Cari Blog Ini

Kamis, 12 Juni 2014

Lomba Blog Dies Natalis Universitas Terbuka ke-30



UNIVERSITAS TERBUKA:

INOVASI TIADA HENTI, PRESTASI TAK TERTANDINGI
Oleh: Trimanto*)

Aku hanya bisa terdiam. Beberapa saat lamanya. Pertanyaan, “Kamu kuliah di mana?” telah membuatku tak berkutik. Antara menjawab dengan jujur, menjawab dengan tidak jujur, atau tidak menjawabnya sama sekali.
Jika menjawab dengan jujur, rasa minder dan tak percaya diri masih menggelayuti relung hatiku. Jika menjawab tidak jujur, akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan memungkinkan adanya pertanyaan lanjutan. Dan jika tak menjawabnya sama sekali, takut juga dianggap tidak menghormati orang lain. Ahhh...benar-benar serba salah.
Bahkan, jika terpaksa harus menjawab dengan jujur, kata “cuma” selalu disematkan sebagai kata pembuka. “Cuma di UT”, yang kuucapkan dengan suara bergetar dan kurang jelas. Kata “cuma” mengindikasikan ketidakberdayaan dan kerendahdirian.
Tidak hanya itu, ketika melakukan aktivitas tertentu seperti pergi ke perpustakaan atau mendaftar acara tertentu, yang mengharuskan menunjukkan kartu mahasiswa, aku pun mengeluarkan kartu itu dengan perasaan enggan dan menekuk muka.
Citra Universitas Terbuka (UT) http://www.ut.ac.id  sebagai universitasnya para guru yang mau ambil S1, kampusnya para orang tua, perguruan tinggi murahan, lulusannya tidak berkualitas karena hanya belajar mandiri, dan berbagai label dan stigma negatif lainnya; masih meracuni pikiran dan keyakinan sebagian besar warga negeri ini. Hal inilah yang sedikit banyak telah mempengaruhi pola pikirku di masa-masa awal kuliah di UT.

UT adalah Sang Juruselamat
Seiring perjalanan waktu, kesadaran mulai muncul dari dalam diriku. Aku mulai berpikir secara terbuka dan adil. Bagaimana jika orang yang bekerja tapi masih ingin melanjutkan pendidikan tinggi; bagaimana jika orang yang telah tua (lanjut usia) masih punya semangat belajar yang membara; bagaimana jika orang dari keluarga tak mampu ingin meraih cita-citanya lewat pendidikan; dan bagaimana pula orang yang berada di tempat terpencil atau tak terjangkau perguruan tinggi masih ingin sekolah lagi.
Inilah mengapa, UT melakukan sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu mendirikan sebuah Unit Pembelajaran Jarak Jauh (UPBJJ) di setiap provinsi dan perwakilan di luar negeri. Inovasi yang luar biasa. Diberi nama Universitas Terbuka dengan motto “Making higher education open for all”: terbuka bagi siapa saja dan segala usia, terbuka tanpa harus hadir di kampus atau di kelas, terbuka untuk mendapatkan pendidikan dan gelar sebagaimana kampus konvensional pada umumnya. Terbuka selebar-lebarnya tanpa hambatan.
UT ( http://www.ut.ac.id ) berinovasi dengan memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapa saja yang memiliki hambatan tertentu untuk mengenyam pendidikan tinggi dan meraih cita-cita. Baik hambatan usia, biaya, jarak, kesempatan, fisik, waktu dan sebagainya. Inovasi UT telah mendobrak paradigma lama bahwa kuliah harus mahal, hadir di kelas, atau usia muda.
UT adalah sang juruselamat. Ya, itulah gelar yang paling cocok disematkan kepada inovator pendidikan tersebut. Ia telah menyelamatkan ribuan-bahkan jutaan orang yang memiliki keterbatasan tertentu dalam meraih pendidikan tinggi.

