menyakini bahwa dalam berdagang tidak boleh menipu, curang, mengurangi timbangan, mengatakan barang yang jelek disebut baik, mengingkari janji. Termasuk pula harus sabar menghadapi berbagai karakter pembeli. Jika ada pembeli yang cerewet, banyak maunya, menawar habis; kata dia kita tidak boleh marah. Tetap layani pembeli dengan baik dan memperlakukannya dengan baik pula.
“Rejeki sudah ada yang ngatur”, katanya dengan mantap. Keyakinannya itu benar-benar terbukti. Anak-cucunya rata-rata hidup sukses dan bahagia. Sedangkan dia sendiri juga sudah menunaikan rukun Islam kelima.
Walau hanya menjual garam, asal dijalani dengan benar dan sungguh, rejeki akan datang dengan mudah. Selain itu, keyakinan bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan hambaNya. Jangan lupa ibadah dijaga secara istiqamah, termasuk amalan-amalan sunnah, mudah-mudahan rejeki yang didapat akan barakah, demikian imbuhnya.
Terakhir, dan ini yang terpenting, menjual garam tidak hanya menjual semata. Akan tetapi, garam memiliki makna filosofi yang sangat tinggi. Garam adalah kebutuhan pokok manusia, terutama dalam hal masakan. Tidak ada masakan yang tidak membutuhkan bumbu garam. Dan bisa kita bayangkan, entah bagaimana rasanya jika suatu masakan tidak ada garamnya.
Menurut Mbah Loso, demikian halnya dalam hidup, kita harus bisa berguna (bermanfaat) bagi siapa saja, tanpa terkecuali. Hidup tanpa membawa manfaat bagi orang lain adalah hidup yang sia-sia katanya. Jadilah seperti garam, yang bermanfaat bagi semua masakan. Pungkasnya mengakhiri perbincangan kami.

Trimanto