Berorientasi pada Prestasi
Meskipun murah, tanpa harus tatap muka, atau belajar mandiri; bukan berarti UT dicap sebagai perguruan tinggi sekedar mencari gelar, asal lulus, atau tak berkualitas. UT juga mendorong para mahasiswanya untuk berprestasi baik secara akademis maupun praktis.
Suasana belajar kelompok jurusan Ilmu komunikasi UT Surakarta
Secara akademis, tidak sedikit mahasiswa UT yang mendapat beasiswa karena IPK tinggi, menang lomba karya tulis tingkat nasional, menerima penghargaan atas sebuah karya tertentu, menjadi peserta program pertukaran pelajar nasional maupun internasional, menjadi duta pendidikan, dan masih banyak lagi. Secara praktis, prestasi dalam bidang olahraga, seni-budaya, penciptaan produk atau karya kreasi tak terhitung lagi.
UT ( http://www.ut.ac.id ) terbukti tidak sekedar mencetak sarjana asal sarjana, tapi sarjana yang berkualitas sekaligus berprestasi. Kualitas dapat dilihat dari modul matakuliah standar PTN ditambah prasarana-sarana belajar penunjang dan media belajar lainnya, sistem online yang terintegrasi (registasi, tutorial online, sistem ujian online, tugas mandiri online, diskusi dan tatap muka), kuliah Tutorial Tatap Muka (TTM), dan kantor UPBJJ di setiap ibukota provinsi dan kota tertentu. Sedangkan untuk menuju prestasi, diadakannya kegiatan dan event internal UT (olahraga, seni-budaya), pembinaan kewirausahaan, pembinaan UKM, lomba tingkat fakultas dan universitas, serta bekerjasama dengan pihak pemerintah, swasta, perusahaan, maupun PTN lainnya baik dalam maupun luar negeri. Salah satu contoh mahasiswa UT yang berprestasi dapat dilihat di http://www.ut.ac.id/profil/841-jangan-pernah-menyerah-sebelum-mencoba.html

Perguruan Tinggi Masa Depan
Kalau selama ini UT menjadi tempat kuliah orang “kepepet”, memiliki hambatan tertentu, atau alternatif terakhir jika tidak diterima di PTN, maka bisa jadi suatu saat nanti justeru UT menjadi pilihan utama.
Kampus UT ( http://www.ut.ac.id ) yang selama ini hanya sebagai tempat registrasi, ambil kartu ujian, atau tempat informasi dan konsultasi; suatu saat nanti bisa membangun gedung untuk ruang kuliah maupun tempat ujian. Selain itu, dengan semakin susahnya masuk PTN (persaingan tinggi) dan semakin mahalnya biaya pendidikan, maka boleh jadi UT menjadi pilihan yang layak diperhitungkan.
Dengan prasarana-sarana pendidikan yang cukup memadai, lulusan yang berkualitas dan berprestasi, dan UT sendiri memiliki peringkat tinggi di tingkat nasional maupun internasional; bukan mustahil suatu masa nanti UT menjadi kampus idaman-kampus harapan tuk meraih masa depan yang gilang-gemilang.

*) Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka

(Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Univeristas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas Terbuka ke-30. Tulisan adalah hasil karya sendiri dan TIDAK merupakan jiplakan).


Rabu, 12 Maret 2014

10 TIPS MEMPERERAT CINTA SUAMI-ISTERI



Artikel
10 TIPS MEMPERERAT CINTA SUAMI-ISTERI
Oleh: Trimanto*)

Cinta merupakan sesuatu yang abstrak dan menyangkut perasaan manusia. Cinta bukanlah pada pandangan pertama, apalagi hanya didasarkan pada penampilan fisik, kepemilikan harta, atau status sosial.
Cinta sejati adalah sebuah proses. Sesuatu yang mesti dirawat dan dipelihara. Ibarat tanaman, perlu disiram dan diberi pupuk. Cinta hakiki tidak datang begitu saja. Butuh kehendak bersama untuk membangun dan membesarkan. Lebih dari itu, dibutuhkan kesungguhan dan juga pengorbanan.
Berikut ini akan disampaikan tips-tips yang bisa dilakukan agar cinta di antara pasangan suami-isteri semakin erat dan langgeg, sesuai yang diajarkan oleh Islam dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw:

1)      Menampakkan Wajah yang Ceria
Ungkapan dengan bahasa wajah, mempunyai pengaruh yang besar dalam kegembiraan dan kesedihan seseorang. Seorang isteri akan senang jika suaminya berwajah ceria, tidak cemberut. Nabi saw. bersabda:
Sedikit pun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.[H.R. Muslim]
Begitu pula sebaliknya, ketika suami datang, seorang isteri jangan sampai menunjukkan wajah cemberut, sedih atau marah. Meskipun demikian, hendaknya seorang suami juga bisa memahami kondisi isteri secara kejiwaan. Misalnya, isteri yang sedang haidh atau nifas, terkadang berkata atau melakukan tindakan yang menjengkelkan. Maka seorang suami hendaklah bersabar.        
Kewajiban atas suami atau istri adalah bergaul dengan baik dan saling menampakkan wajah penuh kecintaan. Firman Allah swt:
“… Pergaulilah mereka dengan baik…(An Nisa’: 19)
Sabda Nabi saw yang lain:
Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.” [H.R. Tirmidzi]

2)      Berkata yang Baik
Kalimat yang baik adalah kalimat-kalimat yang menyenangkan dan membangkitkan semangat. Hendaklah menghindari kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan. Kata-kata lebih tajam daripada pisau. Tusukannya akan terasa lebih menyakitkan daripada kekerasan fisik. Dan luka bekas kata-kata yang buruk akan sangat lama sembuhnya, bahkan seumur hidup tak bisa dilupakan.
Sebuah hadits mengatakan, “Fal yaqul khairan au liyas muut” (Berkatalah yang baik atau diamlah).


3)      Mengkhususkan Waktu Duduk Bersama
Jangan sampai antara suami dan isteri sibuk dengan urusannya masing-masing, sehingga tidak ada waktu lagi untuk duduk bersama. Rasulullah saw pernah menasihati Amr bin Ash, ketika ia disibukkan dengan shalat malam dan puasa sunnah, sehingga lupa dan lalai terhadap istrinya.
Puasalah dan berbukalah. Tidur dan bangunlah. Puasalah sebulan selama tiga hari, karena sesungguhnya kebaikan itu memiliki sepuluh kali lipat. Sesungguhnya engkau memiliki kewajiban atas dirimu. Dirimu sendiri memiliki hak, dan engkau juga mempunyai kewajiban terhadap isterimu, juga kepada tamumu. Maka, berikanlah haknya setiap orang yang memiliki hak.[Muttafaqun ‘alaihi]
Diperintahkan atas suami mengkhususkan waktu-waktu tertentu, meluangkan waktu untuk isterinya, agar sang isteri merasa tentram, memperlakukan isterinya dengan baik; terlebih lagi apabila tidak memiliki anak.
Rasulullah saw. bersabda:
Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.[H.R. Tirmidzi]

4)      Saling Memberi Hadiah
Memberi hadiah merupakan salah satu bentuk perhatian seorang suami kepada istrinya, atau istri kepada suaminya. Terlebih bagi istri, hadiah dari suami mempunyai nilai yang sangat mengesankan. Hadiah tidak harus mahal, tetapi sebagai simbol perhatian suami kepada istri.
Seorang suami yang ketika pulang membawa sekedar oleh-oleh kesukaan istrinya, tentu akan membuat sang isteri senang dan merasa mendapat perhatian. Dan seorang suami, semestinya lebih mengerti apa yang lebih disenangi oleh isterinya. Oleh karena itu, para suami hendaklah menunjukkan perhatian kepada istri, diungkapkan dengan memberi hadian meski sederhana.
Sabda Nabi saw: “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.”

5)      Memberikan Penghormatan dengan Hangat kepada Pasangan
Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya, baik ketika hendak pergi keluar rumah, ataupun ketika pulang. Penghormatan itu, hendaklah dilakukan dengan mesra.
Dalam beberapa hadits diriwayatkan, ketika hendak pergi shalat, Rasulullah saw. mencium isterinya tanpa berwudhu lagi dan langsung shalat. Ini menunjukkan, bahwa mencium isteri dapat mempererat hubungan antara suami isteri, meluluhkan kebekuan ataupun kekakuan antara suami isteri. Tentunya dengan melihat situasi, jangan dilakukan di hadapan anak-anak.
Sedangkan pada sebagian orang, ketika seorang isteri menjemput suaminya yang datang dari luar kota atau dari luar negeri, ia mencium pipi kanan dan pipi kiri di tempat umum. Demikian ini tidak tepat.
Memberikan penghormatan dengan hangat tidak mesti dengan mencium pasangannya. Misalnya, seorang suami dapat memanggil isterinya dengan baik, tidak menjelek-jelekkan keluarganya, tidak menegur isterinya di hadapan anak-anak mereka. Atau seorang isteri, bila melakukan penghormatan dengan menyambut kedatangan suaminya di depan pintu. Apabila suami hendak bepergian, istri menyiapkan pakaian yang telah disetrika dan dimasukkannya ke dalam tas dengan rapi.
Suami hendaknya menghormati isterinya dengan mendengarkan ucapan isteri secara seksama. Sebab terkadang, ada sebagian suami, jika isterinya berbicara, ia justru sibuk dengan hand phone-nya mengirim sms atau sambil membaca koran. Dia tidak serius mendengarkan ucapan isteri. Dan jika menanggapinya, hanya dengan kata-kata singkat. Meskipun sepele atau ringan, tetapi hendaklah suami menanggapinya dengan serius, karena bagi isteri mungkin merupakan masalah yang besar dan berat.

6)      Melakukan Tugas-tugas Ringan secara Bersama
Di antara kesalahan sebagian suami ialah, mereka menolak untuk melakukan sebagian tugas di rumah. Mereka mempunyai anggapan, jika melakukan tugas di rumah, berarti mengurangi kedudukannya, menurunkan atau menjatuhkan kewibawaannya di hadapan sang isteri. Pendapat ini tidak benar. Nabi saw memberi contoh dalam hal ini. Ia melakukan tugas-tugas di rumah, seperti menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya dan berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya.
Terlebih lagi dalam keadaan darurat, seperti isteri sedang sakit, setelah melahirkan. Terkadang isteri dalam keadaan repot, maka suami bisa meringankan beban isteri dengan menggendong, memandikan atau menyuapi anak-anaknya. Hal ini, disamping menyenangkan isteri, juga dapat menguatkan ikatan yang lebih erat lagi antara ayah dan anak-anaknya.

7)      Memuji Pasangan dengan Tulus
.Di antara kebutuhan manusia adalah keinginan untuk dipuji -dalam batas-batas yang wajar. Dalam masalah pujian ini, para ulama telah menjelaskan, bahwa pujian diperbolehkan atau bahkan dianjurkan dengan syarat-syarat: untuk memberikan motivasi, pujian itu diungkapkan dengan jujur dan tulus, dan pujian itu tidak menyebabkan orang yang dipuji menjadi sombong atau lupa diri.
Abu Bakar ra pernah dipuji, dan dia berdo’a kepada Allah: “Ya, Allah. Janganlah Engkau hukum aku dengan apa yang mereka ucapkan. Jangan jadikan dosa bagiku dengan pujian mereka, jangan timbulkan sifat sombong. Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan ampunilah aku atas perbuatan-perbuatan dosa yang mereka tidak ketahui”.
Perkatanan ini juga diucapkan oleh Syaikh Al Albani ketika beliau dipuji-puji oleh seseorang di hadapan manusia. Beliau menangis dan mengucapkan perkataan Abu Bakar tersebut serta mengatakan: “Saya ini hanyalah penuntut ilmu saja”.
Seorang isteri senang pujian dari suaminya, khususnya di hadapan orang lain, seperti keluarga suami atau isteri. Dia tidak suka jika suami menyebutkan aibnya, khususnya di hadapan orang lain. Termasuk jika masakan isteri kurang sedap, maka jangan dicela.

8)      Adanya Keterbukaan
Keterbukaan antara suami dan isteri sangat penting. Di antara problem yang timbul di keluarga, lantaran antara suami dan isteri masing-masing menutup diri, tidak terbuka menyampaikan problemnya kepada pasangannya. Yang akhirnya kian menumpuk. Pada gilirannya menjadi lebih besar, sampai akhirnya meledak.

9)      Berempati pada Pasangan
Rasulullah saw.bersabda: “Perumpamaan kaum mukminin antara satu dengan yang lainnya itu seperti satu tubuh. Apabila ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh yang lain pun ikut merasakannya sebagai orang yang tidak dapat tidur dan orang yang terkena penyakit demam”.
Ini berlaku secara umum kepada semua kaum Muslimin. Rasa empati harus ada. Yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, termasuk kepada isteri atau suami. Jangan sampai suami sakit, terbaring di tempat tidur, isteri tertawa-tawa di sampingnya, bergurau, bercanda. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai karena kesibukan, suami kemudian kurang merasakan apa yang dirasakan oleh isteri.

10)  Rekreasi Berdua Tanpa Anak
Rutinitas pekerjaan suami di luar rumah dan pekerjaan isteri di rumah membuat suasana menjadi jenuh. Sekali-kali diperlukan suasana lain dengan cara pergi berdua tanpa membawa anak. Hal ini sangat penting, karena bisa memperbaharui cinta suami isteri.
Kita mempunyai anak, lantas bagaimana caranya? Ini memang sebuah problem. Kita cari solusinya, jangan menyerah begitu saja.
Bukan berarti setelah mempunyai anak banyak tidak bisa pergi berdua. Tidak! Kita bisa meminta tolong kepada saudara, kerabat ataupun tetangga untuk menjaga anak-anak, lalu kita dapat pergi bersilaturahmi atau belanja ke toko dan lain sebagainya. Kemudian pada kesempatan lainnya, kita pergi berekreasi membawa isteri dan anak-anak.

Referensi:
·         Lautan Cinta, Fariq Gasim Anuz, Darul Qolam, Cet. I, Th. 1426H/2005M
·         Majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M.

*) Penulis lepas dan bergiat di Forum Lingkar Pena


Senin, 27 Januari 2014

WELCOME TO 17th FLP



WELCOME TO 17th FLP


Tanggal 22 Februari 2014 besok, FLP genap berusia 17 tahun. Sweet seventeen-lah untuk istilah remaja sekarang. Usia remaja akhir atau menginjak usia dewasa. Wow, tidak berasa, sudah selama itu FLP berdiri.
Dalam perjalanan panjangnya itu, banyak hal yang telah dicapai, akan tetapi lebih banyak hal lagi yang belum tercapai. Kalau untuk anak mereka sebentar lagi akan dewasa, maka apakah FLP juga sudah dewasa? Dewasa dalam pengelolaan organisasi; dewasa dalam pendanaan, dewasa dalam karya, dewasa dalam partisipasi pembangunan bangsa; dan serta sederetan dewasa-dewasa lainnya.
Kita tidak akan menutup mata dengan berbagai prestasi, penghargaan, dan capaian yang telah diraih selama ini. Namun, tujuh belas tahun telah berlalu. Dan selama itu pula kita masih disibukkan dan berkutat pada masalah-masalah klasik seperti pengurus tidak aktif-lah, kegiatan vakum, tidak ada dana-lah, komunikasi dan koordinasi antarcabang-wilayah-pusat yang belum klop, dan berbagai persoalan klise lainnya.
Semuanya berulang, dan terjadi berulang-ulang. Akan sampai kapan? 5, 10, 15, 25, atau bahkan 50 tahun lagi.
Kita sebenarnya punya potensi dan sumber daya yang besar untuk mencapai kemajuan, bahkan menjadi sebuah pergerakan perubahan. Tapi potensi dan sumber daya itu belum dikelola secara baik dan optimal. Seharusnya, umur tujuh belas tahun adalah saatnya untuk EKSTENSIFIKASI. Lha ini, intensifikasi (urusan internal) aja hampir tak pernah beres dan selesai.

FLP Pusat sebagai Kunci
Sebagai pemegang “kekuasaan” dan koordinasi tertinggi, Pusat sudah semestinya menjadi penggerak kemajuan. Menyaring berbagai aspirasi dari wilayah maupun cabang sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan yang bersifat nasional.
Agar fungsi komunikasi dan koordinasi bisa berjalan dengan baik, Pusat seyogyanya sering berkunjung ke wilayah atau cabang (syukur terjadwal) untuk mengetahui kondisi riil dan berbagai masalah yang sedang dihadapi. Hal ini akan lebih mendekatkan Pusat dengan wilayah-cabang. Jadi, Pusat tidak sekedar “mitos”, tapi nyata dan berbuat sesuatu.
Bahkan, ada cara yang lebih mudah dan murah (malah bisa gratis) untuk membangun kedekatan, misalnya lewat SMS, BBM, inbox dll. Misalnya bisa bertanya: Bagaimana kabar FLP anu, apa kegiatannya, apa kendalanya, apa yang perlu dibantu, dan berbagai bentuk perhatian lainnya.
Lebih dari itu, syukur-syukur ada perhatian secara personal kepada pengurus atau anggotanya. Misalnya saja, ada pengurus Pusat yang menanyakan kabar Ketua FLP Solo lewat SMS. Wah, ini kan luar biasa banget (tapi sayangnya tidak ada, hehe….:)). Hal sepele dan remeh-temeh, tapi dampaknya besar.

*****
Tidak perlu berpanjang kata atau banyak berteori. Intinya kita semua berharap kepengurusan baru FLP Pusat dan semua FLP wilayah-cabang di seluruh Indonesia dan dunia bisa membawa perubahan dan kemajuan yang berarti, minimal untuk internal FLP; terlebih lagi bagi kemaslahatan bangsa dan negara. Jikalau hal ini bisa diwujudkan, sangat layak kita mengucapkan “sweet seventeen” untuk FLP, bukannya “bitter seventen”. (Trimanto)